Kamis, 25 Agustus 2011

INFO KESEHATAN

MAKANAN
Apakah Makanan Anda Cukup Aman?
Apakah Makanan Anda Cukup Aman?
Setiap hari, kita menikmati makanan yang disajikan, baik di rumah maupun di restoran. Setiap tahun, bisa jadi kita telah makan lebih dari 1000 kali. Makanan merupakan bagian penting bagi kehidupan semua orang. Namun, apakah makanan yang kita santap sudah benar-benar aman? Bisa jadi makanan yang kita santap mengandung bahan berbahaya. Bagaimana cara memastikan bahwa makanan yang kita santap sudah benar-benar aman?
» Selengkapnya: Apakah Makanan Anda Cukup Aman?
Info Makanan lainnya:

* Kenali Logam dalam Tubuh Anda
* Awali Hari dengan Sarapan
* Konsumsi Gula Secara Seimbang

GAYA HIDUP SEHAT
Melatih Otak untuk Pertajam Ingatan
Melatih Otak untuk Pertajam Ingatan
Apakah Anda sering lupa saat mencari suatu benda? Misalnya Anda sering lupa meletakkan di mana kunci Anda? Atau lupa hal penting yang harus dilakukan? Lupa password? Nilai ulangan anak Anda buruk karena kesulitan menghafal? Hal ini banyak dialami oleh kita. Akibatnya, semakin banyak waktu dan energi yang dibutuhkan untuk mencari barang, mendapat omelan dari orang lain, atau mendapat hasil yang buruk akibat sifat pelupa tersebut. Daya ingat otak memang akan semakin berkurang seiring bertambahnya usia. Semakin tua umur seseorang biasanya mereka akan semakin pelupa. Tetapi, ini dapat juga menimpa di usia muda. Masalah ini dapat dikurangi dengan cara melatih otak.
» Selengkapnya: Melatih Otak untuk Pertajam Ingatan
Info Gaya Hidup Sehat lainnya:

* Pijat Tepat, Badan Segar
* Fish Spa dengan Garra rufa
* Cuci Tangan Anda dengan Benar
* Sikap Optimis dapat Meningkatkan Kesehatan

PENYAKIT
Waspada Demam Berdarah atau DBD
Waspada Demam Berdarah atau DBD
Demam Berdarah Dengue atau DBD biasa menyerang saat musim penghujan. Terlebih negara kita termasuk negara beriklim tropis yang merupakan tempat hidup favorit bagi nyamuk. Demam ini bisa menjadi penyakit yang mematikan jika tidak segera ditangani. Khususnya, anak-anak seringkali menjadi sasaran dari gigitan nyamuk yang menyebabkan penyakit ini. Sebagai orangtua, sebaiknya berusaha mencegah agar anak dan seluruh anggota keluarga agar terhindar dari penyakit ini. Juga perlu bersikap sigap jika ada anggota keluarga yang menunjukkan gejala penyakit demam berdarah. Bekali diri Anda dengan informasi seputar penyakit ini agar dapat membantu akibat negatif dari penyakit demam berdarah dengue.
» Selengkapnya: Waspada Demam Berdarah atau DBD
Info Penyakit lainnya:

* Demam Berdarah atau Tifus?
* Melindungi Diri dari Flu
* Apa itu Angin Duduk atau Angina?
* Menghindari Migrain

TIDUR
Apa yang Terjadi Saat Kita Tidur?
Apa yang Terjadi Saat Kita Tidur?
Sebagai salah satu rutinitas dalam keseharian kita, tidur memang menjadi hal yang biasa kita lakukan. Pada malam hari, rasa kantuk yang dihasilkan hormon melatonin menjadi penanda bahwa tubuh butuh istirahat dengan tidur. Anda pergi ke tempat tidur, merebahkan diri dan tanpa sadar Anda telah tertidur. Keesokan harinya, pada saat terbangun Anda mungkin tidak ingat berapa lama persisnya Anda telah terlelap. Anda mungkin masih teringat dengan mimpi indah semalam. Pernahkah Anda bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi pada saat kita tidur?
» Selengkapnya: Apa yang Terjadi Saat Kita Tidur?
Info Tidur lainnya:

* Tidur Nyenyak di Malam Hari

BAYI
Bagaimana Proses Persalinan Bayi?
Bagaimana Proses Persalinan Bayi?
Setelah mengandung atau menjalani masa kehamilan selama 37 sampai 42 minggu, kini tibalah saat yang ditunggu dan mendebarkan. Seorang calon ibu harus menjalani proses persalinan untuk mendapatkan bayi yang didambakan. Proses ini juga dialami semua dari kita, tetapi tentu saja kita tidak ingat bagaimana peristiwa tersebut, peristiwa ketika Anda keluar dari rahim ibu. Mari cari tahu, apa yang terjadi pada peristiwa pertama kali dalam hidup Anda.
» Selengkapnya: Bagaimana Proses Persalinan Bayi?
OLAHRAGA
Ayo Kita Bersepeda!
Ayo Kita Bersepeda!
Jika Anda malas berolahraga, bersepeda bisa menjadi salah satu olahraga menarik untuk dicoba. Bersepeda akan terasa ringan karena tanpa terasa Anda telah menggerakkan tubuh sambil dapat menikmati pemandangan di sekitar. Apa saja yang Anda dapat dari bersepeda? Bagaimana memilih sepeda yang sesuai?
» Selengkapnya: Ayo Kita Bersepeda!
GAYA HIDUP
Siapkah jadi Vegetarian?
Siapkah jadi Vegetarian?
Karena alasan untuk kesehatan, kecantikan, cinta kepada binatang, dan mengurangi pemanasan global, membuat orang akhirnya mengurangi atau sama sekali tidak mengkonsumsi daging hewan dan produk olahannya. Orang seperti ini biasa disebut dengan vegetarian. Tetapi, tahukah Anda bahwa ada beberapa tipe vegetarian berdasarkan apa yang dikonsumsinya? Apa saja manfaat dan kesulitan yang ada untuk menjalani pola makan seperti ini?
» Selengkapnya: Siapkah jadi Vegetarian?
Info Gaya Hidup lainnya:

* Mengapa Berhenti Merokok?

PENYAKIT WANITA
Lupus, Pertarungan Seumur Hidup
Lupus, Pertarungan Seumur Hidup
Lupus yang dibahas kali ini bukanlah nama pemuda yang menjadi tokoh dalam buku-buku cerita remaja yang sempat populer beberapa tahun lalu. Lupus adalah jenis penyakit yang menakutkan. Belum diketahui secara pasti penyebabnya. Hampir seluruh penderita penyakit ini adalah wanita. Walau penderita penyakit ini tidak terlalu banyak, tidak ada salahnya untuk mengetahui penyakit Lupus lebih lanjut.
» Selengkapnya: Lupus, Pertarungan Seumur Hidup
Info Penyakit Wanita lainnya:

* Hadapi Kanker Payudara
* Kanker Serviks Pembunuh Banyak Wanita
* Waspadai TORCH Saat Kehamilan

GENETIK
Tes DNA, Apakah Akurat dan Dapat Dipercaya?
Tes DNA, Apakah Akurat dan Dapat Dipercaya?
Pernahkah Anda mendengar istilah tes DNA? Mungkin Anda pernah mendengarnya dari lingkungan sekitar Anda, dalam film, berita atau dari gosip selebriti di televisi. Tes DNA atau ADN sampai saat ini merupakan cara yang paling akurat untuk mengetahui jati diri dan identitas seseorang. Apa sebenarnya DNA itu? Apa saja yang diperiksa saat melakukan tes DNA? Bagaimana tes ini bisa mengidentifikasi seseorang?
» Selengkapnya: Tes DNA, Apakah Akurat dan Dapat Dipercaya?
MINUMAN
Minum Air Membuat Sehat
Minum Air Membuat Sehat
Semua orang pasti setuju bahwa air sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup. Air diperlukan oleh tumbuhan sehingga menjadi produsen bagi binatang atau manusia juga sebagai elemen dasar dalam mata rantai kehidupan. Bagi sebagian binatang, selain untuk minum, air juga menjadi tempat tinggal mereka. Tidak mengherankan bahwa bumi diciptakan dengan sebagian besar terdiri dari air. Begitu juga, dengan tubuh kita, 80% terdiri dari air.
» Selengkapnya: Minum Air Membuat Sehat
Info Minuman lainnya:

* Kopi, Secangkir Minuman yang Nikmat
* Mengenal Susu dan Manfaatnya
* Teh untuk Kesehatan Tubuh
* Yoghurt Untuk Kesehatan

TAMAN
Apotek Hidup, Tanaman Obat agar Sehat dan Cantik
Apotek Hidup, Tanaman Obat agar Sehat dan Cantik
Banyak tanaman bermanfaat untuk penyembuhan dan pengobatan. Kemampuan menyembuhkan dan efek positif dari beberapa tanaman sebagai obat telah lama diketahui jauh sebelum para ilmuwan menemukan berbagai obat-obatan dengan bahan kimia. Anda juga dapat menanam dan menggunakan tanaman obat di rumah Anda sebagai apotek hidup.
» Selengkapnya: Apotek Hidup, Tanaman Obat agar Sehat dan Cantik

Rabu, 10 Agustus 2011

campak






MAKALAH
PENYAKIT CAMPAK























KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul “Penyakit Campak“.
Makalah ini diajukan guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Konsep Dasare IPA. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, yaitu kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis.
2. Ibu Weni selaku dosen mata kuliah Pengembangan Konsep Dasar IPA.
3. Orang tua yang selalu mendukung setiap aktivitas penulis.
4. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.



Penulis







DAFTAR PUSTAKA

HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Penulisan 1
D. Manfaat Penulisan 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Penyakit Campak 2
B. Gejala Penyakit Campak 3
C. Penularan Penyakit Campak 5
D. Pencegahan Penyakit Campak 6
E. Perawatan Penderita Campak 10
F. Pemberantasan Penyakit Campak 11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 15
B. Saran 15
DAFTAR PUSTAKA 16





BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Penyakit campak merupakan salah satu penyakit infeksi yang banyak menyerang anak-anak. Penyakit ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan komplikasi serius bahkan kematian. Sangat diperlukan wawasan mengenai penyakit ini agar masyarakat dapat segera mengenalinya saaat terjadi penyakit ini. Oleh karena itu, kami menyusun makalah yang berjudul “Penyakit Campak” yang akan membahas berbagai masalah mengenai penyakit campak.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah penyakit campak itu?
2. Bagaimana gejala penyakit campak?
3. Bagaimana penularan penyakit campak?
4. Bagaimana pencegahan penyakit campak?
5. Bagaimana perawatan penderita campak?
6. Apa saja tahapan pemberantasan penyakit campak?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui tentang penyakit campak.
2. Mengetahui gejala-gejala pada penyakit campak.
3. Mengetahui cara penularan penyakit campak.
4. Mengetahui cara pencegahan penyakit campak.
5. Mengetahui cara perawatan penderita campak.
6. Mengetahui tahapan pemberantasan penyakit campak.

