Selasa, 04 Oktober 2011

Pemeriksaan Fisik Pada Anak

PEMERIKSAAN FISIK PADA ANAK

A KEPALA

 Bentuk kepala ; makrosefali atau mikrosefali
 Tulang tengkorak :
 Anencefali : tidak ada tulang tengkorak

 Encefalokel : tidak menutupnya fontanel occipital

 Fontanel anterior menutup : 18 bulan

 Fontanel posterior : menutup 2 – 6 bulan

 Caput succedeneum : berisi serosa , muncul 24 jam pertama dan hilang dalam 2 hari

 Cepal hematoma : berisi darah,muncul 24 – 48 jam dan hilang 2 – 3 minggu

 Distribusi rambut dan warna

 Jika rambut berwearna / kuning dan gampang tercabut merupakan indikasi adanya gangguan nutrisi

 Ukuran lingkar kepala 33 – 34 atau < 49 dan diukur dari bagian frontal kebagian occipital. B. MUKA  simetris kiri kanan  Tes nervus 7 ( facialis )  Sensoris : Menyentuhkan air dingin atau air hangat daerah maksilla dan mandibula dan menyebutkan apa yang dirasakan.  Motorik : pasien diminta mengerutkan dahi,kemudian menutup mata kuat-kuat sementara jari-jari pemeriksa menahan kedua kelopak mata agar tetap terbuka.  Tes nervus 5 ( trigeminus )  Sensorik : menyentuhkan kapas pada daerah wajah dan apakah ia merasakan sentuh tersebut  Motorik : menganjurkan klien untuk mengunyah dan pemeriksa meraba otot masenter dan mandibula. C. MATA  Simetris kanan kiri  Alis tumbuh umur 2-3 bulan  Kelopak mata :  Oedema  Ptosis : celah kelopak matamenyempit karena kelopak mata atas turun.  Enof kelopak mata mnyempit karena kelopak mata atas dan bawah tertarik kebelakang.  Exoptalmus : pelebaran celah kelopak mata, karena kelopak mata atas dan bawah tertarik kebelakang.  Pemeriksaan nervus II ( optikus),test konfrontasi dan ketajaman penglihatan.  Sebagai objek mempergunakan jari  Pemeriksa dan pasaien duduk berhadapan ,mata yang akan diperiksa berhadapan dengan mata pemeriksa ,yang biasanya berlawanan, mata kiri dengan mata kanan,pada garis ketinggian yang sama.  Jarak antara keduanya berkisar 60 – 100 cm. Mata yang lain ditutup,obyek mulai digerakkkan oleh pemeriksa mulai dari samping telinga ,apabila obyek sudah tidak terlihat oleh pemeriksa maka secara normal obyek tersebut dapat dillihat oleh pasien.  Anak dapat disuruh membaca atau diberikan Snellen Chart.  Pemeriksaan nervus III ( Oculomotoris refleks cahaya)  Pen light dinyalakan mulai dari samping) atrau, kemudian cahaya diarahkan pada salah satu pupil yang akan diperiksa, maka akan ada rekasi miosis.  Apakah pupil isokor kiri atau kanan  Pemeriksaan Nervus IV ( Troclearis ) pergerakan bola mata  Menganjurkan klien untuk melihat ke atas dan ke bawah.  Pemeriksaan nervus VI ( Abdusen )  Menganjurkan klien untuk melihat ke kanan dan ke kiri.  Pemeriksaan nervus V( Trigeminus) Refleks kornea  Tutup mata yang satu dengan penutup  Minta klien untuk melirik kearah laterosuperior ( mata yang tidak diperiksa)  Sentuhkan pilinan kapas pada kornea, respon refleks berupa kedipan kedua mata secara cepat.  Glaberal refleks: mengetuk dahi diantara kedua mata,hasil positif bila tiap ketukan mengakibatkan kedua mata klien berkedip.  Doll eye refleks : bayi dipalingkan dan mata akan ikut ,tapi hanya berfookus pada satu titik. D.HIDUNG  Posisi hidung apakah simetris kiri kanan  Jembatan hidung apakah ada atau tidak ada, jika tidak ada diduga down syndrome.  Cuping hidung masih keras pada umur < 40 hari  Pasase udara : gunakan kapas dan letakkan di depan hidung, dan apabila bulu kapas bergerak, berarti bayi bernafas.  Gunakan speculum untuk melihat pembuluh darah mukosa, secret, poliup, atau deviasi septum.  Pemeriksaan nervus I ( Olfaktoris)  Tutup salah satu lubang hidung klien ,berikan bau bauan , lalu klien diminta untuk menyebutkan bau apa.Tiap hidung diuji secara terpisah. E. MULUT  Bibir kering atau pecah – pecah  Periksa labio schizis  Periksa gigi dan gusi apakah ada perdarahan atau pembengkakan.  Tekan pangkal lidah dengan menggunakan spatel,hasil positif bila ada refleks muntah ( Gags refleks)  Perhatikan ovula apakah simetris kiri dan kanan  Pemeriksaan nervus X ( VAGUS )  Tekan lidah dengan menggunakan spatel, dan anjurkan klien untuk memngatakan “ AH “ dan perhatikan ovula apakah terngkat.  -Pemeriksaan nervus VII ( facialis) sensoris  Tetesi bagian 2/3 anterior lidah dengan rasa asin, manis dan pahit, kemudian menentukan zat apa yang dirasakan dan 1/3 bagian belakang lidah untuk pemeeriksaan Nervus IX.  Pemeriksaan Nervus XI Hipoglosus  Menyuruh pasien untuk menjulurkan lidah lurus lurus kemudian menarik dengan cepat dan disuruh menggerakkan lidah ke kiri dan ke kanan dan sementara itu pemeriksa melakukan palpasi pada kedua pipi untuk merasakan kekuatn lidah.  Rooting refleks : bayi akan mencari benda yang diletakkan disekitar mulut dan kemudian akan mengisapnya.  Dengan memakai sarung tangan, masukkan jari kelingking kedalam mulut, raba palatum keras dan lunak apabila ada lubang berarti labio palato shizis,kemudian taruh jari kelingking diatas lidah , hasil positif jika ada refleks mengisap (Sucking Refleks) F. TELINGA  Simetris kiri dan kanan  Daun telinga dilipat, dan lama baru kembali keposisi semula menunjukkan tulang rawan masih lunak.  Cana;lis auditorious ditarik kebawah kemudian kebelakang,untuk melihat apakah ada serumen atau cairan.  Pemeriksaan tes nervus VIII (Acustikus)  menggesekkan rambut, atau tes bisik.  Mendengarkan garpu tala (Tes Rinne,Weber)  Starter refleks :tepuk tangan dekat telinga, mata akan berkedip. G. LEHER.  Lipatan leher 2-3 kali lipat lebih pendek dari orang dewasa.  Periksa arteri karotis  Vena Jugularis  posisi pasien semifowler 45 dan dimiringkan,tekan daerah nodus krokoideus maka akan tampak adanya vena.  Taruh mistar pada awal dan akhir pembesaran vena tersebut kemudian tarik garis imajiner untuk menentukan panjangnya.  Raba tiroid : daerah tiroid ditekan,dan p[asien disuruh untuk menelan,apakah ada pembesaran atau tidak.  Tonick neck refleks : kedua tangan ditarik, kepala akan mengimbangi.  Neck rigting refleks refleks : posisi terlentang,kemudian tangan ditarik kebelakang,pertama badan ikut berbalik diikuti dengan kepala.  Pemeriksaan nervus XII (Asesoris)  Menganjurkan klien memalingkan kepala, lalu disuruh untuk menghadap kedepan ,pemeriksa memberi tahanan terhadap kepala.sambil meraba otot sternokleidomasatodeus. H. DADA  Bentuk dada apakah simetris kiri dan kanan  Bentuk dada barrel anterior – posterior dan tranversal hampir sama 1:1 dan dewasa 1: 2  Suara tracheal : pada daerah trachea, intensitas tinggi, ICS 2 1:1  suara bronchial : pada percabangan bronchus, pada saat udara masuk ,intensitas keraspada ICS 4-5 1:3  -Suara broncho vesikuler : pada bronchus sebelum alveolus, intensitas sedang ICS 5.  suara vesikuler : pada seluruh bagian lateral paru, intensitas rendah 3:1  Wheezing terdengar pada saat inspirasi dan rales pada saat ekspirasi  Perkusi pada daerah paru suara yang ditimbulkan adalah sonor  Apeks jantung pada mid klavikula kiri intercostals 5  Batas jantung pada sternal kanan ICS 2 ( bunyi katup aorta), sternal kiri ICS 2 ( bunyi katup pulmonal), sternal kiri ICS 3-4 ( bunyi katup tricuspid), sternal kiri mid klavikula ICS 5 ( bunyi katup mitral).  Perkusi mpada daerah jantung adalah pekak. I. ABDOMEN  Tali pusat : Dua arteri satu vena.  Observasi adanya pembengkakan atau perdarahan.  Observasi vena apakah terbayang atau tidak.  Observasi distensi abdomen.  Terdengar suara peristaltic usus.  Palpasi pada daerah hati, teraba 1 – 2 cm dibawah costa, panjangnya pada garis media clavikula 6 – 12 cm.  Palpasi pada daerah limpa pada kuadran kiri atas Perkusi pada daerah hati suara yang ditimbulkan adakah pekak Perkusi pada daerah lambung suara yang ditimbulkan adalah timpani  Refleks kremaster : gores pada abdomen mulai dari sisi lateral kemedial ,terlihat kontraksi. J. PUNGGUNG.  Susuri tulang belakang , apakah ada spina bivida okulta : ada lekukan pada lumbo sacral,tanpa herniasi dan distribusi lanugo lebih banyak.  Spina bivida sistika : dengan herniasi , meningokel ( berisi meningen dan CSF) dan mielomeningokel ( meningen + CSF + saraf spinal).  Rib hum and Flank: dalam posisi bungkuk jika tulang belakang rata/simetris ( scoliosis postueral) sedangkan jika asimetris atau bahu tinggi sebelah dan vertebra bengkok ( scoliosis structural) skoliometer >40
K. TANGAN
 Jumlah jari – jari polidaktil ( .> dari 5 ) , sindaktil ( jari – jari bersatu)
 Pada anak kuku dikebawakan, dan tidak patah , kalau patah diduga kelainan nutrisi.
 Ujung jaru\i halus
 Kuku klubbing finger < 180 ,bila lebih 180 diduga kelainan system pernafasan
 Grasping refleks : meletakkan jari pada tangan bayi, maka refleks akan menggengam.
 Palmar refleks : tekan pada telapak tangan ,akan menggengam
K. PELVIS
 CDH : test gluteal , lipatan paha simetris kiri kanan
 Ortholani test : lutut ditekuk sama tinggi/tidak
 Barlow test : kedua lutut ditekuk dan regangkan kesamping akan terdengar bunyi klik
 Tredelenburg test : berdiri angkat satu kaki, lihat posisi pelvis apakah simetris kiri dan kanan.
 Waddling gait : jalan seperti bebek.
 Thomas test : lutut kanan ditekuk dan dirapatkan kedada,sakit dan lutut kiri akan terangkat
L. LUTUT
 Ballotemen patella : tekan mendorong kuat akan menimbulkan bunyi klik jika ada cairan diantaranya
 Mengurut kantong supra patella kebawah akan timbul tonjolan pada kedua sisi tibia jika ada cairan diduga ada atritis.
 Reflek patella, dan hamstring.
M. KAKI
 Lipatan kaki apakah 1/3, 2/3, bagian seluruh telapak kaki.
 Talipes : kaki bengkok kedalam.
 Clubfoot : otot-otot kaki tidak sama panjang, kaki jatuh kedepan.
 Refleks babinsky
 Refleks Chaddok
 Staping Refleks
PEMERIKSAAN SISTEM NEUROLOGIS

