Selasa, 04 Oktober 2011

Pemeriksaan Fisik Pada Anak

PEMERIKSAAN FISIK PADA ANAK

A KEPALA

 Bentuk kepala ; makrosefali atau mikrosefali
 Tulang tengkorak :
 Anencefali : tidak ada tulang tengkorak

 Encefalokel : tidak menutupnya fontanel occipital

 Fontanel anterior menutup : 18 bulan

 Fontanel posterior : menutup 2 – 6 bulan

 Caput succedeneum : berisi serosa , muncul 24 jam pertama dan hilang dalam 2 hari

 Cepal hematoma : berisi darah,muncul 24 – 48 jam dan hilang 2 – 3 minggu

 Distribusi rambut dan warna

 Jika rambut berwearna / kuning dan gampang tercabut merupakan indikasi adanya gangguan nutrisi

 Ukuran lingkar kepala 33 – 34 atau < 49 dan diukur dari bagian frontal kebagian occipital. B. MUKA  simetris kiri kanan  Tes nervus 7 ( facialis )  Sensoris : Menyentuhkan air dingin atau air hangat daerah maksilla dan mandibula dan menyebutkan apa yang dirasakan.  Motorik : pasien diminta mengerutkan dahi,kemudian menutup mata kuat-kuat sementara jari-jari pemeriksa menahan kedua kelopak mata agar tetap terbuka.  Tes nervus 5 ( trigeminus )  Sensorik : menyentuhkan kapas pada daerah wajah dan apakah ia merasakan sentuh tersebut  Motorik : menganjurkan klien untuk mengunyah dan pemeriksa meraba otot masenter dan mandibula. C. MATA  Simetris kanan kiri  Alis tumbuh umur 2-3 bulan  Kelopak mata :  Oedema  Ptosis : celah kelopak matamenyempit karena kelopak mata atas turun.  Enof kelopak mata mnyempit karena kelopak mata atas dan bawah tertarik kebelakang.  Exoptalmus : pelebaran celah kelopak mata, karena kelopak mata atas dan bawah tertarik kebelakang.  Pemeriksaan nervus II ( optikus),test konfrontasi dan ketajaman penglihatan.  Sebagai objek mempergunakan jari  Pemeriksa dan pasaien duduk berhadapan ,mata yang akan diperiksa berhadapan dengan mata pemeriksa ,yang biasanya berlawanan, mata kiri dengan mata kanan,pada garis ketinggian yang sama.  Jarak antara keduanya berkisar 60 – 100 cm. Mata yang lain ditutup,obyek mulai digerakkkan oleh pemeriksa mulai dari samping telinga ,apabila obyek sudah tidak terlihat oleh pemeriksa maka secara normal obyek tersebut dapat dillihat oleh pasien.  Anak dapat disuruh membaca atau diberikan Snellen Chart.  Pemeriksaan nervus III ( Oculomotoris refleks cahaya)  Pen light dinyalakan mulai dari samping) atrau, kemudian cahaya diarahkan pada salah satu pupil yang akan diperiksa, maka akan ada rekasi miosis.  Apakah pupil isokor kiri atau kanan  Pemeriksaan Nervus IV ( Troclearis ) pergerakan bola mata  Menganjurkan klien untuk melihat ke atas dan ke bawah.  Pemeriksaan nervus VI ( Abdusen )  Menganjurkan klien untuk melihat ke kanan dan ke kiri.  Pemeriksaan nervus V( Trigeminus) Refleks kornea  Tutup mata yang satu dengan penutup  Minta klien untuk melirik kearah laterosuperior ( mata yang tidak diperiksa)  Sentuhkan pilinan kapas pada kornea, respon refleks berupa kedipan kedua mata secara cepat.  Glaberal refleks: mengetuk dahi diantara kedua mata,hasil positif bila tiap ketukan mengakibatkan kedua mata klien berkedip.  Doll eye refleks : bayi dipalingkan dan mata akan ikut ,tapi hanya berfookus pada satu titik. D.HIDUNG  Posisi hidung apakah simetris kiri kanan  Jembatan hidung apakah ada atau tidak ada, jika tidak ada diduga down syndrome.  