D. Manfaat Penulisan
1. Menambah wawasan, baik penulis maupun pembaca mengenai penyakit campak.
2. Menambah wawasan mengenai pencegahan penyakit campak.
3. Menambah wawasan mengenai penanganan kasus campak.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Penyakit Campak
“Tampek merupakan bahasa Jawa namun istilah Indonesianya adalah campak. Sedangkan orang dari Irian menyebutnya serampah. Dalam bahasa latin disebut sebagai morbili atau rubeolla. Sementara dalam bahasa Inggris, measles,” tutur spesialis anak dari RS MH Thamrin Internasional, Jakarta, dr. Asti Praborini, SpA.
Menurut Soegijanto (2008) penyakit campak adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus penyakit campak yang sangat menular pada anak-anak. Penyakit ini disebabkan karena infeksi virus campak golongan Paramyxovirus, genus morbili. Penyakit ini cukup berbahaya karena dapat menyebabkan komplikasi serius bahkan kematian. Kejadian mengenai penyakit ini sangat berkaitan dengan keberhasilan program imunisasi campak.
Campak merupakan penyakit serius yang mudah ditularkan melalui udara. Tingkat penularan infeksi campak sangat tinggi sehingga sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa). Penyakit ini dapat dicegah dengan pemberian imunisasi campak.
Penyakit ini biasanya akan sembuh dengan sendirinya dan diketahui bahwa seseorang hanya akan terkena penyakit ini sekali seumur hidup. Sesuai dengan sifat alami penyakit campak yang monotipik, yaitu hanya terdiri dari satu tipe saja, setelah pemberian imunisasi campak seharusnya seorang anak akan kebal seumur hidup. Namun ada beberapa kasus mengenai anak yang dinyatakan terkena penyakit campak oleh dokter, padahal orang tuanya telah melakukan imunisasi campak pada anak tersebut.
Dengan kemajuan teknologi mutakhir dibidang biologi molekuler, yaitu dengan ditemukannya alat untuk menentukan urutan DNA (DNA sequencing), ternyata walaupun virus campak bersifat monotipik, tapi ternyata terdiri dari beberapa genotip (yaitu keadaan genetik dari suatu individu sel atau organisme). Sampai saat ini, WHO telah mendapatkan 24 genotip campak diseluruh dunia, dan ada 3 genotip di Indonesia, yaitu genotip G2, G3 dan D9. Dengan pendekatan epidemiologi molekuler, dapat diketahui bagaimana penyebaran virus campak dari suatu tempat ke tempat lain atau dari suatu negara ke negara lain (mobilization of population).
Pada suatu penelitian yang telah dilakukan, ditemukan ada 2 genotip di pulau Jawa, yaitu genotip G3 dan D9. Dengan adanya 2 genotip ini, dapat menerangkan mengapa seorang anak yang telah terkena campak, dapat terkena campak lagi bila dia terinfeksi dengan virus campak dari genotip lainnya.

B. Gejala Penyakit Campak
Masa inkubasi penyakit campak berlangsung sekitar 10-12 hari, pada tahap ini anak yang sakit belum memperlihatkan gejala dan tanda sakit.
Penampilan klinis penyakit campak dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu :
1. Fase pertama ( fase prodormal ) timbul gejala yang mirip dengan penyakit flu, seperti tubuh terasa demam dan menggigil dengan suhu 38-40 derajat Celcius, lelah, batuk, hidung beringus, mata merah berair dan sakit, pada mulut muncul bintik putih (bercak Koplik) dan kadang disertai mencret. Bercak Koplik ini berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum, dikelilingi oleh eritema, dan berlokalisasi di mukosa mulut.Bercak ini biasanya muncul menjelang akhir stadium kataral (prodomal) dan 24 jam sebelum timbul enantem.
2. Fase kedua ( fase erupsi ), ditandai dengan munculnya bercak merah dan gatal seiring dengan demam tinggi yang terjadi. Ruam tersebut mulai dari belakang telinga, leher, dada, muka, tangan, kaki. Biasanya bercak menyebar hingga seluruh tubuh dalam waktu 4-7 hari. Bila bercak merah sudah keluar, demam akan turun dengan sendirinya.

3. Fase ketiga (fase konvalesens), bercak merah ini makin lama menjadi kehitaman dan bersisik (hiperpigmentasi), lalu rontok atau sembuh dengan sendirinya. Periode ini merupakan masa penyembuhan yang butuh waktu sampai 2 minggu.
Sampai sepertiga penderita campak mengalami komplikasi, yang termasuk infeksi telinga, diare dan pneumonia, dan mungkin memerlukan rawat inap. Kira-kira satu dari setiap 1000 penderita campak terkena ensefalitis (pembengkakan otak). Biasanya komplikasi terjadi pada anak-anak dibawah usia 5 tahun dan anak-anak dengan gizi buruk.
Komplikasi dapat terjadi karena virus campak menyebar melalui aliran darah ke jaringan tubuh lainnya. Yang paling sering menimbulkan kematian pada anak adalah kompilkasi radang paru-paru (broncho pneumonia) dan radang otak (ensefalitis). Komplikasi ini bisa terjadi cepat selama berlangsung penyakitnya.
Beberapa komplikasi yang mungkin timbul diantaranya :
1. Laringitis akut
Laringitis timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran nafas, yang bertambah parah pada saat demam mencapai puncaknya. Ditandai dengan distres pernafasan, sesak, sianosis, dan stridor. Ketika demam turun keadaan akan membaik dan gejala akan menghilang.
2. Bronkopneumonia
Dapat disebabkan oleh virus campak maupun infeksi bakteri. Ditandai dengan batuk, meningkatnya frekuensi nafas, dan adanya ronki basah halus. Pada saat suhu turun, apabila disebabkan oleh virus, gejala pneumonia akan menghilang, kecuali batuk yang masih dapat berlanjut sampai beberapa hari lagi. Apabila suhu tidak juga turun pada saat yang diharapkan dan gejala saluran nafas masih terus berlangsung, dapat diduga adanya pneumonia karena bakteri yang telah mengadakan invasi pada sel epitel yang telah dirusak oleh virus.
Gambaran infiltrat pada foto toraks dan adanya leukositosis dapat mempertegas diagnosis. Di negara sedang berkembang dimana malnutrisi masih menjadi masalah, penyulit pneumonia bakteri biasa terjadi dan dapat menjadi fatal bila tidak diberi antibiotik.


3. Kejang Demam
Kejang dapat timbul pada periode demam, umumnya pada puncak demam saat ruam keluar. Kejang dalam hal ini diklasifikasikan sebagai kejang demam.
4. Ensefalitis
Merupakan penyulit neurologik yang paling sering terjadi, biasanya terjadi pada hari ke 4-7 setelah timbulnya ruam. Kejadian ensefalitis sekitar 1 dalam 1000 kasus campak, dengan mortalitas antara 30-40%. Terjadinya ensefalitis dapat melalui mekanisme imunologik maupun melalui invasi langsung virus campak ke dalam otak.
Gejala ensefalitis dapat berupa kejang, letargi (keadaan lemah, tidak ada dorongan untuk melakukan kegiatan), koma dan iritabel. Keluhan nyeri kepala, frekuensi nafas meningkat, twitching, disorientasi juga dapat ditemukan. Pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan pleositosis ringan, dengan predominan sel mononuklear, peningkatan protein ringan, sedangkan kadar glukosa dalam batas normal.
5. Subacute Sclerosing Panencephalitis (SSPE)
SSPE merupakan kelainan degeneratif susunan saraf pusat yang jarang disebabkan oleh infeksi virus campak yang persisten. Kemungkinan untuk menderita SSPE pada anak yang sebelumnya pernah menderita campak adalah 0.6-2.2 per 100.000 infeksi campak. Risiko terjadi SSPE lebih besar pada usia yang lebih muda, dengan masa inkubasi rata-rata 7 tahun.
Gejala SSPE didahului dengan gangguan tingkah laku dan intelektual yang progresif, diikuti oleh inkoordinasi motorik, kejang umumnya bersifat mioklonik. Laboratorium menunjukkan peningkatan globulin dalam cairan serebrospinal, antibodi terhadap campak dalam serum (CF dan HAI) meningkat (1:1280). Tidak ada terapi untuk SSPE. Rata-rata jangka waktu timbulnya gejala sampai meninggal antara 6-9 bulan.
6. Enteritis
Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan mencret pada fase prodormal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel mukosa usus. Dapat pula timbul enteropati yang menyebabkan kehilangan protein (protein losing enteropathy).

C. Penularan Penyakit Campak
Penyebaran virus campak maksimal adalah melalui percikan ludah (droplet) dari mulut selama masa prodormal (stadium kataral). Penularan terhadap penderita rentan sering terjadi sebelum diagnosis kasus aslinya. Orang yang terinfeksi menjadi menular pada hari ke 9-10 sesudah pemajanan, pada beberapa keadaan dapat menularkan hari ke 7. Virus campak ini dapat hidup dan berkembang biak pada selaput lender tenggorokan, hidung, dan saluran pernafasan.
Campak merupakan salah satu infeksi manusia yang paling mudah ditularkan. Berada di dalam kamar yang sama saja dengan seorang penderita campak dapat mengakibatkan infeksi.
Penderita campak biasanya dapat menularkan penyakit dari saat sebelum gejala timbul sampai empat hari setelah ruam timbul. Waktu dari eksposur sampai jatuh sakit biasanya adalah 10 hari. Ruam biasanya timbul kirakira 14 hari setelah eksposur. Masa inkubasi adalah 10-14 hari sebelum gejala muncul.

D. Pencegahan Penyakit Campak
1. Menghindari kontak dengan penderita.
2. Menjaga kebersihan lingkungan.
3. Menjaga daya tahan tubuh.
Rajin berolahraga, makan makanan yang sehat, dan istirahat yang cukup.
4. Imunisasi campak.
Imunisasi campak adalah salah satu dari 5 imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah bagi balita. Vaksin campak dapat diberikan saat anak berusia 9 bulan atau lebih. Walaupun vaksinasi Campak tidak menghindarkan 100% si anak dari campak di kemudian hari, namun anak yang telah divaksinasi umumnya memiliki gejala dan komplikasi yang ringan jika terkena kedua penyakit tersebut kelak. Jadi vaksinasi masih merupakan pendekatan penting bagi penanganan primer dari penyakit campak, khususnya bagi anak.
Imunisasi diberikan untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit campak secara aktif. Vaksin campak yang beredar di Indonesia dapat diperoleh dalam bentuk kemasan kering tunggal atau dalam kemasan kering kombinasi dengan vaksin gondong dan rubella. Kemasan ini dikenal dengan nama vaksin MMR (Measles-Mumps-Rubella). Dalam bentuk MMR, dosis pertama diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis kedua diberikan pada usia 4-6 tahun.
Pada tahun 1963 telah dibuat dua macam vaksin campak, yaitu (1) vaksin yang berasal dari virus campak yang hidup dan dilemahkan (tipe Edmonstone B) dan (2) vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan (virus campak yang berada dalam larutan formalin yang dicampur dengan garam aluminiun). Sejak tahun 1967 vaksin yang berasal dari virus campak yang telah dimatikan tidak digunakan lagi oleh karena efek proteksinya hanya bersifat sementara dan dapat menimbulkan gejala atypical measles yang hebat.
Dosis baku minimal untuk pemberian vaksin campak yang dilemahkan adalah 1.100 TCID-50 atau sebanyak 0.5 ml. Tetapi dalam hal vaksin hidup, pemberian dengan 20 TCID-50 saja mungkin sudah dapat memberikan hasil yang baik. Cara pemberian yang dianjurkan adalah subkutan (penyuntikan di bawah kulit), walaupun dari data yang terbatas dilaporkan bahwa pemberian secara intramuscular (penyuntikan ke dalam otot rangka, sejauh mungkin dengan syaraf utama) tampaknya mempunyai efektivitas yang sama dengan subkutan.















Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif, dan kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir dari ibu yang telah kebal. Penelitian terbaru menunjukkan bayi rentan terhadap penyakit campak saat berusia 2-3 bulan hingga mendapatkan imunisasi pertamanya, karena kekebalan tubuh yang didapat dari ibunya sudah berkurang.
Penelitian ini berdasarkan catatan medis dari 207 perempuan sehat dan bayinya di lima rumah sakit Belgia pada tahun 2006. Hasil penelitian ini sudah diterbitkan secara online pada 18 Mei 2010 dalam British Medical Journal (BMJ). Berdasarkan penelitian ini diketahui perempuan yang telah tertular penyakit campak dalam kehidupannya menjadi lebih kebal dan bisa memberikan perlindungan lebih pada bayinya, dibandingkan dengan perempuan yang telah divaksinasi tapi belum pernah terkena penyakit ini.
Tapi perlindungan yang berasal dari ibu hanya berlangsung pada bulan pertama hingga ke empat untuk semua perempuan sehingga perlu untuk dilakukan imunisasi campak.
Program imunisasi campak di Indonesia dimulai tahun 1982, dan pada tahun 1991 Indonesia telah mencapai imunisasi dasar lengkap (Universal Child Immunization=UCI) secara nasional; meskipun demikian masih ada beberapa daerah yang cakupan imunisasi campaknya masih rendah sehingga sering terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) campak.
Tabel pemberian imunisasi pada bayi










Vaksin harus diupayakan agar tidak menimbulkan efek samping yang berat, dan jauh lebih ringan dari gejala klinis penyakit secara alami. Pada kenyataannya tidak ada vaksin yang benar-benar ideal, namun dengan kemajuan teknologi saat ini telah dapat dibuat vaksin yang efektif dan relative aman. Reaksi simpang dikenal sebagai kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) atau Adverse Events Following Immunization. KIPI ini adalah kejadian medic yang berhubungan dengan imunisasi, baik berupa efek vaksin ataupun efek samping, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis, koinsidensi, reaksi suntikan, atau hubungan kasual yang tidak dapat ditentukan. Dibawah ini merupakan table gejala klinis :
















Untuk efek samping atau KIPI dari vaksin MMR berupa :
a. Demam lebih dari 39,5 derajat Celcius yang terjadi pada 5% - 15% kasus, demam dijumpai pada hari ke-5 samapi ke-6 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2 hari.
b. Kejang demam.
c. Ruam timbul pada hari ke-7 sampai ke-10 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2-4 hari.
d. Memar karena berkurangnya trombosit.
e. Infeksi virus campak pada imunodefisiensi, seperti penderita HIV.
f. Reaksi KIPI berat dapat menyerang system syaraf, yang reaksinya diperkirakan muncul pada hari ke-30 sesudah imunsasi.
Gejala syok anafilaktik :
a. Terjadi mendadak
b. Gejala klasik : kemerahan merata, edem
c. Urtikaria, sembab pada kelopak mata, sesak, nafas berbunyi
d. Jantung berdebar kencang
e. Tekanan darah menurun
f. Anak pingsan / tidak sadar
g. Dapat pula terjadi langsung berupa tekanan darah menurun dan pingsan tanpa didahului oleh gejala lain.
Tindakan untuk syok anafilaktik :
a. Suntikan adrenalin 1:1000, dosis 0,1 – 0,3 ml, sk/im
b. Jika pasien membaik dan stabil dilanjutkan dengan suntikan deksametason (1 ampul) secara intravena/intramaskular.
c. Segera pasang infuse NaCl 0,9%
d. Rujuk ke Rumah Sakit terdekat.

E. Pengobatan dan Perawatan Penderita Penyakit Campak
Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan. Anak harus diberikan cukup cairan dan kalori, sedangkan pengobatan bersifat simtomatik, dengan pemberian antipiretik, antitusif, ekspektoran, dan antikonvulsan bila diperlukan. Sedangkan pada campak dengan penyulit, pasien perlu dirawat inap. Di rumah sakit pasien campak dirawat di bangsal isolasi sistem pernafasan, diperlukan perbaikan keadaan umum dengan memperbaiki kebutuhan cairan dan diet yang memadai. Vitamin A 100.000 IU per oral diberikan satu kali, apabila terdapat malnutrisi diberikan 1500 IU tiap hari.
Apabila terdapat penyulit, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi penyulit yang timbul, yaitu:
1. Bronkopneumonia
Diberikan antibiotik ampisillin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis intravena dikombinasikan dengan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari intravena dalam 4 dosis, sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat per oral. Antibiotik diberikan sampai tiga hari demam reda. Apabila dicurigai infeksi spesifik, maka uji tuberkulin dilakukan setelah anak sehat kembali (3-4 minggu kemudian) oleh karena uji tuberkulin biasanya negatif (anergi) pada saat anak menderita campak. Gangguan reaksi delayed hipersensitivity disebabkan oleh sel limfosit-T yang terganggu fungsinya.
2. Enteritis
Pada keadaan berat anak mudah jatuh dalam dehidrasi. Pemberian cairan intravena dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritis + dehidrasi.
3. Ensefalopati/Ensefalitis
Perlu reduksi jumlah pemberian cairan hingga ¾ kebutuhan untuk mengurangi edema otak, di samping pemberian kortikosteroid berupa deksametason 1 mg/kg/hari sebagai dosis awal dilanjutkan 0.5 mg/kg/hari dibagi dalam 3 dosis sampai kesadaran membaik (bila pemberian lebih dari 5 hari dilakukan tappering off). Perlu dilakukan koreksi elektrolit dan gangguan gas darah.
Selain itu ada beberapa hal yang perlu dilakukan dalam perawatan penderita campak, yaitu :
1. Penderita infeksi campak biasanya dinasihati untuk beristirahat, minum banyak cairan dan minum parasetamol untuk merawat demam.
2. Vitamin A dengan dosis tertentu sesuai usia anak juga dapat diberikan untuk meringankan perjalanan penyakit campak agar tidak menjadi parah.
3. Tempatkan penderita campak dalam kamar yang terpisah selama masa penularan.
4. Jaga kebersihan tubuh anak dengan tetap memandikannya. Namun selama suhu badan masih panas, anak yang menderita campak tidak perlu dimandikan. Cukup bersihkan dengan handuk yang dibasahi air hangat.
5. Beri penderita asupan makanan bergizi seimbang dan cukup untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya. Makanannya harus mudah dicerna, karena anak campak rentan terjangkit infeksi lain, seperti radang tenggorokan, flu, atau lainnya. Masa rentan ini masih berlangsung sebulan setelah sembuh karena daya tahan tubuh penderita yang masih lemah.
6. Lakukan pengobatan yang tepat dengan berkonsultasi pada dokter.

F. Tahapan Pemberantasan Penyakit Campak
Pemberantasan campak meliputi beberapa tahapan, dengan criteria pada tiap tahap yang berbeda-beda.
1. Tahap Reduksi
Tahap reduksi penyakit campak dibagi dalam 2 tahap, yaitu :
a. Tahap Pengendalian Campak
Pada tahap ini terjadi penurunan kasus dan kematian, cakupan imunisasi sebesar 80%, dan interval terjadinya KLB berkisar antara 4-8 tahun.
b. Tahap Pencegahan KLB
Pada tahap ini cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi dan merata, terjadi penurunan tajam kasus dan kematian, dan interval terjadinya KLB relative panjang.
Reduksi campak bertujuan menurunkan angka insidens campak sebesar 90% dan angka kematian campak sebesar 95% dari angka sebelum program imunisasi campak dilaksanakan. Di Indonesia, tahap reduksi campak diperkirakan dengan insiden menjadi 50/10.000 balita, dan kematian 2/10.000 (berdasarkan SKRT tahun 1982).
Pada TCG Meeting di Dakka tahun 1999, Indonesia sedang berada pada tahap reduksi dengan pengendalian dan pencegahan KLB. Reduksi campak mempunyai strategi yaitu:
a. Imunisasi Rutin 2 kali, pada bayi 9-11 bulan dan anak Sekolah Dasar Kelas I (belum dilaksanakan secara nasional) dan Imunisasi Tambahan atau Suplemen.
b. Surveilans Campak.
Surveilans kesehatan masyarakat adalah pengumpulan, analisis, dan analisis data secara terus-menerus dan sistematis yang kemudian didiseminasikan (disebarluaskan) kepada pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam pencegahan penyakit dan masalah kesehatan lainnya (DCP2, 2008). Surveilans memantau terus-menerus kejadian dan kecenderungan penyakit, mendeteksi dan memprediksi outbreak pada populasi, mengamati faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit, seperti perubahan-perubahan biologis pada agen, vektor, dan reservoir. Selanjutnya surveilans menghubungkan informasi tersebut kepada pembuat keputusan agar dapat dilakukan langkah-langkah pencegahan dan pengendalian penyakit (Last, 2001).
Surveilans penyakit campak dilakukan untuk menilai perkembangan program pemberantasan campak dan menentukan strategi pemberantasannya terutama di daerah.
Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia masih belum sebaik surveilans eradikasi polio. Kendala utama yang dihadapi adalah, kelengkapan data/laporan rutin Rumah Sakit dan Puskesmas yang masih rendah, beberapa KLB campak yang tidak terlaporkan, pemantauan dini (SKD – KLB) campak pada desa-desa berpotensi KLB pada umumnya belum dilakukan dengan baik terutama di Puskesmas, belum semua unit pelayanan kesehatan baik Pemerintah maupun Swasta ikut berkontribusi melaporkan bila menemukan campak. Dukungan dana yang belum memadai, terutama untuk melaksanakan aktif surveilans ke Rumah Sakit dan pengembangan surveilans campak pada umumnya. Surveilans campak sangat penting untuk menilai perkembangan pemberantasan campak dan untuk menentukan strategi pemberantasannya di setiap daerah.













Tujuan khusus surveilans:
1) Memonitor kecenderungan (trends) penyakit
2) Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk mendeteksi dini
3) Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit disease burden) pada populasi
4) Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan, implementasi, monitoring, dan evaluasi program kesehatan
5) Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan
6) Mengidentifikasi kebutuhan riset (Last, 2001; Giesecke, 2002; JHU, 2002).

c. Penyelidikan dan Penanggulangan KLB Manajemen Kasus
d. Pemeriksaan Laboratorium

Dalam upaya reduksi campak di Indonesia, secara epidemiologis ada 2 jenis wilayah rawan yang perlu penanganan khusus:
a. Reservoar : desa dengan kasus campak yang terjadi terus-menerus sepanjang tahun.
b. Kantong : kelompok sasaran yang masih rentan karena cakupan imunisasi campak rendah ( <80%) dalam 3 tahun terakhir. 2. Tahap Eliminasi Pada tahap eliminasi, cakupan imunisasi sudah sangat tinggi ( > 90%), dan daerah-daerah dengan cakupan imunisasi rendah sudah sangat kecil jumlahnya. Kasus campak sudah jarang dan KLB hampir tidak pernah terjadi. Anak-anak yang dicurigai tidak terlindung (suspectible) harus diselidiki dan mendapat imunisasi tambahan.
3. Tahap Eradikasi
Pada tahap ini, cakupan imunisasi sudah tinggi dan merata, kasus campak sudah tidak ditemukan. Transmisi virus sudah dapat diputus. Amerika Serikat merupakan salah satu Negara yang telah mencapai tahap eliminasi.







BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit campak merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Paramysovirus. Penyakit ini sangat mudah menular melalui udara. Penyakit ini berbahaya karena dapat menimbulkan komplikasi yang berakibat pada kematian. Pencegahan penyakit ini sangat efektif dilakukan dengan vaksinasi campak sehingga orang yang telah disuntik memiliki kekebalan terhadap penyakit ini.

B. Saran
1. Masyarakat harus melakukan vaksinasi campak pada bayinya yang berusia 9 bulan agar terhindar dari penyakit campak.
2. Masyarakat perlu menjaga daya tahan tubuh dan membentuk pola hidup sehat agar terhindar dari berbagai penyakit.











DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, Suharjo B., dkk. 2010. Vaksinasi, Cara Ampuh Cegah Penyakit Infeksi. Yogyakarta: Kanisius.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Pedoman Pemantauan dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi. Jakarta: Depkes RI.
Kerjasama Direktorat Jenderal PPM & PL Depkes RI dan PATH. 2005. Modul Pelatihan Safe Injection.
Mansjoer, Arif M,, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius.
Muchlastriningsih, Enny. 2005. Kecenderungan Kasus Campak Selama Empat Tahun (1997-2000) di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran. No. 148: 35-36.
Panitia Pekan Imunisasi Nasional Tingkat Pusat. 1997. Petunjuk Teknis Imunisasi Campak.
Priyono, Yunisa. 2010. Merawat Bayi Tanpa Baby Sitter. Yogyakarta: Medpress.
Setianingrum, Findra. 2010. Campak;Manifestasi Klinis-Tatalaksana. Artikel Imiah Kedokteran. (Online), (http://www.exomedindonesia.com/referensi-kedokteran/artikel-ilmiah-kedokteran/kulit/2010/11/27/campak-manifestasi-klinis-tatalaksana/ , diakses 13 Maret 2011).
Setiati, Eni. 2009. Mengenal Penyakit Balita. Yogyakarta: Medika.
Supartini, Yupi. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.
Wijayakusuma, M. Hembing. 2008. Ramuan Lengkap Herbal Taklukkan Penyakit. Jakarta: Pustaka Bunda.

ARTIKEL KESEHATAN


SYOK
Syok yang terjadi pada pasien bedah biasanya berupa syok hipovolemik, syok nerogenik jarang terjadi. Tanda-tanda syok secara klasik adalah sebagai berikut :
1.      Pucat
2.      Kulit dingin, basah
3.      Pernafasan cepat
4.      Sianosis pasa bibi, gusi, lidah
5.      Nadi ccepat, lemah dan bergetar
6.      Penurunan tekanan darah
7.      Urine pekat.
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah kolaborasi dengan dokter terkait dengan pengobatan yang dilakukan seperti terapi obat, penggantian cairan per IV dan juga terapi pernafasan. Terapi obat yang diberikan meliputi obat-obatan kardiotonik (natrium sitroprusid), diuretik, vasodilator dan steroid. Cairan yang digunakan adalah cairan kristaloid sperti ringer laktat dan koloid seperti terapi komponen darah, albumin, plasma. Terapi pernafasan dilakukan dengan memantau gas darah arteri, fungsi pulmonal dan juga pemberian oksigen melalui intubasi atau nasal kanul.
Intervensi mandiri keperawatan meliputi :
1.    Dukungan psikologis.
2.    Pembatasan  penggunaan energi.
3.    Pemantauan reaksi pasien terhadap pengobatan.
4.    Peningkatan periode istirahat.
5.    Pencegahan hipotermi dengan menjaga tubuh pasien agar tetap hangat karena hipotermi mengurangi oksigenasi jaringan.
6.    Melakukan perubahan posisi pasien tiap 2 jam dan mendorong pasien untuk melakukan nafas dalam untuk meningkatkan fungsi optimal paru.
7.    Pencegahan komplikasi dengan memonitor pasien secara ketat selama 24 jam. Seperti edema perifer dan edema pulmonal.
NYERI
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:
1) Fase antisipasi (terjadi sebelum nyeri diterima)
Fase ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena fase ini bisa mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan informasi pada klien.
2) Fase sensasi (terjadi saat nyeri terasa)
Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat subyektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleraransi terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. orang yang mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah sudah mencari upaya mencegah nyeri, sebelum nyeri datang.
Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar endorfin berbeda tiap individu, individu dengan endorfin tinggi sedikit merasakan nyeri dan individu dengan sedikit endorfin merasakan nyeri lebih besar.
Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi wajah, vokalisasi dan gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang digunakan perawat untuk mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat harus melakukan pengkajian secara teliti apabila klien sedikit mengekspresikan nyerinya, karena belum tentu orang yang tidak mengekspresikan nyeri itu tidak mengalami nyeri. Kasus-kasus seperti itu tentunya membutuhkan bantuan perawat untuk membantu klien mengkomunikasikan nyeri secara efektif.
3) Fase akibat (terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti)
Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami episode nyeri berulang, maka respon akibat (aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.
Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi hapir semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan membahayakan bagi pasien. Maka tak heran jika seringkali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang agak berlebihan dengan kecemasan yang mereka alami. Kecemasan yang mereka alami biasanya terkait dengan segala macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat segala macam prosedur pembedahan dan tindakan pembiusan. Perawat mempunyai peranan yang sangat penting dalam setiap tindakan pembedahan baik pada masa sebelum, selama maupun setelah operasi. Intervensi keperawatan yang tepat diperlukan untuk mempersiapkan klien baik secara fisik maupun psikis. Tingkat keberhasilan pembedahan sangat tergantung pada setiap tahapan yang dialami dan saling ketergantungan antara tim kesehatan yang terkait (dokter bedah, dokter anstesi dan perawat) di samping peranan pasien yang kooperatif selama proses perioperatif.
Ada 3 faktor penting yang terkait dalam pembedahan, yaitu penyakit pasien, jenis pembedahan yang dilakukan dan pasien sendiri. Dari ketiga faktor tersebut faktor pasien merupakan hal yang paling penting, karena bagi penyakit tersebut tidakan pembedahan adalahhal yang baik/benar. Tetapi bagi pasien sendiri pembedahan mungkin merupakan hal yang paling mengerikan yang pernah mereka alami. Mengingat hal terebut diatas, maka sangatlah penting untuk melibatkan pasien dalam setiap langkah-langkah perioperatif.
PRA OPERATIF
Fase pra operatif dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi bedah dan diakhiri ketika pasien dikirim ke meja operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara pra operatif dan menyiapkan pasien untuk anstesi yang diberikan dan pembedahan.
Keperawatan pre operatif merupakan tahapan awal dari keperawatan perioperatif. Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung pada fase ini. Hal ini disebabkan fase ini merupakan awalan yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya. Kesalahan yang dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap berikutnya. Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi.

INTRA OPERATIF
Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah ke instalasi bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup ?pemasangan IV cath, pemberian medikasi intaravena, melakukan pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Contoh : memberikan dukungan psikologis selama induksi anstesi, bertindak sebagai perawat scrub, atau membantu mengatur posisi pasien d atas meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar kesimetrisan tubuh.
Keperawatan intra operatif merupakan bagian dari tahapan keperawatan perioperatif. Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivitas yang dilakukan oleh perawat di ruang operasi. Aktivitas di ruang operasi oleh perawat difokuskan pada pasien yang menjalani prosedur pembedahan untuk perbaikan, koreksi atau menghilangkan masalah-masalah fisik yang mengganggu pasien. Tentunya pada saat dilakukan pembedahan akan muncul permasalahan baik fisiologis maupun psikologis pada diri pasien. Untuk itu keperawatan intra operatif tidak hanya berfokus pada masalah fisiologis yang dihadapi oleh pasien selama operasi, namun juga harus berfokus pada masalah psikologis yang dihadapi oleh pasien. Sehingga pada akhirnya akan menghasilkan outcome berupa asuhan keperawatan yang terintegrasi.
Untuk menghasilkan hasil terbaik bagi diri pasien, tentunya diperlukan tenaga kesehatan yang kompeten dan kerja sama yang sinergis antara masing-masing anggota tim. Secara umum anggota tim dalam prosedur pembedahan ada tiga kelompok besar, meliputi pertama, ahli anastesi dan perawat anastesi yang bertugas memberikan agen analgetik dan membaringkan pasien dalam posisi yang tepat di meja operasi, kedua ahli bedah dan asisten yang melakukan scrub dan pembedahan dan yang ketiga adalah perawat intra operatif.
Perawat intra operatif bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesejahteraan (well being) pasien. Untuk itu perawat intra operatif perlu mengadakan koordinasi petugas ruang operasi dan pelaksanaan perawat scrub dan pengaturan aktivitas selama pembedahan. Peran lain perawat di ruang operasi adalah sebagai RNFA (Registered Nurse First Assitant). Peran sebagai RNFA ini sudah berlangsung dengan baik di negara-negara amerika utara dan eropa. Namun demikian praktiknya di indonesia masih belum sepenuhnya tepat. Peran perawat sebagai RNFA diantaranya meliputi penanganan jaringan, memberikan pemajanan pada daerah operasi, penggunaan instrumen, jahitan bedah
dan pemberian hemostatis.
Untuk menjamin perawatan pasien yang optimal selama pembedahan, informasi mengenai pasien harus dijelaskan pada ahli anastesi dan perawat anastesi, serta perawat bedah dan dokter bedahnya.
PASCA OPERATIF
Fase pasca operatif dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan (recovery room) dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah. Lingkup aktivitas keperawaan mecakup renatang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase ini fokus pengkajian meliputi efek agen anstesi dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keprawatan kemudian berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta pemulangan.
Keperawatan post operatif adalah periode akhir dari keperawatan perioperatif. Selama periode ini proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan kondisi pasien pada keadaan equlibrium fisiologis pasien, menghilangkan nyeri dan pencegahan komplikasi. Pengkajian yang cermat dan intervensi segera membantu pasien kembali pada fungsi optimalnya dengan cepat, aman dan nyaman.
Upaya yang dapat dilakukan diarahkan untuk mengantisipasi dan mencegah masalah yang kemungkinan mucul pada tahap ini. Pengkajian dan penanganan yang cepat dan akurat sangat dibutuhkan untuk mencegah komplikasi yang memperlama perawatan di rumah sakit atau membayakan diri pasien. Memperhatikan hal ini, asuhan keperawatan post operatif sama pentingnya dengan prosedur pembedahan itu sendiri.
SIKAP

1.    Pengertian
Perilaku manusia juga dilatar belakangi oleh sikap. Sikap sendiri memeiliki pengertian sebagai “organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi relatif yang relatif ajeg yang disertai adanya perasaan tertentu dan memberikan dasar kepada organisme untuk membuat respon atau perilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya”. Atau dalam bahasa sederhana sikap adalah kesediaan beraksi terhadap suatu hal. Sikap memiliki beberapa pengertian dan definisi sebagai berikut :

• Sikap adalah predisposisi mental untuk melakukan suatu tindakan (Kimmball Young (1945)

• Sikap adalah keajegan dan kekhasan perilaku seseorang dalam hubungan dengan stimulus manusia atau kejadian-kejadian tertentu (Sherif & sherif 1956)

• Sikap adalah predidposisi yang dipelajari untuk merespon secara konsisten dalam tatacara tertentu dan berkenaan dengan objek tertentu (Fishbein & Ajzen 1975)

• Kesimpulannya pengertain sikap adalah kecenderungan untuk bertindak dan bereaksi terhadap stimulus atau rangsangan.

2.    Komponen sikap.
Sikap merupakan hubungan dari berbagai komponen yang terdiri atas :
Komponen kognitif : yaitu komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan dan informasi yang dimilki seseorang tentang objek sikapnya atau komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan atau bagaimana mempersepsi objek.
Komponen afektif : komponen yang bersifat evaluatif yang berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang.
Komponen konatif : kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang berhubungan dengan objek sikapnya atau komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek.