Persiapan Alat
- Penlight
- Penggaris
- Kapas lilin
- Bahan / benda untuk dcium
- Jarum
- Air hangat atau dingin.
- Gula / garam
Persiapan lingkungan
- Menyuiapkan lingkungan yang tenang
- Memaasang tirai sekitar pasien
Persiapan Pasien
Melakukan pendekatan kepada anak / ibu dan menjelaskan tentrang pemeriksaan yang akan dilakukan.
Pelaksanaan
1. TES FUNGSI SEREBRAL
a. Tingkat kesedaran GCS ( Nilai normal 15 )
1) Respon membuka mata = 4
2) Respon verbal = 5
3) Respon motorik = 6
Pemeriksaan :
1) Respon mata
 Membuka mata spontan (4)
 Buka mata atas perintah (3)
 Buka mata terhadap nyeri (2)
 Tidak ada respon (1)



2) Respon verbal
 Respon verbal tepat (5)
 Bingung (4)
 Berkata-kata respon tidak tepat (3)
 Respon tidak bermakana (2)
 Tidak ada respon (1)
3) Respon motorik
 Sesuai perintah verbal (6)
 Mengenali nyeri local (5)
 Menarik diri dari rangsangan nyeri (4)
 Fleksi abnormal ( Dekortikasi ) (3)
 Ektensi abnormal ( Decerebrasi ) (2)
 Tidak da respon (1)
b. Status mental
- Orentasi
- Daya ingat
- Perhatian dan Perhitungan
- Fungsi bahasa
c. Pengkajian bicara
- Proeses resertif : ucap baca
- Proses exspresive : ekspresi
2. Tes Funfsi Cerebelum
a. Untuk keseimbangan : Jalan dengan satu kaki dalam satu garis luus
b. Fungsi koordinasi
c. Postur tubuh
3. Tes fungsi sensorik
a. Rasa sakit
b. Vibrasi : Pemeriksaan dengan garpu tala
c. Posisi : ujung jari –jari disentuh dengan ibu jari.
d. Sentuhan kapas
e. Diskriminasi: stereogenesis, grafhestesia, two poin stimulation.
4. Tes Fungsi Motorik
Terdapat 3 hal yang perlu diperhatikan :
1)Masa otot : Hipertropi, normal, atropi.
2) Tonus otot : Hipertonik atau hipotonik
3) Kekuatan otot : Pemeriksa menggerakan pasien menahan tau pasien menggerakan pasien menahan.
Penilaian :
0 Tidak ada kontraksi
1 Terlihat kontraksi tapi tidak ada pergerakan pada sendi
2 Ada gerakan pada sendi tapi tidak dapat melawan grafitasi
3 Bisa melawan gravitasi tapi tidak bisa menahan tahanan pemeriksa
4 Bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa dengan tahanan minimal
5 Dapat melawan kekuatan pemeriksa dengan kekuatan maksimal.


