Cuping hidung masih keras pada umur < 40 hari  Pasase udara : gunakan kapas dan letakkan di depan hidung, dan apabila bulu kapas bergerak, berarti bayi bernafas.  Gunakan speculum untuk melihat pembuluh darah mukosa, secret, poliup, atau deviasi septum.  Pemeriksaan nervus I ( Olfaktoris)  Tutup salah satu lubang hidung klien ,berikan bau bauan , lalu klien diminta untuk menyebutkan bau apa.Tiap hidung diuji secara terpisah. E. MULUT  Bibir kering atau pecah – pecah  Periksa labio schizis  Periksa gigi dan gusi apakah ada perdarahan atau pembengkakan.  Tekan pangkal lidah dengan menggunakan spatel,hasil positif bila ada refleks muntah ( Gags refleks)  Perhatikan ovula apakah simetris kiri dan kanan  Pemeriksaan nervus X ( VAGUS )  Tekan lidah dengan menggunakan spatel, dan anjurkan klien untuk memngatakan “ AH “ dan perhatikan ovula apakah terngkat.  -Pemeriksaan nervus VII ( facialis) sensoris  Tetesi bagian 2/3 anterior lidah dengan rasa asin, manis dan pahit, kemudian menentukan zat apa yang dirasakan dan 1/3 bagian belakang lidah untuk pemeeriksaan Nervus IX.  Pemeriksaan Nervus XI Hipoglosus  Menyuruh pasien untuk menjulurkan lidah lurus lurus kemudian menarik dengan cepat dan disuruh menggerakkan lidah ke kiri dan ke kanan dan sementara itu pemeriksa melakukan palpasi pada kedua pipi untuk merasakan kekuatn lidah.  Rooting refleks : bayi akan mencari benda yang diletakkan disekitar mulut dan kemudian akan mengisapnya.  Dengan memakai sarung tangan, masukkan jari kelingking kedalam mulut, raba palatum keras dan lunak apabila ada lubang berarti labio palato shizis,kemudian taruh jari kelingking diatas lidah , hasil positif jika ada refleks mengisap (Sucking Refleks) F. TELINGA  Simetris kiri dan kanan  Daun telinga dilipat, dan lama baru kembali keposisi semula menunjukkan tulang rawan masih lunak.  Cana;lis auditorious ditarik kebawah kemudian kebelakang,untuk melihat apakah ada serumen atau cairan.  Pemeriksaan tes nervus VIII (Acustikus)  menggesekkan rambut, atau tes bisik.  Mendengarkan garpu tala (Tes Rinne,Weber)  Starter refleks :tepuk tangan dekat telinga, mata akan berkedip. G. LEHER.  Lipatan leher 2-3 kali lipat lebih pendek dari orang dewasa.  Periksa arteri karotis  Vena Jugularis  posisi pasien semifowler 45 dan dimiringkan,tekan daerah nodus krokoideus maka akan tampak adanya vena.  Taruh mistar pada awal dan akhir pembesaran vena tersebut kemudian tarik garis imajiner untuk menentukan panjangnya.  Raba tiroid : daerah tiroid ditekan,dan p[asien disuruh untuk menelan,apakah ada pembesaran atau tidak.  Tonick neck refleks : kedua tangan ditarik, kepala akan mengimbangi.  Neck rigting refleks refleks : posisi terlentang,kemudian tangan ditarik kebelakang,pertama badan ikut berbalik diikuti dengan kepala.  Pemeriksaan nervus XII (Asesoris)  Menganjurkan klien memalingkan kepala, lalu disuruh untuk menghadap kedepan ,pemeriksa memberi tahanan terhadap kepala.sambil meraba otot sternokleidomasatodeus. H. DADA  Bentuk dada apakah simetris kiri dan kanan  Bentuk dada barrel anterior – posterior dan tranversal hampir sama 1:1 dan dewasa 1: 2  Suara tracheal : pada daerah trachea, intensitas tinggi, ICS 2 1:1  suara bronchial : pada percabangan bronchus, pada saat udara masuk ,intensitas keraspada ICS 4-5 1:3  -Suara broncho vesikuler : pada bronchus sebelum alveolus, intensitas sedang ICS 5.  