3.    Ciri-ciri sikap
Sikap memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
·      Sikap tidak dibawa sejak lahir
Berarti manusia dilahirkan tidak membawa sikap tertentu pada suatu objek. Oleh karenanya maka sikap terbentuk selama perkembangan individu yang bersangkutan. Karena terbentuk selama perkembangan maka sikap dapat berubah, dapat dibentuk dan dipelajari. Namun kecenderungannya sikap bersifat tetap.
·      Sikap selalu berhubungan dengan objek
Sikap terbentuk karena hubungan dengan objek-objek tertentu, melalui persepsi terhadap objek tersebut.
·      Sikap dapat tertuju pada satu objek dan sekumpulan objek
Bila seseorang memiliki sikap negatif pada satu orang maaka ia akan menunjukkan sikap yang negatif pada kelompok orang tersebut.
·      Sikap itu dapat berlangsung lama atau sebentar
Jika sikap sudah menjadi nilai dalam kehidupan seseorang maka akan berlangsung lama bertahan, tetapi jika sikap belum mendalam dalam diri seseorang maka sikap relaatif dapat berubah.
·      Sikap mengandung perasaan atau motivasi
Sikap terhaadap sesuaatu akan diikuti oleh perasaan tertentu baik positif maupun negatif. Sikap juga mengandung motivasi atau daya dorong untuk berperilaku.
PERDARAHAN
Penatalaksanaan perdarahan seperti halnya pada pasien syok. Pasien diberikan posisi terlentang dengan posisi tungkai kaki membentuk sudut 20 derajat dari tempat tidur sementara lutut harus dijag tetap lurus.
            Penyebab perdarahan harus dikaji dan diatasi. Luka bedah harus selalu diinspeksi terhadap perdarahan. Jika perdarahan terjadi, kassa steril dan balutan yang kuat dipasangkan dan tempat perdarahan ditinggikan pada posisi ketinggian jantung. Pergantian cairan koloid disesuaikan dengan kondisi pasien.
INFORMED CONSENT
Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup untuk dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed consent juga berarti mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telah menerima semua informasi yang ia perlukan sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat. Kekecualian dapat dibuat apabila informasi yang diberikan dapat menyebabkan guncangan psikis pada pasien.
Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki dasar moral dan etik yang kuat. Menurut American College of Physicians’ Ethics Manual, pasien harus mendapat informasi dan mengerti tentang kondisinya sebelum mengambil keputusan. Berbeda dengan teori terdahulu yang memandang tidak adanya informed consent menurut hukum penganiayaan, kini hal ini dianggap sebagai kelalaian. Informasi yang diberikan harus lengkap, tidak hanya berupa jawaban atas pertanyaan pasien.
KOMUNIKASI
Komunikasi merupakan komponen dasar dari hubungan antar manusia dan meliputi; pertukaran informasi, perasaan, pikiran dan perilaku antara dua orang atau lebih. Komunikasi mempunyai dua tujuan, yaitu untuk pertukaran informasi dan mempengaruhi orang lain.
Interaksi perawat dan pasien akan menghasilkan informasi untuk perawat tentang keadaan pasien dan pada waktu yang bersamaan perawat dapat memberikan informasi tentang cara-cara menyelesaikan masalah dengan strategi tertentu sehingga pasien terpengaruh dan mau melakukannya untuk penyelesaian masalah pasien. Jika pasien menerima dan melakukan informasi yang diberikan oleh perawat maka perilaku pasien berubah ke arah adaptif yang merupakan hasil utama tindakan keperawatan.
Sikap dalam berkomunikasi dapat ditampilkan melalui perilaku-perilaku berikut:
1.    Gerakan tubuh, seperti sikap tubuh, ekspresi wajah dan sikap-sikap lain. Misalnya: tersenyum, kontak mata, sedikit membungkuk pada saat bicara, tidak melipat tangan, tidak menyilangkan kaki, tidak memasukkan tangan ke kantong.
2.    Jarak saat berinteraksi, ruang intim sampai 50 cm, ruang pribadi 50-120 cm, dan ruang konsultasi sosial 275-365 cm. Komunikasi terapeutik pada umumnya terjadi di ruang pribadi, tetapi antara pasien dengan perawat tidak dibatasi meja.
3.    Sentuhan, dapat digunakan dalam komunikasi terapeutik, tetapi harus dilakukan secara tenang sambil menganalisis kondisi pasien dan respons yang mungkin akan diberikan oleh pasien. Sentuhan tidak tepat untuk beberapa situasi, misalnya: terhadap pasien yang penuh curiga dan tidak percaya kepada orang lain, pasien yang merupakan korban penganiayaan, pasien yang budayanya melarang atau membatasi sentuhan. Beberapa contoh sentuhan: bersalaman, menepuk bahu/mengangkat jempol/tepuk tangan untuk memberikan pujian, memegang tangan pasien pada saat pasien sedih dan menangis.
4.    Diam, dapat berguna untuk memfasilitasi pasien dalam mengekspresikan pikiran dan perasaannya. Misalnya: pada pasien menarik diri, setelah perawat mengajukan pertanyaan maka perawat diam untuk memberi kesempatan pada pasien berpikir tentang jawaban pertanyaan.
5.    Volume dan nada suara, mempengaruhi penyampaian pesan. Pada pasien lansia volume suara tinggi dengan nada rendah, pada pasien perilaku kekerasan, volume dan nada suara rendah tetapi tetap tegas.
CEMAS
Kecemasan, stress, takut, dan perasaan tegang (tension) meski merupakan istilah dengan pengertian yang berbeda satu dengan yang lainnya, tetapi semuanya itu menggambarkan kondisi kejiwaan manusia di jaman seperti sekarang ini, yang penuh dengan berbagai ketidak-pastian. Di antara sekian bentuk persoalan kejiwaan yang terjadi, para pakar kejiwaan sependapat bahwa Kecemasan merupakan salah satu problematika manusia terbesar pada jaman ini.
Kecemasan (anxiety) dapat diartikan sebagai perasaan kuatir, cemas, gelisah, dan takut yang muncul secara bersamaan, yang biasanya diikuti dengan naiknya rangsangan pada tubuh, seperti: jantung berdebar-debar, keringat dingin. Kecemasan dapat timbul sebagai reaksi terhadap "bahaya" baik yang sungguh-sungguh ada maupun yang tidak (hasil dari imajinasi saja) yang seringkali disebut dengan "free-floating anxiety" (kecemasan yang terus mengambang tanpa diketahui penyebabnya).
Menurut penyebab, dan lama berlangsungnya, kecemasan dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk, yakni:
1)   Phobic Anxiety, yaitu kecemasan yang timbul dikarenakan oleh phobia (ketakutan) tertentu, misalnya: Cemas karena takut berada di dalam kamar tertutup; Cemas ketika tidur di ruang yang gelap; Cemas lantaran berada di tempat tinggi.
2)   Acute Anxiety, ialah kecemasan yang muncul mendadak dengan intensitas yang tinggi, tapi tidak terlalu lama akan lenyap, misalnya: Ketika melihat orang yang mirip dengan pembunuh keluarganya, ia segera ketakutan dan beberapa saat setelah orang tadi pergi ia tenang kembali; Akibat mendengar hiruk pikuk yang mengingatkannya pada peristiwa Medio Mei, seorang ibu muda langsung histeris ketakutan, namun sesaat sesudah ia sadar bahwa itu bukan peristiwa sesungguhnya, ia menjadi tenang kembali.
3)   Chronic Anxiety, yakni kecemasan yang berlangsung lama dan terus menerus (dapat terjadi seumur hidup), meski dalam intensitas yang rendah, dan tanpa sebab yang jelas, misalnya: Orang "kagetan"; Hendak bepergian, selalu ingin kencing.
4)   Normal Anxiety, yaitu kecemasan yang beralasan, misalnya: Menjelang ujian, perasaan cemas muncul begitu besar; Cemas menunggu hasil operasi tumor dari salah satu anggota keluarga.
5)   Neurotic Anxiety, ialah kecemasan tanpa alasan yang jelas sebagai akibat konflik alam bawah sadar, misalnya: Sering punya perasaan bersalah akibat seringnya dipersalahkan pada masa kecil, dan kini muncul menjadi kecemasan yang berlarut-larut serta secara periodik muncul.


Senin, 01 Agustus 2011

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REMAJA DALAM MENGKONSUMSI MINUMAN KERAS

FAKTOR-FAKTOR  YANG MEMPENGARUHI REMAJA DALAM
 MENGKONSUMSI MINUMAN KERAS

logo_stikes_muh_gombong[1]








Disusun :
Taufik Hidayat
NIM : A21000386

 

 

SEKOLAH TINGGI ILMU  KESEHATAN

MUHAMMADIYAH GOMBONG

2011

BAB I
PENDAHULUAN



1
 
 


A.    LATAR BELAKANG
Proses perkembangan individu tidak selalu berjalan secara mulus atau sesuai harapan dan nilai–nilai yang dianut, karena banyak faktor yang menghambatnya. Faktor penghambat ini bisa bersifat internal atau eksternal. Faktor eksternal adalah yang berasal dari lingkungan seperti ketidak stabilan dalam kehidupan sosial politik, krisis ekonomi, perceraian orang tua, sikap dan perlakuan orang tua yang otoriter atau kurang memberikan kasih sayang dan pelecehan nilai – nilai moral atau agama dalam kehidupan agama atau masyarakat (Yusuf, 2007).
Iklim lingkungan yang tidak sehat tersebut, cenderung memberikan dampak yang kurang baik bagi perkembangan remaja dan sangat mungkin mereka akan mengalami kehidupan yang tidak nyaman, stres atau depresi. Dalam kondisi seperti inilah, banyak remaja yang meresponnya dengan sikap dan perilaku yang kurang wajar dan bahkan amoral, sperti kriminalitas, meminum minuman keras, penyalahgunaan obat terlarang, tawuran dan pergaulan bebas (Yusuf, 2007).
Dari sumber data Dinas Lalu Lintas dan Jalan Raya Jawa Tengah tahun 2007/2008 didapatkan kecelakaan lalu lintas yang dikarenakan mengendarai kendaraan dengan keadaan mabuk akibat minuman keras sebanyak 95 orang. Diantaranya 50 orang meninggal dunia, 25 orang luka parah, dan 20 orang lainnya luka ringan (http://www.DLLJR.co.id/).


Dari sumber lain menyebutkan kecelakaan yang terjadi di Kabupaten Wonosobo akibat minuman keras meningkat dari tahun ke tahun, mulai dari tahun 2006 jumlah korban 45 orang dengan kecelakaan sepeda motor sebanyak 30 orang dan 15 orang sebagai korban perkelahian, korban meninggal sebanyak 5 %. Tahun 2007 korban minuman keras sebanyak 55 orang dengan korban meninggal lebih banyak yaitu mencapai 30 orang. Tahun 2008 jumlah korban minuman keras menjadi 65 orang dengan kondisi sama yaitu mengendarai kendaraan bermotor maupun mobil.
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka peneliti merasa tertarik untuk mengadakan Karya Tulis Ilmiah melalui penelitian dengan judul ”Faktor-faktor yang mempengaruhi remaja dalam mengkonsumsi minuman keras di Kabupaten Wonosobo”.
B.    PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan keterangan remaja di Kabupaten Wonosobo yang mengatakan bahwa dengan minum minuman keras mereka mendapatkan banyak teman, kepercayaan diri mereka timbul, masalah akan teratasi saat minum minuman keras, disegani oleh orang, dan untuk menghilangkan stres,  sehingga peneliti tertarik untuk merumuskan masalah sebagai berikut : ”Apa saja faktor yang mempengaruhi remaja dalam mengkonsumsi minuman keras?”