Tes Fungsi Nervus Kranial
1. Nervus I ( Olfaktorius )
Prosedur :
Tutup salah satu lubang hidung klien ,berikan bau bauan , lalu klien diminta untuk menyebutkan bau apa.Tiap hidung diuji secara terpisah.
Cek satu-satu lubang hidung dengan bau-bauan ( sebaiknya gunakan bau-bauan yang berbeda )
2. Nervus II ( Opticus ) penglihatan
Sebagai objek mempergunakan jari
Pemeriksa dan pasien duduk berhadapan, mata yang akan diperiksa berhadapan dengan mata pemeriksa yang biasanya berlawanan, mata kiri dengan mata kanan,pada garis ketinggian yang sama.
Jarak antara keduanya berkisar 60 – 100 cm. Mata yang lain ditutup, obyek mulai digerakkkan oleh pemeriksa mulai dari samping telinga ,apabila obyek sudah tidak terlihat oleh pemeriksa maka secara normal obyek tersebut dapat dillihat oleh pasien.
Anak dapat disuruh membaca atau diberikan Snellen Chart.
3. Tes nervus III :
Nervus III , IV,VI ( dilakukan bersamaan )
 Pen light dinyalakan mulai dari samping) atrau, kemudian cahaya diarahkan pada salah satu pupil yang akan diperiksa, maka akan ada rekasi miosis.
 Apakah pupil isokor kiri atau kanan
4. Tes nervus IV:
 Minta klien untuk melihat kearah bawah dan ke arah atas
 Perhatikan gerakan mata ke bawah dan keatas.
5. Tes Nervus VI :
 Minta klien untuk melihat kearah lateral kiri dan kanan
 Perhatikan gerakan mata ke arah lateral kiri dan kanan.


6. Tes nervus V
Nervus V dan VII ( dilakukan bersamaan )
- Refleks kornea ,minta klien untuk melirik kearah lateral superior ,
- Sentuhkan ujung kapas yang sudah dipilin pada kornea, bila langsung berkedip refleks kornea baik, dan bandingkan refleks kedua mata.
 Tes nevus V dan VII
Prosedur tes sensorik
- Tutup mata
- Untuk sensoris : Perhatikan tonus otot dan catat kesimetrisan Sensoris : Menyentuhkan air dingin atau air hangat daerah maksilla dan mandibula dan menyebutkan apa yang dirasakan
- Motorik : pasien diminta mengerutkan dahi,kemudian menutup mata kuat-kuat sementara jari-jari pemeriksa menahan kedua kelopak mata agar tetap terbuka.
- Rasa kecap : tes rasa asin, pahit dan apakah klien dapat membedakan atau tidak.
Prosedur tes motorik
- Minta pasien memperlihatkan gigi
- Palpasi temporal dan otot maseter bilateral
7. Nervus VIII ( Akustikus )
 Garputala ( Rinne, Weber, dan Swabach)
 Tes bisik.
8. Nervus IX dan X ( glasopaaaringeus ddan vagus ).
 Masukan tong spatel atau minta pasien mengatakan “ Ah “
 Lihat soft palatum, Apakah simetris, terjaadi deviasi.
 Sentuh ujung palatum soft bagian posterior, lihat adanya respon bergerak ke atas.
9. Nervus XI
Untuk Sternoeloedomastoideus
 Kepala pasien minta ke kanan, kita putar kearah depan ( tarik dengan kekuatan )
 Inspeksi dan palpasi otot sternoeloedomastoideus , apakah kelemahan, atropi. Menyuruh pasien untuk menjulurkan lidah lurus lurus kemudian menarik dengan cepat dan disuruh menggerakkan lidah ke kiri dan ke kanan dan sementara itu pemeriksa melakukan palpasi pada kedua pipi untuk merasakan kekuatan lidah.
 Untuk Trapezius
- Pasien suruh angkat bahu
- Bahu pasien didorong oleh pemeriksa
10 Nervus XII ( Hipoglosus).
 Perhatikan lidah dalam posisi istirahat
 Apakah simetris atau ada fasikulasi
 Bagaimana refleks lidah waktu ditekan dengan spatel
 Minta pasien mendorong lidahnya untuk menahan depressor Menganjurkan klien memalingkan kepala, lalu disuruh untuk menghadap kedepan, pemeriksa memberi tahanan terhadap kepala.sambil meraba otot sternokleidomasatodeus.

Terapi bermain

TERAPI BERMAIN


A. Definisi
Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela untuk memperoleh kesenangan. Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan sosial.

B. Fungsi bermain bagi anak :
1. Perkembangan sensori motorik,
2. Perkembangan intelektual / kognitif,
3. Mengembangkan kreativitas anak,
4. Merupakan media sosialisasi anak,
5. Media kesadaran diri,
6. Perkembangan moral,
7. Sebagai alat komunikasi, dan
8. Terapi.

C. Tujuan bermain :
1. Dapat melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal,
2. Dapat mengekspresikan keinginan, perasaan, dan fantasi,
3. Dapat mengembangkan kreativitas melalui pengalaman bermain yang tepat,
4. Agar anak dapat beradaptasi lebih efektif terhadap stress karena sakit.


Pada kelompok ini ( VI ) terapi bermain, mengambil topik khusus dengan permainan untuk menstimulasi perkembangan intelektual / kognitif.

Judul / jenis permainan : Menyusun balok
Menyusun gambar
Jumlah anak : 4 – 6 orang
Usia anak : Prasekolah ( 3- 5 tahun )
Tanggal pelaksanaan : 11 Mei 1999
Lama / waktu bermain : 20 – 30 menit ( Pukul 15.30 – 16.00 )
Alat-alat yang diperlukan 1. Potongan balok
2. Potongan gambar
3. Hadiah sebagai reinforcement bagi anak
4. Jam / pengukur waktu
Tempat : Ruang Gambir ( Kamar bermain )
RSAB Harapan Kita

Tujuan khusus pada permainan ini :
1. Meningkatkan hubungan perawat – klien,
2. Meningkatkan kreativitas pada anak,
3. Sosialisasi dengan teman sebaya / orang lain,
4. Membina tingkah laku positif,
5. Menimbulkan rasa kerjasama,
6. Sebagai alat komunikasi antara perawat – klien.