suara vesikuler : pada seluruh bagian lateral paru, intensitas rendah 3:1  Wheezing terdengar pada saat inspirasi dan rales pada saat ekspirasi  Perkusi pada daerah paru suara yang ditimbulkan adalah sonor  Apeks jantung pada mid klavikula kiri intercostals 5  Batas jantung pada sternal kanan ICS 2 ( bunyi katup aorta), sternal kiri ICS 2 ( bunyi katup pulmonal), sternal kiri ICS 3-4 ( bunyi katup tricuspid), sternal kiri mid klavikula ICS 5 ( bunyi katup mitral).  Perkusi mpada daerah jantung adalah pekak. I. ABDOMEN  Tali pusat : Dua arteri satu vena.  Observasi adanya pembengkakan atau perdarahan.  Observasi vena apakah terbayang atau tidak.  Observasi distensi abdomen.  Terdengar suara peristaltic usus.  Palpasi pada daerah hati, teraba 1 – 2 cm dibawah costa, panjangnya pada garis media clavikula 6 – 12 cm.  Palpasi pada daerah limpa pada kuadran kiri atas Perkusi pada daerah hati suara yang ditimbulkan adakah pekak Perkusi pada daerah lambung suara yang ditimbulkan adalah timpani  Refleks kremaster : gores pada abdomen mulai dari sisi lateral kemedial ,terlihat kontraksi. J. PUNGGUNG.  Susuri tulang belakang , apakah ada spina bivida okulta : ada lekukan pada lumbo sacral,tanpa herniasi dan distribusi lanugo lebih banyak.  Spina bivida sistika : dengan herniasi , meningokel ( berisi meningen dan CSF) dan mielomeningokel ( meningen + CSF + saraf spinal).  Rib hum and Flank: dalam posisi bungkuk jika tulang belakang rata/simetris ( scoliosis postueral) sedangkan jika asimetris atau bahu tinggi sebelah dan vertebra bengkok ( scoliosis structural) skoliometer >40
K. TANGAN
 Jumlah jari – jari polidaktil ( .> dari 5 ) , sindaktil ( jari – jari bersatu)
 Pada anak kuku dikebawakan, dan tidak patah , kalau patah diduga kelainan nutrisi.
 Ujung jaru\i halus
 Kuku klubbing finger < 180 ,bila lebih 180 diduga kelainan system pernafasan
 Grasping refleks : meletakkan jari pada tangan bayi, maka refleks akan menggengam.
 Palmar refleks : tekan pada telapak tangan ,akan menggengam
K. PELVIS
 CDH : test gluteal , lipatan paha simetris kiri kanan
 Ortholani test : lutut ditekuk sama tinggi/tidak
 Barlow test : kedua lutut ditekuk dan regangkan kesamping akan terdengar bunyi klik
 Tredelenburg test : berdiri angkat satu kaki, lihat posisi pelvis apakah simetris kiri dan kanan.
 Waddling gait : jalan seperti bebek.
 Thomas test : lutut kanan ditekuk dan dirapatkan kedada,sakit dan lutut kiri akan terangkat
L. LUTUT
 Ballotemen patella : tekan mendorong kuat akan menimbulkan bunyi klik jika ada cairan diantaranya
 Mengurut kantong supra patella kebawah akan timbul tonjolan pada kedua sisi tibia jika ada cairan diduga ada atritis.
 Reflek patella, dan hamstring.
M. KAKI
 Lipatan kaki apakah 1/3, 2/3, bagian seluruh telapak kaki.
 Talipes : kaki bengkok kedalam.
 Clubfoot : otot-otot kaki tidak sama panjang, kaki jatuh kedepan.
 Refleks babinsky
 Refleks Chaddok
 Staping Refleks
PEMERIKSAAN SISTEM NEUROLOGIS