C.   TUJUAN PENELITIAN
  1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi serta gambaran umum tentang faktor-faktor yang mempengaruhi remaja dalam mengkonsumsi minuman keras.
  1. Tujuan Khusus
a.    Mengidentifikasi faktor konsumsi minuman keras dikalangan remaja.
b.    Mengidentifikasi tentang pengaruh konsumsi minuman keras pada kehidupan remaja
c.    Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi remaja dalam mengkonsumsi minuman keras
d.    Mengetahui faktor apa yang paling tinggi yang mempengaruhi remaja dalam mengkonsumsi minuman keras dari faktor keingintahuan, faktor rendah diri dan faktor broken home.

D.   MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :
1.                    Bagi Desa
Sebagai bahan masukan dan pertimbangan dari pihak desa agar lebih meningkatkan perhatian dan pengawasan terhadap masyarakat khususnya dikalangan remaja dari pergaulan bebas terutama penggunaan minuman keras.
2.                    Bagi Para Remaja
Sebagai bahan pertimbangan bagi remaja akan bahaya yang ditimbulkan dengan mengkonsumsi minuman keras terhadap kesehatan fisik maupun psikologis serta dampaknya bagi masyarakat.

3.            Peneliti
Untuk menambah wawasan peneliti tentang pengaruh miuman keras dikalangan remaja dan sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya.






















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    TINJAUAN TEORI
1.        Remaja
a.    Definisi
Masa remaja secara psikologi merupakan masa peralihan dari masa anak–anak ke masa dewasa, pada masa remaja terjadi kematangan secara kognitif yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas yang memungkinkan remaja untuk berfikir abstrak (Komalasari, 2008 dalam Hutagalung C, 2008 ).
Fase remaja merupakan masa perkembangan individu yang sangat penting. Harold Alberty (1957) mengemukakan bahwa masa remaja merupakan suatu periode dalam perkembangan yang dijalani seseorang yang terbentang sejak berakhirnya masa kanak-kanak sampai dengan awal masa dewasa. Conger berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa yang amat kritis yang mungkin dapat erupakan the best of time and the worst of time (Sudrajat, A. 2008).

b.    Klasifikasi Remaja menurut umur
Masa remaja ini meliputi: remaja awal (12-15 tahun), remaja madya (15-18 tahun) dan  remaja akhir (19-22 tahun) (Yusuf, 2007). Analisis cermat mengenai semua aspek perkembangan masa remaja, yang secara global berlangsung antara umur 12-21 tahun, dengan pembagian 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja pertengahan, 18-21 tahun adalah masa remaja akhir, akan mengemukakan banyak faktor yang masing-masing perlu mandapat tinjauan tersendiri.
Para ahli umumnya sepakat bahwa rentangan masa remaja berlangsung dari usia 11-13 tahun sampai dengan 18-20 tahun (Syamsuddin, 2003). Pada rentangan periode ini terdapat beberapa indikator perbedaan yang signifikan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Oleh karena itu, para ahli mengklasifikasikan masa remaja ini ke dalam dua bagian yaitu: remaja awal (11-13 th s.d. 14-15 th), remaja akhir (14-16 th s.d.18-20 th) (Sudrajat, A. 2008).
c.    Ciri-ciri Masa Remaja
Ciri-ciri remaja menurut Hurlock (1992), antara lain :
1).   Masa remaja sebagai periode yang penting yaitu perubahan-perubahan yang dialami masa remaja akan memberikan dampak langsung pada individu yang bersangkutan dan akan mempengaruhi perkembangan selanjutnya.
2).   Masa remaja sebagai periode pelatihan. Disini berarti perkembangan masa kanak-kanak lagi dan belum dapat dianggap sebagai orang dewasa. Status remaja tidak jelas, keadaan ini memberi waktu padanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya.
3).   Masa remaja sebagai periode perubahan, yaitu perubahan pada emosi perubahan tubuh, minat dan peran (menjadi dewasa yang mandiri), perubahan pada nilai-nilai yang dianut, serta keinginan akan kebebasan.
4).   Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya dalam masyarakat.
5).   Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan. Dikatakan demikian karena sulit diatur, cenderung berperilaku yang kurang baik. Hal ini yang membuat banyak orang tua menjadi takut.
6).   Masa remaja adalah masa yang tidak realistik. Remaja cenderung memandang kehidupan dari kacamata berwarna merah jambu, melihat dirinya sendiridan orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan sebagaimana adanya terlebih dalam cita-cita.
7).   Masa remaja sebagai masa dewasa. Remaja mengalami kebingungan atau kesulitan didalam usaha meninggalkan kebiasaan pada usia sebelumnya dan didalam memberikan kesan bahwa mereka hampir atau sudah dewasa, yaitu dengan merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perilaku seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan.
d.    Perkembangan Masa Remaja
1).           Fase pubertas dan adolesensi
Arti adolesensi telah diterngakan diatas, sedangakan kata pubertas berasal dari kata puber (pubescent). Kata lain pubescere berarti mendapatkan pubes atau rambut kemaluan, yaitu suatu tanda kelamin sekunder yang menunjukan perkembangan seksual. (Mnks/Knoers/S.R.Haditono, 2004)
2).           Fase atau karakteristik perkembangan
a)    Perkembangan fisik dan seksual
Masa remaja merupakan salah satu di antara dua masa rentangan kehidupan individu, dimana terjadi pertumbuhan visik yang sangat pesat. Dalam perkembangan seksualitas remaja, ditandai dengan dua ciri, yaitu ciri-ciri seks primer dan ciri-ciri sekssekunder. Yang diuraikan lebih lanjut sebagai berikut:

1.    Ciri-ciri seks primer
Pada masa reamaja pria ditandai dengan sangat cepatnya pertumbuhan testis, yaitu pada tahun pertama dan kedua, kemudian
2.    Ciri-ciri seks sekunder
Ciri-ciri seks sekunder pada masa remaja,baik pria maupun wanita adalah: (wanita) tumbuh rambut pubik disekitar kemaluan, bertambah besar buah dada, bertambah besar pingul; (pria) tumbuh rambut pubik disekitar kemaluan, terjadi perubahan suara, tumbuh kumis, tumbuh gondok laki (jakun) (Yusuf, 2007 : 194).
b)    Perkembangan kognitif
Berzonsky dalam Yusuf (2007 : 196) mengajukan suatu model cabang-cabang yang membangun berpikir operasi formal. Menurut dia, berfikir formal itu memiliki dua isi yang khusus, yaitu: (1) pengetahuan estetika: yang bersumber dari pengalaman main musik, membaca literatur atau seni; dan (2) pengetahuan personal: yang bersumber dari hubungan interpersonal dan pengalaman-pengalaman kongkrit. Lebih lanjut, kemmpuan mengaplikasikan operasi formal tidak hanya berkaitan dengan pengalaman belajar khusus, tetapi juga dengan tingkah laku nonverbal: sikap, motif atau keinginan,  simbolik: simbol-simbol tertulis, sistematik: gagasan dan makna dan figural: representasi visual dari objek-objek konkret.
c)    Perkembangan emosi
Gessel dalam Yusuf (2007) mengemukakan bahwa remaja empat belas tahun seringkali mudah marah, mudah terangsang, dan emosinya cenderung “meledak”, tidak berusaha mengendalikan perasaannya. Sebaliknya, remaja enam belas tahun mengatakan bahwa mereka “tidak mempunyai keprihatinan”. Jadi adanya badai dan tekanan dalam periode ini berkurang menjelang berakhirnya awal masa remaja.
d)    Perkembangan sosial
Remaja sebagai bunga dan harapan bangsa serta pemimpin dimasa depan sangat diharapkan dapat mencapai perkembangan sosial secara matang, dalam arti dia memiliki penyesuaian sosial (social adjusment) yang tepat.
Penyesuaian sosial ini dapat diartikan sebagai “kemampuan untuk mereaksi secara tepat terhadap realitas sosial, situasi dan relasi”. Remaja dituntut untuk memiliki kemampuan penyesuaian sosial ini, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Karakteristik penyesuaian sosial remaja ditiga lingkungan tersebut adalah sebagai berikut:
1).   Di lingkungan keluarga
Menjalin hubungan baik dengan anggota keluarga, Menerima otoritas orang tua, Menerima tenggung jawab dan batasan-batasan (norma) keluarga, Berusaha membantu anggota keluarga.
2).   Di lingkungan sekolah
Bersikap respek dan mau menerima peraturan sekolah
Berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan sekolah
Menjalin persahabatan dengan teman-teman disekolah
Bersikap hormat terhadap guru, pemimpin sekolah dan staf
Membantu sekolah dalam merealisasikan tujuan-tujuan
3).   Di lingkungan masyarakat
Mengakui dan respek terhadap hak-hak orang lain
Memelihara jalinan persahabatan dengan orang lain
Bersikap simpati dan altruis terhadap kesejahteraan orang lain, Bersikap respek terhadap nilai-nilai, hukum, tradisi, dan kebijakan-kebijakan masyarakat (Alexander A. Schneiders dalam Yusuf, 2007).
e)    Perkembangan moral
Keragaman tingkat moral remaja disebabkan oleh faktor penentunya yang beragam juga. Salah satu faktor faktor penentu atau mempengaruhi perkembangan moral remaja itu adalah orang tua. Menurut Adam dan Gullota (1983) terdapat beberapa hasil penelitian yang menunjukan bahwa orangtua mempenagruhi moral remaja, yaitu sebagai berikut:
Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat moral remaja dengan tingkat moral orangtua (Haan, Langer, Kohlberg, 1976). Ibu-ibu remaja yang anaknya tidak nakal mempunyai skor lebih tinggi dalam tahapan nalar moralnya daripada ibu yang anaknya nakal; remaja yang tidak nakal mempunyai skor yang lebih tinggi dalam kemampuan naral moralnya daripada remaja yang nakal (Hudgins & Prentice, 1973)
Terdapat dua faktor yang menigkatkan perkembangan moral anak dan remaja, yaitu orangtua yang mendorong anak berdiskusi secara demokratik dan terbuka mengenai berbagai isu, dan orangtua yang menerapkan disiplin terhadap anak dengan tehnik berfikir induktif (Parikh, 1980 dalam Yusuf, 2007).
f)     Perkembangan kepribadian
Ada empat alternatif bagi remaja dalam menguji diri dan plihan pilihannya, yaitu:
Identity Achievement”, yang berarti bahwa setelah remaja memahami pilihan yang realistik, maka dia harus membuat pilihan dan perilaku sesuai dengan pilihannya.
“Identity Foreclosure”, yang berarti menerima pilihan orang tua tanpa mempertimbangkan pilihan-pilihan.
“Identity Diffusion ”, yaitu kebingungan tentang siapa dirinya dan mau apa dalam hidupnya.
Mora torium yang berarti penundaan dalam komitmen remaja terhadap pilihan-pilihan aspek pribadi atau okupasi (Yusuf, 2007).
Perkembangan identitas dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah:
Iklim keluarga, yaitu berkaitan dengan iteraksi sosio-emosional antara anggota keluarga, sikap dan perlakuan orang tua terhadap anak.
Tokoh idola, yaitu orang-orang yang dipresepsi oleh remaja sebagai figur yang memiliki posisi dimasyarakat.
Peluang pengembangan diri, yaitu kesempatan untuk melihat kedepan dan menguji dirinya dalam setting (adegan) kehidupan yang beragam (Yusuf, 2007).
Perkembangan kesadaran beragama, kemampuan berfikir abstrak remaja memungkinkannya untuk dapat mentransformasikan keyakinan beragamanya. Dia dapat mengapresiasi kualitas keabstrakan Tuhan sebagai yang Maha Adil, Maha Kasih Sayang (Yusuf, 2007).
3).           Tugas Perkembangan Remaja
Menurut Mappiare (1982) mengemukakan tugas-tugas perkembangan remaja:
a)    Menerima keadaan fisiknya.
b)    Menjalin hubungan baru dengan teman-teman sebaya baik sesama atau lawan jenis.
c)    Memperoleh kebebasan secara emosional dari orang tuanya dan orang dewasa lainnya.
d)    Memperoleh kepastian dalam hal kebebasan pengaturan ekonomis.
e)    Memilih dan mempersiapkan diri ke arah suatu pekerjaan.
f)     Mengembangkan ketrampilan-ketrampilan dan konsep-konsep
Intelektual yang diperlukan dalam hidup sebagai warga negara yang terpuji.
g)    Menginginkan dan dapat berperilaku yang diperbolehkan oleh masyarakat.
h)    Mempersiapkan diri untuk pernikahan dan hidup berkeluarga.
i)      Menyusun nilai-nilai kata hati yang sesuai dengan gambaran dunia, yang diperoleh dari ilmu pengetahuan.
     