Prinsip bermain yang dilakukan, adalah :
1. Tidak banyak mengeluarkan energi, singkat, dan sederhana.
2. Mempertimbangkan keamanan.
3. Kelompok umur / usia klien sama.
4. Melibatkan orang tua.
5. Tidak bertentangan dengan pengobatan.

Hambatan-hambatan yang mungkin terjadi :
1. Anak lelah,
2. Anak bosan,
3. Anak merasa takut dengan lingkungan,
4. Saat bermain anak mendapat program pengobatan,
5. Kecemasan pada orang tua.

Antisipasi untuk meminimalkan hambatan :
1. Membatasi waktu bermain.
2. Permainan bervariasi / tidak monoton.
3. Jadwal bermain disesuaikan  tidak pada waktu terapi.
4. Terlebih dahulu memberikan penjelasan pada anak dan orang tua.
5. Melibatkan perawat / petugas ruangan dan orang tua.
6. Konsultasi dengan pembimbing.

GLUKOMA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Glaukoma adalah penyebab utama kebutaan di masyarakat barat. Di perkirakan di Amerika Serikat ada 2 juta orang yang menderita glaucoma. Diantara mereka, hampir setengahnya mengalami gangguan penglihatan, dan hampir 20. 000 benar-benar buta.
Bila glaucoma didiagnosis lebih awal dan ditangani dengan benar, kebutaan hampir selalu dapat dicegah. Namun kebanyakan kasus glaukoma tidak bergejala sampai sudah terjadi kerusakan ekstensif irreversible. Maka pemeriksaan rutin dan sering mempunyai peran penting dalam mendeteksi penyakit ini.
Glaukoma mengenai semua usia namun lebih banyak sesuai tambahan usia, mengenai sekitar 2% orang berusia diatas 35 tahun. Resiko lainnya diabetes, orang Amerika keturunan Afrika, yang mempunyai riwayat keluarga penderita glaukoma dan mereka pernah mengalami trauma atau pembedahan mata, atau orang yang pernah mendapat terapi kortikosteroid jangka panjang.
Makalah ini akan membahas lebih rinci secara keseluruhan tentang glaucoma. Untuk calon perawat yang ingin menguasai ilmu dengan komperhenship, tentu akan melengkapi pendahuluannya dengan materi ini. Sekedar kumpulan resume yang mampu disusun kelompok VII untuk kita semua.







B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan glaucoma.
b. Tujuan Khusus
1. Mampu menjelaskan pengertia glaukoma
2. mampu menjelaskan klasifikasi glaukoma
3. mampu menjelaskan etioloi glaukoma
4. mampu menjelaskan pafosiologi glaukoma
5. mampu menjelaskan pathways glaukoma
6. mampu menjelaskan manifestasi glaukoma
7. mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada glaukoma
8. menjelaskan pengelolaan dan keperawatan glaukoma

BAB II
ISI

A. DEFINISI GLAUKOMA
- Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan didalam bola mata meningkat sehingga terjadi kerusakan saraf optikus dan menyebabkan penurunan fungsi penglihatan.
- Glaukoma adalah sekelompok kelainan/kerusakan mata yang ditandai dengan berkurangnya peningkatan tekanan (Barbara C. Long)
- Glaukoma adalah kelompok penyakit mata yang ditandai dengan berkurangnya lapang pandang akibat kerusakan saraf optikus kerusakan ini berhubungan dengan peningkatan TIO yang terlalu tinggi. (Brunner & Suddarth)
Semakin tinggi tekanannya, semakin cepat kerusakan saraf optikus tersebut berlangsung. Peningkatan TIO terjadi akibat perubahan patologis yang menghambat peredaran normal humor aques.
B. KLASIFIKASI
- Glaukoma sudut terbuka
- Glaukoma sudut tertutup
- Glaukoma kongenitalis
- Glaukoma sekunder
Keempat jenis glaukoma ini ditandai dengan peningkatan tekanan di dalam bola mata dan karenannya semuanya bisa menyebabkan kerusakan saraf optikus yang progresif.
C. ETIOLOGI
Bilik anterior dan bilik posterior mata terisi oleh cairan encer yang disebut humor aqueus. Bila dalam keadaaan normal, cairan ini dihasilkan didalam bilik posterior, melewati pupil masuk kedalam bilik anterior lalu mengalir dari mata melalui suatu saluran. Jika aliran cairan ini terganggu (biasanya karena penyumbatan yang menghalangi keluarnya cairan dari bilik anterior), maka akan terjadi peningkatan tekanan.
Peningkatan tekanan intraokuler akan mendorong perbatasan antara saraf optikus dan retina di bagian belakang mata. Akibatnya pasokan darah kesaraf optikus berkurang sehingga sel-sel sarafnya mati. Karena saraf optikus mengalami kemunduran, maka akan terbentuk bintik buta pada lapang pandang mata. Yang pertama terkena adalah lapang pandang tepi, lalu diikuti oleh lapang pandang sentral. Jika tidak diobati, glaukoma pada akhirnya bisa menyebabkan kebutaan.
D. MANIFESTASI KLINIK
1. GLAUKOMA SUDUT TERBUKA
Pada glaukoma sudut terbuka, saluran tempat mengalirnya humor aqueus terbuka, tetapi cairan dari bilik anterior mengalir terlalu lambat. Secara bertahap akan meningkat (hampir selalu pada kedua bola mata) dan menyebabkan kerusakan saraf optikus serta penurunan fungsi penglihatan yang progresif. Hilangnya fungsi penglihatan pada bagian lapang pandang dan jika tidak diobati pada akhirnya akan menjalar keseluruh bagian lapang pandang, meyebabkan kebutaan.
Glaukoma sudut terbuka sering terjadi setelah usia 35 tahun, tetapi kadang terjadi pada anak-anak. Penyakit ini cenderung diturunkan dan paling sering ditemukan pada penderita diabetes atau myopia. Glaukoma sudut terbuka lebih sering terjadi biasanya penyakit ini lebih berat jika diderita oleh orang kulit hitam.
Pada awalnya, peningkatan tekanan didalam mata tidak menimbulkan gejala. Lama kelamaan timbul gejala :
- penyempitan lapang pandang tepi.
- Sakit kepala ringan
- Gangguan penglihatan yag tidak jelas (misalnya : melihat lingkaran di sekeliling cahaya lampu atau sulit beradaptasi pada kegelapan).
Pada akhirnya terjadi peyempitan lapang pandang yang menyebabkan penderita sulit melihat benda-benda yang terletak disisi lain ketika penderita melihat lurus kedepan (disebut penglihatan terowongan). Glaukoma sudut terbuka mungkin baru menimbulkan gejala setelah terjadinya kerusakan yang tidak dapat diperbaiki.
2. GLAUKOMA SUDUT TERTUTUP
Glaukoma sudut tertutup terjadi jika saluran tempat mengalirnya humor aqueus terhalang oleh iris. Setiap hal yang menyebabkan pelebaran pupil (misalnya : cahaya redup, tetes mata pelebaran pupil yang digunakan untuk pemeriksaan atau obat tertentu) bisa menyebabkan penyumbatan aliran cairan karena terhalang oleh iris. Iris bisa menggeser kedepan dan secara tiba-tiba menutup saluran humor aqueus sehingga terjadi peningkatan tekanan didalam mata secara mendadak.
Serangan bisa dipicu oleh pemakaian tetes mata yang melebarkan pupil atau bisa juga timbul tanpa adanya pemicu. Glaukoma akut bisa sering terjadi karena pupil secara alami akan melebar dibawah cahaya yang redup.
Episode akut dari glaukoma sudut tertutup dapat menyebabkan:
- Penurunan fungsi penglihatan ringan
- Terbentuknya lingkaran berwarna di sekeliling cahaya
- Nyeri pada mata dan kepala.
Gejala tersebut berlangsung hanya bebrapa jam sebelum terjadinya serangan lebih lanjut. Serangan lanjutan menyebabkan hilangnya fungsi penglihatan secara mendadak dan nyeri mata yang berdenyut. Penderita juga mengalami mual dan muntah. Kelopak mata membengkak, mata berair dan merah. Pupil melebar dan tidak mengecil jika diberi sinar yang terang. Sebagian besar gejala akan menghilang setelah pengobatan, tetapi serangan tersebut bisa berulang. Setiap serangan susulan akan semakin mengurangi lapang pandang penderita.