Persiapan Alat
- Penlight
- Penggaris
- Kapas lilin
- Bahan / benda untuk dcium
- Jarum
- Air hangat atau dingin.
- Gula / garam
Persiapan lingkungan
- Menyuiapkan lingkungan yang tenang
- Memaasang tirai sekitar pasien
Persiapan Pasien
Melakukan pendekatan kepada anak / ibu dan menjelaskan tentrang pemeriksaan yang akan dilakukan.
Pelaksanaan
1. TES FUNGSI SEREBRAL
a. Tingkat kesedaran GCS ( Nilai normal 15 )
1) Respon membuka mata = 4
2) Respon verbal = 5
3) Respon motorik = 6
Pemeriksaan :
1) Respon mata
 Membuka mata spontan (4)
 Buka mata atas perintah (3)
 Buka mata terhadap nyeri (2)
 Tidak ada respon (1)



2) Respon verbal
 Respon verbal tepat (5)
 Bingung (4)
 Berkata-kata respon tidak tepat (3)
 Respon tidak bermakana (2)
 Tidak ada respon (1)
3) Respon motorik
 Sesuai perintah verbal (6)
 Mengenali nyeri local (5)
 Menarik diri dari rangsangan nyeri (4)
 Fleksi abnormal ( Dekortikasi ) (3)
 Ektensi abnormal ( Decerebrasi ) (2)
 Tidak da respon (1)
b. Status mental
- Orentasi
- Daya ingat
- Perhatian dan Perhitungan
- Fungsi bahasa
c. Pengkajian bicara
- Proeses resertif : ucap baca
- Proses exspresive : ekspresi
2. Tes Funfsi Cerebelum
a. Untuk keseimbangan : Jalan dengan satu kaki dalam satu garis luus
b. Fungsi koordinasi
c. Postur tubuh
3. Tes fungsi sensorik
a. Rasa sakit
b. Vibrasi : Pemeriksaan dengan garpu tala
c. Posisi : ujung jari –jari disentuh dengan ibu jari.
d. Sentuhan kapas
e. Diskriminasi: stereogenesis, grafhestesia, two poin stimulation.
4. Tes Fungsi Motorik
Terdapat 3 hal yang perlu diperhatikan :
1)Masa otot : Hipertropi, normal, atropi.
2) Tonus otot : Hipertonik atau hipotonik
3) Kekuatan otot : Pemeriksa menggerakan pasien menahan tau pasien menggerakan pasien menahan.
Penilaian :
0 Tidak ada kontraksi
1 Terlihat kontraksi tapi tidak ada pergerakan pada sendi
2 Ada gerakan pada sendi tapi tidak dapat melawan grafitasi
3 Bisa melawan gravitasi tapi tidak bisa menahan tahanan pemeriksa
4 Bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa dengan tahanan minimal
5 Dapat melawan kekuatan pemeriksa dengan kekuatan maksimal.


