2.        Minuman Keras
a.    Pengertian
Yang dimaksud dengan minuman keras ialah segala jenis minuman yang memabukan, sehingga dengan meminumnya menjadi hilang kesadarannya, yang termasuk minuman keras seperti arak (khamar) minuman yang banyak mengandung alkohol, seperti wine, whisky brandy, sampagne, malaga dan lain-lain, selain itu juga ada benda padat yang bias memabukkan seperti ganja, morfin, candu, pil BK, nipan, magadon, dan lain-lain atau biasa yang di sebut dengan narkoba dan lain-lain sama termasuk kategori minuman keras (Zulvikar, 2008).
Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etanol. Etanol adalah bahan psikoaktif dan konsumsinya menyebabkan penurunan kesadaran. Di berbagai negara, penjualan minuman beralkohol dibatasi ke sejumlah kalangan saja, umumnya orang-orang yang telah melewati batas usia tertentu ( Anonimity B).
Dari pengertian di atas kita dapat melihat bahwa banyak di sekitar kita yaitu jenis minum-minuman keras, bahkan di sekitar kita, tanpa kita sadari sudah banyak orang-orang yang telah mengkonsumsi minuman keras dan bisa saja orang itu adalah keluarga, saudara atau teman-teman kita yang ada di sekeliling kita.

Dalam banyak kasus, alkohol dan khamar adalah identik. Namun sebenarnya yang dimaksud dengan khamar di dalam Islam itu tidak selalu merujuk pada alkohol. Yang disebut khamar adalah segala sesuatu minuman dan makanan yang bisa menyebabkan mabuk. Perlu diingat bahwa alkohol hanyalah salah satu bentuk zat kimia. Zat ini juga digunakan untuk berbagai keperluan lain seperti dalam desinfektans, pembersih, pelarut, bahan bakar dan sebagai campuran produk-produk kimia lainnya. Untuk contoh-contoh pemakaian tersebut, maka alkohol tidak bisa dianggap sebagai khamar, oleh karenanya pemakaiannya tidak dilarang dalam Islam (Obrolan Islam, 2008).
b.    Bahan Pembuatan Minuman Keras / Minuman Beralkohol
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan minuman keras adalah bahan-bahan alami yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Secara umum ada dua jenis tanaman yang sering dipakai, yaitu perasan buah (jus) dan biji-bijian, meskipun kadang-kadang nira atau tebu juga dipakai untuk minuman beralkohol tradisional. Perasan buah yang paling banyak dipakai adalah anggur, sedangkan biji-bijian yang banyak digunakan adalah barley, gandum, hope dan beras.
Dalam pembuatannya bahan-bahan tersebut kemudian difermentasi. Fermentasi adalah proses pengolahan yang menggunakan peranan mikroorganisme (jasad renik), sehingga dihasilkan produk-produk yang dikehendaki. Jasad renik adalah makhluk hidup yang sangat kecil, sehingga mata biasa tidak mampu melihatnya. Ia hanya bisa dilihat dengan menggunakan mikroskop.

Mikroorganisme ada di mana-mana di sekeliling kita, seperti pada tanah, air, bahan makanan, bahkan melayang-layang di udara yang kita hirup setiap hari. Jenis mikroorganisme ini sangat banyak. Dalam mikrobiologi pangan, kita mengenal tiga jenis jasad renik, yaitu kapang (jamur), bakteri dan khamir (yeast). Jamur dan bakteri lebih dikenal masyarakat karena juga berkaitan dengan penyakit. Kalau kita terserang penyakit kulit, seperti panu, kadas dan kurap, maka penyebabnya adalah sejenis jamur penyebab penyakit. Sedangkan bakteri banyak menyebabkan berbagai jenis penyakit menular, seperti TBC, Thypus, Colera, Desentri, dan sebagainya (Anonimity B).
Seseorang pecandu minuman keras tidak dapat lagi berhenti minum tanpa merasakan akibat yang buruk bagi dirinya. Ia menjadi tergantung pada minuman keras, secara fisik maupun psikologis. Minuman keras merupakan penekanan (depresant) terdapat aktifitas di bagian susuan saraf pusat. Peminum minuman keras akan kekuranagn rasa pencegah atau sifat menghalangi. Ia merasa bebas dari rasa tanggungjawab dan kegelisahan. pengawasan terhadap pikiran dan badan terancam akibat dirinya mabuk (Sasangka, 2003 dalam Ulfah, 2005)
Pemakai merasa tegas, euforia, hambatan dirinya kurang sehingga berbicara lebih banyak dari biasanya, merasa lebih bebas dalam hubungan antar personal, muka kelihatan kemerah-merahan karena tekanan darah dan denyut jantung meningkat. Peminum akan gelisah, tingkah lakunya kacau, bicara cedal, berjalan semponyongan (Sasangka dalam Ulfah, 2005)


      3.      Faktor Yang Mempengaruhi Penggunaan Minuman Keras di Kalangan Remaja
Puspitawati dalam Ulfah (2005) menyebutkan beberapa remaja terjerumus dalam masalah minuman keras karena dipengaruhi lingkungan pergaulan antara lain sebagai berikut :
Remaja yang selalu minum-minuman keras selalu mempunyai “kelompok pemakai”. Awalnya remaja hanya mencoba-coba karena keluarga atau teman-teman yang yang menggunakannya, namun ada yang kemudian menjadi kebiasaan. Pada remaja yang “kecewa” dengan kondisi diri dan keluarganya, Sering menjadi lebih suka untuk mengorbankan apa saja demi hubungan baik dengan teman-teman sebanyanya. Adanya “ajakan” atau “tawaran” dari teman serta banyaknya film dan sarana hiburan yang memberikan contoh “model pergaulan moderen” biasanya mendorong remaja minum-minuman keras secara berkelompok.
Apabila remaja telah menjadi terbiasa minum minuman keras dan karena mudah mendapatkannya, maka remaja akan memakainya sendiri sehingga tanpa disadari lama-kelamaan akan ketagihan. Penggunaan minuman keras di kalangan remaja umumnya karena minuman keras tersebut menjanjikan sesuatu yang menjadi rasa kenikmatan, kenyamanan dan kesenangan dan ketenangan. walaupun hal itu dirasakan secara semu.




 Menurut Noegroho Djajoesman di sebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
a.    Lingkungan sosial
Keingintahuan yaitu Motif ingin tahu, bahwa remaja selalu mempunya sifat selalu ingi tahu segala sesuatu yang belum atau kurang diketahui dampak negatifnya. Misalnya saja ingin tahu bagaimanakah rasanya minuman keras. Kesempatan, karena kesibukan orang tua maupun keluarga dengan kegiatannya masing-masing atau akibat broken home yaitu kurangnya perhatian dari keluarga atau kuarangnya kasih sayang dari orang tua sehingga membuat mental seorang anak menjadi frustasi, brutal dan susah diatur. Kurang kasih sayang dan sebagainya maka dalam kesempatan tersebut kalangan remaja berupanya mencari pelarian dengan cara minum-minuman keras.
Sarana dan prasarana, sebagai ungkapan rasa kasih sayang terhadap putra-putrinya terkadang orang tua memberikan fasilitas dan uang yang berlebihan. Namun hal tersebut disalahgunakan untuk memuaskan segala keinginan dirinya antara lain berawal dari minum minuman keras.
b.    Keperibadian
Rendah diri yaitu perasaan seseorang lebih rendah dari satu atau lain hal dalam pergaulan masyarakat, karena tidak dapat mengatasi perasaan tersebut maka untuk menutupi kekurangan dan agar dapat menunjukan eksistensi dirinya. Maka menyalah gunakan minuman keras sehingga dapat merasa mendapatkan apa yang diangan-angankan antara lain lebih aktif, lebih berani dan sebagainya. Emosional, emosi remaja pada umunnya masih labil apabila pada masa puberitas, pada masa tersebut biasanya ingin lepas dari ikatan aturan-aturan yang diberlakukan oleh orang tua untuk memenuhi kehidupan peribadinya, sehingga hal tersebut menimbulakn konflik pribadi. Dalam upaya untuk melaksanakan konflik pribadi tersebut ia mencari pelarian dengan minum-minuman keras dengan tujuan untuk mengurangi ketagihan dan aturan yang diberikan oleh orang tua (Djajoesman dalam Ulfah, 2005)

4.            Efek Minuman Beralkohol
Bila dikonsumsi berlebihan, minuman beralkohol dapat menimbulkan ganggguan mental organik (GMO), yaitu gangguan dalam fungsi berpikir, merasakan, dan berprilaku. Timbulnya GMO itu disebabkan reaksi langsung alkohol pada sel-sel saraf pusat. Karena sifat adiktif alkohol itu, orang yang meminumnya lama-kelamaan tanpa sadar akan menambah takaran/dosis sampai pada dosis keracunan atau mabuk (Anonimity B)
Mereka yang terkena GMO biasanya mengalami perubahan perilaku, seperti misalnya ingin berkelahi atau melakukan tindakan kekerasan lainnya, tidak mampu menilai realitas, terganggu fungsi sosialnya, dan terganggu pekerjaannya. Perubahan fisiologis juga terjadi, seperti cara berjalan yang tidak mantap, muka merah, atau mata juling. Perubahan psikologis yang dialami oleh konsumen misalnya mudah tersinggung, bicara ngawur, atau kehilangan konsentrasi (Anonimity B).
Mereka yang sudah ketagihan biasanya mengalami suatu gejala yang disebut sindrom putus alkohol, yaitu rasa takut diberhentikan minum alkohol. Mereka akan sering gemetar dan jantung berdebar-debar, cemas, gelisah, murung, dan banyak berhalusinasi (Anonimity B)
a.    Ciri-ciri perilaku remaja yang meminum minuman keras
Puspitawati dalam Ulfah (2005) menyebutkan ciri-ciri perilaku remaja yang minum minuman keras antara lain sebagai berikut :
1).   Perubahan perangai atau perilaku seperti : yang biasanya periang tiba-tiba menjadi pemurung, mudah tersinggung dan cepat marah tanpa alasan yang jelas.
2).   Sering menguap dan mengantuk, malas, melamun dan tidak memperdulikan kebersihan dan penampilan diri.
3).   Menjadi tidak disiplin atau sering kabur, baik di rumah maupun di sekolah.
4).   Nilai rapor atau prestasinya menurun.
5).   Bersembunyi di tempat gelap atau sepi agar tidak terlihat orang.
6).   Lebih banyak bergaul dengan orang-orang tertentu saja yang mempunyai ciri-ciri dan tanda-tanda diatas.
7).   Mencuri apa saja milik orang tua atau saudara untuk membeli minuman keras.
8).   Sering cemas, mudah stress atau gelisah, sukar tidur.
9).   Pelupa, seperti orang bego atau pikun.
10).    Mata merah seperti mengantuk terus atau memakai kacamata hitam.
b.    Dampak Kalangan Remaja Minum-minuman Keras
1).           Farmologi
Bahwa minuman keras larut dalam air sebagai molekul-molekul kecil sehingga dengan waktu yang relatif singkat dapat dengan cepat di serap melalui pencernaan kemudian disebarluaskan keseluruh jaringan dan cairan. Pada jaringan otak, kadar minuman keras lebih banyak daripada yang berada dalam darah sehingga dalam waktu 30 menit pertama penyerapan mencapai 58% kemudian 88% dalam 60 menit pertama selanjutnya 935 dalam 90 menit pertama (Djajoesman dalam Ulfah, 2005).
2).           Ganguan kesehatan fisik
a)    Meminum minuman keras dalam jumlah yang banyak dan dalam waktu yang lama menimbulkan kerusakan dalam hati, jantung pankreas, lambung dan otot. Pada pemakaian kronis minuman keras dapat terjadi pergeseran hati, peradangan pangkreas dan peradangan lambung.
b)    Meminum minuman beralkohol banyak, akan menimbulkan kerusakan hati, jantung, pangkreas dan peradangan lambung, otot syaraf, mengganggu metabolisme tubuh, membuat penis menjadi cacat, impoten serta gangguan seks lainnya.
3).           Gangguan kesehatan jiwa
a)    Meminum minuman keras secara kronis dalam jumlah berlebihan dapat menimbulkan kerusakan jaringan otak sehingga menimbulkan gangguan daya ingatan, kemampuan penilaian, kemapuan belajar, dan gangguan jiwa tertentu.
b)    Akibat minuman keras, alam perasan seseorang menjadi berubah, orang menjadi mudah tersinggung dan perhatian terhadap lingkungan terganggu yang pada giliranya tersingkirkan dari lingkungan sosialnya dan atau dikeluarkan dari pekerjaannya.
c)    Dapat merusak secara permanen jaringan otak sehingga menimbulkan gangguan daya ingatan, kemampuan penilaian, kemampuan belajar dan gangguan jiwa tertentu (Anonimity B).