3. GLAUKOMA KONGENITALIS
Glaukoma kongenitalis sudah ada sejak lahir dan terjadi akibat gangguan perkembangan saluran humor aqueus. Glaukoma seringkali diturunkan.
4. GLAUKOMA SEKUNDER
Glaukoma sekunder terjadi jika mata mengalami kerusakan akibat :
- Infeksi
- Peradangan
- Tumor
- Katarak yang meluas
- Penyakit mata yang mempengaruhi pengaliran humor aqueus dari bilik anterior.
Penyebab paling sering ditemukan adalah uveitis. Penyebab lainnya adalah penyumbatan vena oftalmikus, cedera mata, pembedahan mata dan pendarahan kedalam mata. Beberapa obat (misalnya kortikosteroid) juga bisa menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler.

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan mata yang biasa dilakukan adalah :
- Pemeriksaan dengan oftalmoskop bisa menunjukkan adanya perubahan pada saraf optikus akibat Glaukoma.
- Pengukuran tekanan intraokuler dengan tonometri.
Tekanan didalam bilik anterior disebut tekanan intraokuler dan bisa diukur dengan menggunakan tonometri. Biasanya jika tekanan intraokuler lebih besar dari 20-22 mm, dikatakan telah terjadi peningkatan tekanan. Kadang Glaukoma terjadi pada tekanan normal.
- Pengukuran lapang pandang.
- Ketajaman penglihatan.
- Tes Refraksi
- Respon refleks pupil
- Pemeriksaan slit lamp
- Pemeriksaan gonioskopi (lensa khusus untuk mengamati saluran humor aqueus)

F. PENGOBATAN
1. Glaukoma Sudut Terbuka
Obat tetes mata biasanya bisa mengendalikan Glaukoma sudut terbuka.
Obat tetes yang pertama diberikan adalah beta bloker (misalnya timonol, betaxolol, carteolol, levobunolol atau metipranolol), yang kemungkinan akan mengurangi pembentukan cairan didalam mata. Juga diberikan pilocarpine unuk memperkecil pupil dan meningkatkan pengaliran cairan dari bilik anterior. Obat lainnya yang juga diberikan adalah epinephrine, dipivephrine, atau carbacol (untuk memperbaiki pengaliran cairan atau mengurangi pembentukan cairan).
Jika glaukoma tidak dapat dikontrol dengan obat-obatan atau efek sampingnya tidak dapat ditorelir oleh penderita, maka dilakukan pembedahan untuk meningkatkan pengaliran cairan dari bilik anterior. Digunakan sinar laser untuk membuat lubang didalam didalam iris atau dilakukan pembedahan untuk memotong sebagian iris (iridotomi).
- Minum larutan gliserin dan air bisa mengurangi tekanan dan menghentikan serangan Glaukoma.
- Bisa juga diberikan inhibitor karbonik anhidrase (misalnya acetazolamide)
- Tetes mata pilocarpine menyebabkan pupil mengecil sehingga iris tertarik dan membuka saluran yang tersumbat.
- Untuk mengontrol tekanan intraokuler bisa diberikan tetes mata beta blocker.
- Setelah suatu serangan, pemberian pilocarpine dan beta blocker serta inhibitor karbonik anhidrase biasanya terus dilanjutkan.
- Pada kasus yang berat, untuk mengurangi tekanan biasanya diberikan manitol intravena (melalui pembuluh darah).
- Terapi laser untuk membuat lubang pada iris akan membantu mencegah serangan berikutnya dan seringkali bisa menyembuhkan penyakit secara permanen. Jika Glaukoma tidak dapat diatasi dengan menggunakan laser, dilakukan pembedahan untuk membuat lubang pada iris. Jika kedua mata memiliki saluran yang sempit, maka kedua mata diobati meskipun serangan hanya trejadi pada salah satu mata.
2. Glaukoma Sekunder
Pengobatan Glaukoma tergantung pada penyebabnya. Jika penyebabnya adalah peradangan, diberikan corticosteroid dan obat untuk melebarkan pupil. Kadang dilakukan pembedahan.
3. Glaukoma Kongenitalis
Untuk mengatasi Glaukoma konginetalis dilakukan pembedahan.
Pembedahan
a. gloukoma sudut terbuka
Pembedahaan diindikasikan bila cara konservatif gagal
Prosedur : laser trabecula plasty
Dimana suatu laser zat argon disaratkan langsung ke jaringan. Trabekular untuk merubah susunan jaringan dan membuka aliran dari humor aqeous.
b. gloukoma sudut tertutup
biasanya memerlukan pembedahan  iridatomy atau iridectomy perifer
prosedur penyaringan dilakukan bila prosedur lain gagal untuk menekan peningkatan IOP prosedur terpilih biasanya Trabeculectomy yaitu membuat pembukaan antara ruang anterior dan rongga dan rongga sub konjungtiva.
 Membantu kenyamanan
Nyeri biasanya berkurang bila IOP menurun. Analgetik dapat dianjurkan, kompres dingin dapat membantu untuk nyeri spasme pada mata.
 Penyuluhan dan konseling
Pasien yang baru didiagnosa perlu bantuan dalam mengerti ( memahami ) dan belajar hidup dengan penyakitnya. Perawat hendaknya menjelaskan kepada pasien bahwa penglihatannya yang hilang tidak dapat dipulihkan secara sempurna namun kehilangan yang berlanjut dapat dicegah dan orang tersebut tetap kehilangan yang berlanjut dapat dicegah dan orang tersebut tetap dapat beraktifitas bila pengobatannya terus menerus.
G. PENCEGAHAN
Tidak ada tindakan yang dapat mencegah terjadinya Glaukoma sudut terbuka. Jika penyakit ini ditemukan secara dini, maka hilangnya fungsi penglihatan dan kebutaan bisa dicegah dengan pengobatan.
Orang-orang yang memiliki resiko menderita Glaukoma sudut tertutup sebaiknya menjalani pemeriksaan mata yang rutin dan jika resikonya tinggi sebaiknya menjalani iridotomi untuk mencegah serangan akut.
H. PATHFISIOLOGI
Tekanan intraokuler dipertahankan oleh produksi dan pengaliran humor aqueus yang terus menerus di rongga anterior. Glaukoma terjadi bila ada hambatan dalam pengaliran humor aqueus yang menyebabkan peningkatan TIO. Bila tekanan terus meningkat dapat terjadi kerusakan mata saraf-saraf optik, gangguan penglihatan dan sel – sel saraf retina beregenerasi. Perubahan pertama sebelum sampai hilangnya penglihatan adalah perubahan penglihatan perifer, bila hal ini tidak segera ditangani bisa timbul kebutaan.