Tes Fungsi Nervus Kranial
1. Nervus I ( Olfaktorius )
Prosedur :
Tutup salah satu lubang hidung klien ,berikan bau bauan , lalu klien diminta untuk menyebutkan bau apa.Tiap hidung diuji secara terpisah.
Cek satu-satu lubang hidung dengan bau-bauan ( sebaiknya gunakan bau-bauan yang berbeda )
2. Nervus II ( Opticus ) penglihatan
Sebagai objek mempergunakan jari
Pemeriksa dan pasien duduk berhadapan, mata yang akan diperiksa berhadapan dengan mata pemeriksa yang biasanya berlawanan, mata kiri dengan mata kanan,pada garis ketinggian yang sama.
Jarak antara keduanya berkisar 60 – 100 cm. Mata yang lain ditutup, obyek mulai digerakkkan oleh pemeriksa mulai dari samping telinga ,apabila obyek sudah tidak terlihat oleh pemeriksa maka secara normal obyek tersebut dapat dillihat oleh pasien.
Anak dapat disuruh membaca atau diberikan Snellen Chart.
3. Tes nervus III :
Nervus III , IV,VI ( dilakukan bersamaan )
 Pen light dinyalakan mulai dari samping) atrau, kemudian cahaya diarahkan pada salah satu pupil yang akan diperiksa, maka akan ada rekasi miosis.
 Apakah pupil isokor kiri atau kanan
4. Tes nervus IV:
 Minta klien untuk melihat kearah bawah dan ke arah atas
 Perhatikan gerakan mata ke bawah dan keatas.
5. Tes Nervus VI :
 Minta klien untuk melihat kearah lateral kiri dan kanan
 Perhatikan gerakan mata ke arah lateral kiri dan kanan.


6. Tes nervus V
Nervus V dan VII ( dilakukan bersamaan )
- Refleks kornea ,minta klien untuk melirik kearah lateral superior ,
- Sentuhkan ujung kapas yang sudah dipilin pada kornea, bila langsung berkedip refleks kornea baik, dan bandingkan refleks kedua mata.
 Tes nevus V dan VII
Prosedur tes sensorik
- Tutup mata
- Untuk sensoris : Perhatikan tonus otot dan catat kesimetrisan Sensoris : Menyentuhkan air dingin atau air hangat daerah maksilla dan mandibula dan menyebutkan apa yang dirasakan
- Motorik : pasien diminta mengerutkan dahi,kemudian menutup mata kuat-kuat sementara jari-jari pemeriksa menahan kedua kelopak mata agar tetap terbuka.
- Rasa kecap : tes rasa asin, pahit dan apakah klien dapat membedakan atau tidak.
Prosedur tes motorik
- Minta pasien memperlihatkan gigi
- Palpasi temporal dan otot maseter bilateral
7. Nervus VIII ( Akustikus )
 Garputala ( Rinne, Weber, dan Swabach)
 Tes bisik.
8. Nervus IX dan X ( glasopaaaringeus ddan vagus ).
 Masukan tong spatel atau minta pasien mengatakan “ Ah “
 Lihat soft palatum, Apakah simetris, terjaadi deviasi.
 Sentuh ujung palatum soft bagian posterior, lihat adanya respon bergerak ke atas.
9. Nervus XI
Untuk Sternoeloedomastoideus
 Kepala pasien minta ke kanan, kita putar kearah depan ( tarik dengan kekuatan )
 Inspeksi dan palpasi otot sternoeloedomastoideus , apakah kelemahan, atropi. Menyuruh pasien untuk menjulurkan lidah lurus lurus kemudian menarik dengan cepat dan disuruh menggerakkan lidah ke kiri dan ke kanan dan sementara itu pemeriksa melakukan palpasi pada kedua pipi untuk merasakan kekuatan lidah.
 Untuk Trapezius
- Pasien suruh angkat bahu
- Bahu pasien didorong oleh pemeriksa
10 Nervus XII ( Hipoglosus).
 Perhatikan lidah dalam posisi istirahat
 Apakah simetris atau ada fasikulasi
 Bagaimana refleks lidah waktu ditekan dengan spatel
 Minta pasien mendorong lidahnya untuk menahan depressor Menganjurkan klien memalingkan kepala, lalu disuruh untuk menghadap kedepan, pemeriksa memberi tahanan terhadap kepala.sambil meraba otot sternokleidomasatodeus.

Terapi bermain

TERAPI BERMAIN


A. Definisi
Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela untuk memperoleh kesenangan. Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan sosial.