B.    KERANGKA TEORI

Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi minuman keras :

a.    Lingkungan sosial:
1.    Keingintahuan
2.    Kesempatan
3.    Broken home
4.    Sarana dan prasarana

b.    Kepribadian
1.    Rendah diri
2.      Emosional
 

Sumber : Noegroho Djajoesman (2005 )


C.   KERANGKA KONSEP


BAB III
METODA PENELITIAN

A.   RUANG LINGKUP PENELITIAN
1.   Ruang lingkup keilmuan
Penelitian ini meliputi bidang ilmu keperawatan komunitas.
2.   Ruang lingkup materi
Materi penelitian yang diteliti adalah studi deskriptif . Faktor-faktor yang mempengaruhi remaja dalam mengkonsumsi minuman keras di RW 2 Kelurahan Kalianget Kecamatan Wonosobo Kabupaten Wonosobo.
3.   Ruang lingkup sasaran
Sasaran dalam penelitian ini adalah remaja di RW 2 Kelurahan Kalianget.
4.   Ruang lingkup wilayah
Dalam penelitian ini wilayah yang penulis gunakan sebagai tempat penelitian adalah RW 2 kelurahan Kalianget Kecamatan Wonosobo Kabupaten Wonosobo.
5.   Ruang lingkup Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November-Desember 2009.
B.   JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN
24
 
Penelitian menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan metode penelitian survey. Yaitu peneliti melakukan pendekatan secara langsung pada remaja di RW 2 . Variabel independent dan dependent diamati dalam waktu yang bersamaan dengan menggunakan instrumen penelitian kuesioner.
Jenis penelitian yang digunakan adalah non eksperimental korelasi yaitu penelitian secara langsung dengan mengambil sampel dari suatu populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai pengumpulan data penelitian karena untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel yang diteliti. Sugiyono, (2002).          
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cross Sectional dimana peneliti melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat yang bersamaan atau sekali waktu. Hal ini dilakukan karena peneliti hanya ingin mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi remaja dalam mengkonsumsi minuman keras.
C.   POPULASI / SAMPEL
1.    Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah remaja di RW 2 kelurahan Kalianget sebanyak 125 remaja putra maupun remaja putri.
2.    Sampel
Sampel penelitian adalah hasil dari penyelesaian populasi yang dapat mewakili populasi yang ada (Nursalam 2003) ditentukan dengan cara purposive sampling, yaitu pengambilan sampel yang berdasarkan tujuan tertentu. Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah remaja yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
a.    Kriteria inklusi, yaitu karakteristik umum subjek peneliti dari suatu populasi yang menentukan subjek-subjek tersebut masuk dalam sampel penelitian. (Bhisma Murti, 2003). Kriteria Inklusi dalam penelitian ini adalah:
1)   Remaja yang mengkonsumsi minuman keras di RW 2 Kelurahan Kalianget.
2)   Bersedia menjadi responden secara tertulis
b.    Kriteria eksklusi, adalah kriteria-kriteria yang menentukan subjek-subjek harus keluar dari sampel penelitian (Bhisma Murti, 2003). Kriteria eksklusi dalam penelitan ini adalah:
1)    Remaja yang tidak mengkonsumsi minuman keras di RW 2 Kelurahan Kalianget.
2)    Tidak bersedia menjadi responden penelitian secara tertulis
c.    Besar sampel
Besar sampel yang akan digunakan sebesar 50 remaja putra maupun remaja putri.

D.   VARIABEL PENELITIAN
1.            Variabel independent
Menurut Notoatmojo (2002) variabel independent adalah yang mempengaruhi atau menyebabkan variabel tergantung. Dalam penelitian ini yang termasuk variabel bebas adalah Variabel dependent Faktor-Faktor yang mempengaruhi remaja.
2.    Variabel dependent
Menurut Notoatmojo (2002) mengatakan bahwa variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau diakibatkan oleh variabel bebas dalam penelitian ini yang termasuk dalam variabel terikat adalah konsumsi minuman keras.
E.    DEFINISI OPERASIONAL
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional dan berdasarkan karakteristik yang diamati. Memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena. Pada definisi operasional dapat ditemukan parameter yang dijadikan ukuran dalam penelitian.
No
Variabel
Definisi Operasional
Alat dan cara ukur
Skala
1.
Faktor keingin tahuan
Suatu motif ingin tahu tentang segala sesuatu yang belum atau kurang diketahui dampak negatifnya
Jumlah pertanyaan 5
Jawaban Ya
 skor 1
Jawaban Tidak skor 0
Total skor 5
Kategori:
Tinggi 3-5
Rendah ≤2







Ordinal
2.
Faktor rendah diri
Rendah diri adalah perasan seseorang lebih rendah dari satu atau lain hal

Jumlah pertanyaan 5
Jawaban Ya
 skor 1
Jawaban Tidak skor 0
Total skor 5
Kategori:
Tinggi 3-5
Rendah ≤2

Ordinal
3.
Faktor broken home
Kurangnya perhatian dari keluarga atau kurangnya kasih sayang dari orang tua sehingga membuat mental seorang anak menjadi frustasi, brutal dan susah diatur.
Jumlah pertanyaan 5
Jawaban Ya
 skor 1
Jawaban Tidak skor 0
Total skor 5
Kategori:
Tinggi 3-5
Rendah ≤2




Ordinal
4.

Remaja yang mengkonsumsi minuman keras
Anak berusia 12-21 tahun yang mengkonsumsi segala jenis minuman yang memabukan sehingga dengan meminumnya menjadi hilang kesadaran

Jumlah pertanyaan 5
Jawaban Ya
 skor 1
Jawaban Tidak
skor 0
Total skor 5
Kategori
Berat 3-5
Ringan 2
Ordinal

F.    BAHAN, ALAT PENELITIAN DAN CARA PENGUMPULAN DATA
Peneliti mengadakan pendekatan kepada calon responden supaya bersedia untuk menjadi responden dan bersedia menandatangani surat persetujuan menjadi responden. Peneliti memberi informasi tata cara pengisian kuesioner kemudian kuesioner diberikan kepada responden untuk diisi sesuai dengan petunjuk dalam format kuesioner.
Memberitahukan kepada responden supaya semua pertanyaan yang ada dalam kuesioner diisi dan bila sudah selesai diisi dikembalikan kepada peneliti. Bila semua kuesioner yang telah terkumpul peneliti dapat melanjutkan kelangkah berikutnya yaitu pengolahan dan analisa data.
Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang dibuat sendiri oleh peneliti yang terdiri dari sejumlah pertanyaan yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden. Kuesioner terbagi dalam 2 bagian, yaitu bagian 1 dan bagian 2.
Bagian A berisi tentang data-data demografi responden yang meliputi no. sampel, no. registrasi, nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat, agama.
Bagian B adalah bentuk kuesioner yang digunakan untuk variable dependent dan independent yang terdiri dari pertanyaan sesuai dengan variable yang ada.
G.   TEHNIK PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA
1.   Pengolahan data
Pengolahan data penelitian dilakukan dengan tahap-tahap:
a.    Editing
Editing dilakukan dengan cara meneliti kembali isian lembar daftar pertanyaan sudah lengkap atau belum, hal ini dilakukan di tempat pengumpulan data sehingga apabila terdapat kekurangan dapat segera diperbaiki.
b.    Coding
Peneliti mengklasifikasikan jawaban-jawaban atau’ hasil-hasil yang ada menurut macamnya. Klasifikasi dilakukan dengan jalan menandai masing-masing jawaban dengan kode berupa huruf, kemudian dimasukkan dalam lembaran tabel kerja guna mempermudah melihatnya.
c.    Scoring
Peneliti memasukkan data-data hasil penelitian ke dalam tabel-tabel sesuai kriteria, sehingga mempermudah memasukkan data di komputer.

d.    Tabulating
Merupakan tahap untuk mengelompokan data ke dalam suatu data tertentu menurut sifat yang dimiliki sesuai dengan tujuan penelitian untuk memudahkan pengolahan data selanjutnya.
e.    Entry data
Memasukan data ke dalam computer dengan menggunakan aplikasi program computer.

2.   Analisa data
a.    Data Demografi Responden
Dalam analisa data penelitian, peneliti menggunakan tabel distribusi frekuensi untuk menentukan karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin dan pendidikan.
b.    Analisa Univariat
Untuk mengetahui distribusi frekuensi masing–masing variabel independen digunakan rumus :
P    =          fi     x    100%
                   N

Keterangan :        
                      P   =   presentase
                      Fi   =   frekwensi teramati
                       N  =   jumlah responden

H.   ETIKA PENELITIAN
Dalam penelitian ini, peneliti menekankan pada masalah etika yang meliputi:
1.    Lembar persetujuan menjadi responden (informed consent)
Sebelum lembar kerja persetujuan diberikan kepada responden, terlebih dahulu peneliti memberikan penjelasan maksud dan tujuan penelitian yang akan dilakukan serta dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Jika responden bersedia diteliti maka diberi lembar permohonan menjadi responden (lampiran satu) dan lembar persetujuan menjadi responden (lampiran dua) yang harus ditandatangani, tetapi jika responden menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-haknya.
2.    Tanpa nama
Untuk menjaga kerahasian informasi dari responden, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden pada lembar yang dilakukan oleh peneliti sebelum lembar data diberikan kepada responden. Setelah lembar data ada pada responden.
3.    Kerahasiaan
Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti dengan cara bahwa informasi tersebut hanya akan diketahui oleh peneliti dan pembimbing atas persetujuan responden dan hanya kelompok data tertentu yang disajikan sebagai hasil penelitian. Selanjutnya lembar pengumpul data dimusnahkan dengan dibakar setelah jangka waktu dua tahun.