I. PATHWAYS
J. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Glaukoma
a. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan meliputi identifikasi beberapa perubahan dalam penglihatan dan mengkaji ketidaknyamanan :
1. Penglihatan
a. Ketajaman penglihatan, shelenchart bila tersedia, membaca jarak jauh, membaca jarak dekat.
b. Lapang pandang, test konfrontasi.
c. Adanya bayangan sekitar cahaya (hallo)
2. Ketidaknyamanan
a. Nyeri mata ; tumpul, berat
b. Sakit kepala ; derajat beratnya
c. Mual dan muntah
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada glaukoma adalah :
a. Gangguan sensori perceptual b.d gangguan penerimaan sensori, gangguan status organ indera.
b. Ansietas b.d perubahan status kesehatan : adanya nyeri
c. Kurang pengetahuan b.d ketidakmampuan mengingat dan salah interprestasi informasi.











NCP

Diagnosa Tujuan Interverensi Rasional
Gangguan sensori perseptual b.d Gangguan penerimaan sensori : gangguan status organ indera Mempertahankan lapang ketajaman penglihatan tanpa kehilangan penglihatan (kebutaan) lebih lanjut - pastikan derajat tipe kehilangan penglihatan.
- Dorong mengekspresikan perasaan tentang kehilangan/ kemungkinan kehilangan penglihatan.

- Tunjukkan pemberian tetes mata.
- Lakukan tindakan untuk membantu pasien menangani keterbatasan penglihatan. - Mempengaruhi harapan, masa depan pasien dan pilihan interverensi

- Sementara interverensi dini mencegah kebutaan. Pasien menghadapi kemungkinan mengalami pengalaman sebagian/total kehilangan penglihatan telah terjadi tak dapat diperbaiki, kehilangan lanjut dapat dicegah.
- Mengontrol TIO mencegah kehilangan penglihatan lanjut.
- Menurunkan bahaya keamanan sehubungan dengan perubahan lapang pandang/kehilangan penglihatan dan akomondasi pupil terhadap sinar lingkungan.
Ansietas b.d perubahan status kesehatan adanya nyeri - Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurunkan sampai tingkatan dapat diatasi.
- Menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah
- Menggunakan sumber secara efektif. - Kaji tingkat ansietas, derajat pengalaman nyeri timbulnya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi ini.
- Berikan informasi yang akurat jujur. Diskusikan kemungkinan bahwa pengawasan dan pengobatan dapat mencegah kehilangan penglihatan tambahan.
- Dengan pasien untuk mengkui masalah dan mengekspresikan perasaan.

- Identifikasi sumber/orang yang menolong. - Factor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap ancaman diri potensial siklus ansietas, dan dapat mempengaruhi upaya medik untuk mengontrol TIO.



- Menurunkan ansietas sehubungan dengan ketidaktahuan harapan yang akan datang dan memberikan fakta untuk membuat pilihan informasi tentang pengobatan.







- Memberikan kesempatan untuk pasien menerima situasi nyata mengklarifikasi salah konsepsi dan pemecahan masalah
- Memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri dalam menghadapi masalah.
Kurang pengetahuan b.d salah interprestasi informasi - menyatakan pemahaman kondisi, prognosis dan pengobatan.
- Menidentifikasi hubungan/tanda gejala dengan penyakit.
- Melakukan prosedur dengan benar dan menjelaskan alasan tindakan. - diskusikan pelayanan menggunakan identifikasi.


- Tunjukkan teknik yang benar pemberian tetes mata, ijinkan pasien mengulang tindakan.
- Kaji pentingnya memperhatikan jadwal obat.





- Identifikasi efek samping merugikan dari pengobatan. - Vital untuk memberikan informasi pada perawat pada kasus darurat untuk menurunkan resiko menerima obat yang dikontradiksikan.
- Meningkatkan keefektifan pengobatan, memberikan kesempatan untuk pasien menunjukan kompetensi dan menanyakan pertanyaan.


- Penyakit ini dapat dikontrol dan mempertahankan program konsentrasi program obat adalah kontrol vital beberapa obat menyebabkan dilatasi pupil, peningkatan TIO dan potensial kehilangan tambahan.
- Efek samping obat/merugikan, mempengaruhi rentang dari tak nyaman samapi ancaman kesehatan berat. Kurang lebih 50% akan mengalami sensitifitas/alergi terhadap parasimpatis/obat anti kolines.

D. EVALUASI
Evaluasi didasarkan pada criteria yang diharapkan. Pertanyaan yang diajukan biasanya seperti
1. Apakah pasien merasa nyaman ?
2. Apakah pasien tahu asal mula penyakitnya yang kronis dan penanganannya ?



BAB III
PENUTUP

Istilah glaukoma merujuk pada kelompok penyakit berbeda dalam hal patrofisiologi klinis dan penanganannya. Biasanya ditandai dengan berkurangnya lapang pandang akibat kerusakan saraf optikus. Kerusakan ini berhubungan dengan derajat tio, yang terlalu tinggi untuk berfungsinya saraf optikus secara normal. Semakin tinggi tekanannnya, semakin cepat kerusakan saraf optikus berlangsung. Peningkatan tio terjadi akibat perubahan patologis yang menghambat peredaran normal dan humor aqueus.
Dianjurkan bagi semua yang mempunyai faktor resiko penderita glaukoma, yang berusia diatas 35 tahun menjalani pemeriksaan berkala pada oftalmologis untuk mengkaji TIO, lapang pandang, dan kaput neuri optisi.
Meskipun tidak ada penanganan untuk glaukoma, namun dapat dikontrol dengan obat, kadang diperlukan laser atau konvensional (insisional). Tujuan penanganan adalah untuk menghentikan atau memperlambat perkembangan agar dapat mempertahankan penglihatan yang baik sepanjang hidup.