B. Fungsi bermain bagi anak :
1. Perkembangan sensori motorik,
2. Perkembangan intelektual / kognitif,
3. Mengembangkan kreativitas anak,
4. Merupakan media sosialisasi anak,
5. Media kesadaran diri,
6. Perkembangan moral,
7. Sebagai alat komunikasi, dan
8. Terapi.

C. Tujuan bermain :
1. Dapat melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal,
2. Dapat mengekspresikan keinginan, perasaan, dan fantasi,
3. Dapat mengembangkan kreativitas melalui pengalaman bermain yang tepat,
4. Agar anak dapat beradaptasi lebih efektif terhadap stress karena sakit.


Pada kelompok ini ( VI ) terapi bermain, mengambil topik khusus dengan permainan untuk menstimulasi perkembangan intelektual / kognitif.

Judul / jenis permainan : Menyusun balok
Menyusun gambar
Jumlah anak : 4 – 6 orang
Usia anak : Prasekolah ( 3- 5 tahun )
Tanggal pelaksanaan : 11 Mei 1999
Lama / waktu bermain : 20 – 30 menit ( Pukul 15.30 – 16.00 )
Alat-alat yang diperlukan 1. Potongan balok
2. Potongan gambar
3. Hadiah sebagai reinforcement bagi anak
4. Jam / pengukur waktu
Tempat : Ruang Gambir ( Kamar bermain )
RSAB Harapan Kita

Tujuan khusus pada permainan ini :
1. Meningkatkan hubungan perawat – klien,
2. Meningkatkan kreativitas pada anak,
3. Sosialisasi dengan teman sebaya / orang lain,
4. Membina tingkah laku positif,
5. Menimbulkan rasa kerjasama,
6. Sebagai alat komunikasi antara perawat – klien.

Prinsip bermain yang dilakukan, adalah :
1. Tidak banyak mengeluarkan energi, singkat, dan sederhana.
2. Mempertimbangkan keamanan.
3. Kelompok umur / usia klien sama.
4. Melibatkan orang tua.
5. Tidak bertentangan dengan pengobatan.

Hambatan-hambatan yang mungkin terjadi :
1. Anak lelah,
2. Anak bosan,
3. Anak merasa takut dengan lingkungan,
4. Saat bermain anak mendapat program pengobatan,
5. Kecemasan pada orang tua.

Antisipasi untuk meminimalkan hambatan :
1. Membatasi waktu bermain.
2. Permainan bervariasi / tidak monoton.
3. Jadwal bermain disesuaikan  tidak pada waktu terapi.
4. Terlebih dahulu memberikan penjelasan pada anak dan orang tua.
5. Melibatkan perawat / petugas ruangan dan orang tua.
6. Konsultasi dengan pembimbing.

GLUKOMA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Glaukoma adalah penyebab utama kebutaan di masyarakat barat. Di perkirakan di Amerika Serikat ada 2 juta orang yang menderita glaucoma. Diantara mereka, hampir setengahnya mengalami gangguan penglihatan, dan hampir 20. 000 benar-benar buta.
Bila glaucoma didiagnosis lebih awal dan ditangani dengan benar, kebutaan hampir selalu dapat dicegah. Namun kebanyakan kasus glaukoma tidak bergejala sampai sudah terjadi kerusakan ekstensif irreversible. Maka pemeriksaan rutin dan sering mempunyai peran penting dalam mendeteksi penyakit ini.
Glaukoma mengenai semua usia namun lebih banyak sesuai tambahan usia, mengenai sekitar 2% orang berusia diatas 35 tahun. Resiko lainnya diabetes, orang Amerika keturunan Afrika, yang mempunyai riwayat keluarga penderita glaukoma dan mereka pernah mengalami trauma atau pembedahan mata, atau orang yang pernah mendapat terapi kortikosteroid jangka panjang.
Makalah ini akan membahas lebih rinci secara keseluruhan tentang glaucoma. Untuk calon perawat yang ingin menguasai ilmu dengan komperhenship, tentu akan melengkapi pendahuluannya dengan materi ini. Sekedar kumpulan resume yang mampu disusun kelompok VII untuk kita semua.







B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan glaucoma.
b. Tujuan Khusus
1. Mampu menjelaskan pengertia glaukoma
2. mampu menjelaskan klasifikasi glaukoma
3. mampu menjelaskan etioloi glaukoma
4. mampu menjelaskan pafosiologi glaukoma
5. mampu menjelaskan pathways glaukoma
6. mampu menjelaskan manifestasi glaukoma
7. mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada glaukoma
8. menjelaskan pengelolaan dan keperawatan glaukoma

BAB II
ISI

A. DEFINISI GLAUKOMA
- Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan didalam bola mata meningkat sehingga terjadi kerusakan saraf optikus dan menyebabkan penurunan fungsi penglihatan.
- Glaukoma adalah sekelompok kelainan/kerusakan mata yang ditandai dengan berkurangnya peningkatan tekanan (Barbara C. Long)
- Glaukoma adalah kelompok penyakit mata yang ditandai dengan berkurangnya lapang pandang akibat kerusakan saraf optikus kerusakan ini berhubungan dengan peningkatan TIO yang terlalu tinggi. (Brunner & Suddarth)
Semakin tinggi tekanannya, semakin cepat kerusakan saraf optikus tersebut berlangsung. Peningkatan TIO terjadi akibat perubahan patologis yang menghambat peredaran normal humor aques.
B. KLASIFIKASI
- Glaukoma sudut terbuka
- Glaukoma sudut tertutup
- Glaukoma kongenitalis
- Glaukoma sekunder
Keempat jenis glaukoma ini ditandai dengan peningkatan tekanan di dalam bola mata dan karenannya semuanya bisa menyebabkan kerusakan saraf optikus yang progresif.
C. ETIOLOGI
Bilik anterior dan bilik posterior mata terisi oleh cairan encer yang disebut humor aqueus. Bila dalam keadaaan normal, cairan ini dihasilkan didalam bilik posterior, melewati pupil masuk kedalam bilik anterior lalu mengalir dari mata melalui suatu saluran. Jika aliran cairan ini terganggu (biasanya karena penyumbatan yang menghalangi keluarnya cairan dari bilik anterior), maka akan terjadi peningkatan tekanan.
Peningkatan tekanan intraokuler akan mendorong perbatasan antara saraf optikus dan retina di bagian belakang mata. Akibatnya pasokan darah kesaraf optikus berkurang sehingga sel-sel sarafnya mati. Karena saraf optikus mengalami kemunduran, maka akan terbentuk bintik buta pada lapang pandang mata. Yang pertama terkena adalah lapang pandang tepi, lalu diikuti oleh lapang pandang sentral. Jika tidak diobati, glaukoma pada akhirnya bisa menyebabkan kebutaan.
D. MANIFESTASI KLINIK
1. GLAUKOMA SUDUT TERBUKA
Pada glaukoma sudut terbuka, saluran tempat mengalirnya humor aqueus terbuka, tetapi cairan dari bilik anterior mengalir terlalu lambat. Secara bertahap akan meningkat (hampir selalu pada kedua bola mata) dan menyebabkan kerusakan saraf optikus serta penurunan fungsi penglihatan yang progresif. Hilangnya fungsi penglihatan pada bagian lapang pandang dan jika tidak diobati pada akhirnya akan menjalar keseluruh bagian lapang pandang, meyebabkan kebutaan.
Glaukoma sudut terbuka sering terjadi setelah usia 35 tahun, tetapi kadang terjadi pada anak-anak. Penyakit ini cenderung diturunkan dan paling sering ditemukan pada penderita diabetes atau myopia. Glaukoma sudut terbuka lebih sering terjadi biasanya penyakit ini lebih berat jika diderita oleh orang kulit hitam.
Pada awalnya, peningkatan tekanan didalam mata tidak menimbulkan gejala. Lama kelamaan timbul gejala :
- penyempitan lapang pandang tepi.
- Sakit kepala ringan
- Gangguan penglihatan yag tidak jelas (misalnya : melihat lingkaran di sekeliling cahaya lampu atau sulit beradaptasi pada kegelapan).
Pada akhirnya terjadi peyempitan lapang pandang yang menyebabkan penderita sulit melihat benda-benda yang terletak disisi lain ketika penderita melihat lurus kedepan (disebut penglihatan terowongan). Glaukoma sudut terbuka mungkin baru menimbulkan gejala setelah terjadinya kerusakan yang tidak dapat diperbaiki.
2. GLAUKOMA SUDUT TERTUTUP
Glaukoma sudut tertutup terjadi jika saluran tempat mengalirnya humor aqueus terhalang oleh iris. Setiap hal yang menyebabkan pelebaran pupil (misalnya : cahaya redup, tetes mata pelebaran pupil yang digunakan untuk pemeriksaan atau obat tertentu) bisa menyebabkan penyumbatan aliran cairan karena terhalang oleh iris. Iris bisa menggeser kedepan dan secara tiba-tiba menutup saluran humor aqueus sehingga terjadi peningkatan tekanan didalam mata secara mendadak.
Serangan bisa dipicu oleh pemakaian tetes mata yang melebarkan pupil atau bisa juga timbul tanpa adanya pemicu. Glaukoma akut bisa sering terjadi karena pupil secara alami akan melebar dibawah cahaya yang redup.
Episode akut dari glaukoma sudut tertutup dapat menyebabkan:
- Penurunan fungsi penglihatan ringan
- Terbentuknya lingkaran berwarna di sekeliling cahaya
- Nyeri pada mata dan kepala.
Gejala tersebut berlangsung hanya bebrapa jam sebelum terjadinya serangan lebih lanjut. Serangan lanjutan menyebabkan hilangnya fungsi penglihatan secara mendadak dan nyeri mata yang berdenyut. Penderita juga mengalami mual dan muntah. Kelopak mata membengkak, mata berair dan merah. Pupil melebar dan tidak mengecil jika diberi sinar yang terang. Sebagian besar gejala akan menghilang setelah pengobatan, tetapi serangan tersebut bisa berulang. Setiap serangan susulan akan semakin mengurangi lapang pandang penderita.