Askep anak dengan KKP

ASKEP ANAK DENGAN KKP
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN KKP

I KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN
Nama internasional KKP yaitu Calori Protien Malnutrition atau CPM adalah suatu penyakit difisiensi gizi dari keadaan ringan sampai berat, disebut juga Protien Energi Malnutrisi ( PEM )
Secara klinik dibedakan dalam bentuk yaitu Kwashiorkor dan marasmus. Diantara kedua bentuk tersebut terdapat bentuk antara atau “ Marasmus Kwasiorkor “
a. Marasmus yaitu keadaan kurang kalori
b. Kwashiorkor yaitu keadaan kekurangan protein yang parah dan pemasukan kalori yang kurang.
c. Marasmus kwashiorkor yaitu keadaan peralihan antara marasmus dan kwashiorkor.

B. ETIOLOGI
1. Marasmus
a) Masukkan kalori yang kurang akibat kesalahan pemberian
b) makanan.
c) Penyakit metabolik
d) Kelaian kongenital
e) Infeksi kronik atau kelainan organ tubuh lainnya.

2. Kwashiorkor
a) Diare yang kronik
b) Malabsorbsi protien
c) Sindrom nefrotik
d) Infeksi menahun
e) Luka bakar
f) Penyakit hati.



C. PATOFISIOLOGI
1. Marasmus
Untuk kelangsungan hidup jaringan diperlukan sejummlah energi yang dalam keadaan normal dapat dipenuhhi dari makanan yang diberikan. Kebutuhan ini tidak terpenhi pada masukan yang kurang, karena itu untuk pemenuhannya digunakan cadangan protein senagai sumber energi. Pengahancuran jaringan pada defesiensi kalori tidak saja membantu memenuhi kebutuhan energi, tetapi juga memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit esensial lainnya, seperti berbagai asam amino.

2. Kwashiorkor.
Pada defesiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat lebih, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya.kelianan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel yang meyebabkan edem dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam diet, akan terjadi kekurangan berbagai asam amino esensial dalam serum yang diperlukan untuk sentesis dan metabolisme. Makin kekurangan asam amnino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh hepar yang kemudian berakibat edem.perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan beta-lipoprotein, sehingga transport lemak dari hati kedepot terganggu, dengan akibat terjadinya penimbunan lemah dalam hati.


D. GEJALA KLINIS
1. Marasmus
a) Perubahan psikis , anak menjadi cengeng, cerewet walaupun mendapat minum.
b) Pertumbuhan berkurang atau tehenti.
c) Berat badan anak menurun, jaringan subkutan menghilang ( turgor jelek dan kulit keriput.
d) Vena superfisialis kepala lebih nyata, frontal sekung, tulang pipi dan dagu terlihat menonjol, mata lebih besar dan cekung.
e) Hipotoni akibat atrofi otot
f) Perut buncit
g) Kadang-kadang terdapat edem ringan pada tungkai
h) Ujung tangan dan kaki terasa dingin dan tampak sianosis.

2. Kwashiorkor
a) Secara umum anak tampak sembab, latergik, cengeng dan mudah terangsang, pada tahap lanjut anak menjadi apatus dan koma.
b) Pertumbuhan terlambat
c) Udema
d) Anoreksia dan diare.
e) Jaringan otot mengecil, tonus menurun, jaringan subcutis tipis dan lembek.
f) Rambut berwarna pirang , berstruktur kasar dan kaku serta mudah dicabut.
g) Kelainan kulit, tahap awal kulit kering, bersisik dengan garis-garis kulit yang dalam dan lebam, disertai defesiensi vitamin B kompleks, defesiensi eritropoitin dan kerusakan hati.
h) Anak mudah terjangkit infeksi
i) Terjadi defesiensi vitamin dan mineral

E. PEMERIKSAAN LABORATORIUM.
1. Pada kwashiorkor ;penurunan kadar albumin, kolesteron dan glukosa.
2. Kadar globulin dapat normal atau meningkat, sehingga perbandingan albumin dan globulin serum dapat terbalik
3. Kadar asam amino essensial dalam plasma relatif lebih rendah dari pada asam amino non essiensial.
4. Kadar imunoglobulin normal, bahkan dapat menigkat.
5. Kadar IgA serim normal, namun kadar IgA sekretori rendah.

F. PENGOBATAN
Prinsip pengobatan adalah pemberian makanan yang banyak mengandung protein bernilai biologik tinggi, tinggi kalori, cukup cairan, vitamin dan miniral. Makan tersebut dalam bentuk mudah cerna dan diserap, diberikan secara bertahap.
Dalam keadaan dehidrasi dan asidosis pedoman pemberian perenteral adalah sebagai berikut:
1) Jumlah cairan adalah ; 200 ml / kgBB/ hari untuk kwasiorkor atau marasmus kwashiorkor.
2) 250 ml/kgBB/ hari untuk marasmus.
3) Makanan tinggi kalori tinggi protien 3,0-5,0 g/kgBB
4) Kalori 150-200 kkal/ kgBB/hari
5) Vitamin dan mineral , asam folat peroral 3x 5 mg/hari pada anak besar
6) KCL oral 75-150mg /kgBB/hari.
7) Bila hipoksia berikan KCL intravena 3-4 mg/KgBB/hari.




II ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN ANAK DENGAN KKP

A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien:
Nama, alamat, umur, jemis kelamin, alamat dst.

2. Keluhan utama
 Kwashiorkor: ibu mengatakan anaknya mengalami bengkak pada kaki dan tangan, kondisi lemah dan tidak mau maka, BB menurun dll.
 Marasmus : ibu pasien mengatakan anaknya rewel, tidak mau makan, badan kelihatan kurus dll.

3. Riwayat kesehatan;
a. Riwayat penyakit sekarang
a) Kapan keluhan mulai dirasakan
b) Kejadian sudah berapa lama.
c) Apakah ada penurunan BB
d) Bagaimanan nafsu makan psien
e) Bagaimana pola makannya
f) Apakah pernah mendapat pengobatan, dimanan, oleh siapa, kapan, jenis obatnya.

b. Pola penyakit dahulu
a) Apakah dulu pasien dulu pernah menderita penyakit seperti sekarang

c. Riwayat penyakit keluarga
a) Apakah anggota keluarga pasien pernah menderita penyakit yang berhubungan dengan kekurangan gizi atau kurang protein.

d. Riwayat penyakit sosial
a) Anggapan salah satu jenis makanan tertentu.
b) Apakah kebutuhan pasien tepenuhi.
c) Bagaimanan lingkungan tempat tinggal pasien
d) Bagaimana keadaan sosial ekonomi keluarga.
e. Riwayat spiritual
a) Adanya kepercayaan yang melarang makanan tertentu.

B. PENGKAJIAN FISIK.
1. Inspeksi:
Meliputi observasi sistemik keadaan pasien sehubungan dengan status gizi pasien meliputi :
b) Pemampilan umum pasien menunjukkan status nutrisi atau gizi pasien
c) Pada kwashiorkor; apakah ada edema, rambut rontok, BB menurun, muka seperti bulan.
d) Pada marasmus : badan kurus, atrofi otot, rambut kemerahan dan kusam, tampak siannosis, perut membuncit.
2. Palpasi
Pada marasmus terdapat tugor kulit yang jelek.
Pada kwashiorkor terdapat pembesaran hati.

C. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Data laboratorium;
- feses, urine, darah lengkap
- pemeriksaan albumin.
- Hitung leukosit, trombosit
- Hitung glukosa darah.



III DIAGNOSA KEPERAWATAN.
A. Pada Kwashiorkor
1. Gangguan nutrisi s/d intake yang kurang ( protien ) ditandai dengan pasien tidak mau makan, anoreksia, makanan tidak bervariasi, BB menurun, tinggi badan tidak bertambah.

Tujuan :
Kebutuhan nutrisi pasein terpenuhi dengan kreteria timbul nafsu makan, BB bertambah ½ kg per 3 hari.

Intervensi :
a. Mengukur dan mencatat BB pasein
b. Menyajikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
c. Menyajikan makanan yang dapat menimbulkan selera makan
d. Memberikan makanan tinggi TKTP
e. Memberi motivasi kepada pasien agar mau makan.
f. Memberi makan lewat parenteral ( D 5% )

Rasional:
a. BB menggambarkan status gizi pasien
b. Sebagai masukan makanan sedikit-sedikit dan mencegah muntah
c. Sebagai alternatif meningkatkan nafsu makan pasien
d. Protein mempengaruhi tekanan osmotik pembuluh darah.
e. Alternatif lain meningkatkan motivasi pasein untuk makan.
f. Mengganti zat-zat makanan secara cepat melalui parenteral

Evaluasi :
Pasien mau makan makanan yang TKTP, BB bertambah ½ kg tiap 3 hari.






2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik.
Tujuan :
Aktivitas pasien dapat maksimal dengan kreteria pasien dapat melakukan aktivitas sehari-harinya tanpa dibantu orang lain.

Intervensi :
a. Kaji aktivitas pasien sehari-hari
b. Bantu pasien melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya.
c. Melatih dan membimbing dalam merubah posisi.
d. Membantu pasien melekukan aktivitas / gerakan-gerakan yang ringan.

Rasional :
a. Aktivitas mengambarkan kekuatan fisik pasien
b. Meningkatkan motivasi pasien untuk beraktivitas walau dalam keterbatasan / sesuai kemampuannya.
c. Salah satu alternatif untuk meningkatkan aktivitas.
d. Sebagai support mental bagi pasien.

Evaluasi :
Kebutuhan aktivirtas pasien dapat maksimal. Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-harinya tanpa bantuan orang lain.


3. Potensial terjadinya komplikasi b.d rendahnya daya tahan tubuh
Tujuan :
a. Mencegah komplikasi

Intervensi :
a. Memberikan makanan cukup gizi (TKTP)
b. Menjaga personal hygiene pasien
c. Memberikan penkes tentang pentingnya gizi untuk kesehatan.
d. Kolaborasi pemberian cairan parenteral.

Rasional :
a. Makanan yang cukup gizi mempengaruhi daya tahan tubuh.
b. Personal hygiene mempengaruhi status kesehatan pasien.
c. Pendidikan gizi menentukan status gizi dan status kesehatan pasien.
d. Mengganti/ memenuhi zat-zat makanan secara cepat melalui parenteral.

Evaluasi :
Komplkasi dapat tehindar atau tidak terjadi.


B. Pada marasmus.
1. gangguan pemenuhan nutrisi b.d intake yang kurang adekuat ditandai dengan pasien tidak mau makan, BB menurun, anoreksia, rambut merah dan kusam, fisik tampak lemah.
Tujuan :
Kebutuhan nutisi pasien terpenuhi dengan kreteria; BB bertambah ½ kg / 3 hari , rambut tidak kusam, penderita mau makan.

Intervensi :
a. Mengukur dan mencatat berat badan pasien.
b. Menyajikan makanan dalam porsi kecil tapi sering.
c. Menyajikan makanan yang dapat menimbulkan selera makan.
d. Memberi makanan TKTP
e. Memberi motivasi kepada penderita agar mau makan.
f. Memberikan makanan lewat parenteral ( D 5% )

Rasional :
a. BB menggambarkan status gizi pasien
b. Sebagai masukan makanan sedikit-sedikit dan mencegah muntah
c. Sebagai alternatif meningkatkan nafsu makan pasien
d. Kalori dan protien sangat berpengaruh terhadap gizi pasien.
e. Mengganti zat-zat makanan secara cepat melalui parenteral



Evaluasi :
Pasien mau makan makanan TKTP , BB bertambah ½ kg tiap 3 hari.

2. gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d intake yang kurang adekuat ditandai dengan turgor kulit yang jelek, bibir pecah-pecah. Pasien merasa haus ,nadi cepat 120 / menit.
Tujuan :
Keseimbangan cairan dan elektrolit terpenuhi dengan kreteria ; turgor kulit normal, bibir lembab, pasien tidak mengeluh haus, nadi normal.

Intervensi :
a. mengukur tanda vital pasien.
b. Menganjurkan agar minum yang banyak kepada pasien
c. Mengukur input dan output tiap 6 jam.
d. Memberikan cairan lewat parenteral

Rasional :
a. Tanda vital ( nadi dan tensi ) menggambarkan keseimbangan cairan dan elektrolit pasien.
b. Alternative penggantian cairan secara cepat.
c. Input dan output menggambarkan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh pasien.
d. Sebagai alternatif penggantian cairan cepat melalui parenteral.

Evaluasi :
Keseimbangan cairan dan elektrolit pasien terpenuhi ditandai dengan turgor kulit normal, mokusa bibir lembab, pasien tidak mengeluh haus , Td dan nadi normal.






3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik.
Tujuan :
Aktivitas pasien dapat maksimal dengan kriteria pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa dibantu orang lain.

Intervensi :
a. Kaji aktivitas pasien sehari-hari.
b. Membantu pasien melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya.
c. Melatih dan membimbing pasien dalam ,merubah posisi.
d. Membantu pasien melakukan gerakan-gerakan ringan.

Rasional :
a. Aktivitas menggambarkan kekuatan fisik pasien.
b. Meningkatkan motivasi pasien untuk beraktivitas sesuai dengan kemampuannya.
c. Salah satu alternatif untuk meningkatkan aktivitas pasien.
d. Sebagai support mental bagi pasien.

Evaluasi
Kebutuhan aktivitas pasien dapat maksimal. Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan orang lain.





DAFTAR PUSTAKA :

Klaus & Fanaroff. 1998. Penata Laksanaan Neonatus Resiko Tinggi. Edisi
4 EGC. Jakarta.

Nelson. 2000. Ilmu kesehatan Anak,volume 2 Edisi 15. EGC. Jakarta.

Wong. Donna. L. 1990. Wong & Whaley’s Clinical Manual of Pediatric Nursing,Fourth Edition,Mosby-Year Book Inc, St. Louis Missouri.
Diposkan oleh rapiadi di 10:57