3. GLAUKOMA KONGENITALIS
Glaukoma kongenitalis sudah ada sejak lahir dan terjadi akibat gangguan perkembangan saluran humor aqueus. Glaukoma seringkali diturunkan.
4. GLAUKOMA SEKUNDER
Glaukoma sekunder terjadi jika mata mengalami kerusakan akibat :
- Infeksi
- Peradangan
- Tumor
- Katarak yang meluas
- Penyakit mata yang mempengaruhi pengaliran humor aqueus dari bilik anterior.
Penyebab paling sering ditemukan adalah uveitis. Penyebab lainnya adalah penyumbatan vena oftalmikus, cedera mata, pembedahan mata dan pendarahan kedalam mata. Beberapa obat (misalnya kortikosteroid) juga bisa menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler.

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan mata yang biasa dilakukan adalah :
- Pemeriksaan dengan oftalmoskop bisa menunjukkan adanya perubahan pada saraf optikus akibat Glaukoma.
- Pengukuran tekanan intraokuler dengan tonometri.
Tekanan didalam bilik anterior disebut tekanan intraokuler dan bisa diukur dengan menggunakan tonometri. Biasanya jika tekanan intraokuler lebih besar dari 20-22 mm, dikatakan telah terjadi peningkatan tekanan. Kadang Glaukoma terjadi pada tekanan normal.
- Pengukuran lapang pandang.
- Ketajaman penglihatan.
- Tes Refraksi
- Respon refleks pupil
- Pemeriksaan slit lamp
- Pemeriksaan gonioskopi (lensa khusus untuk mengamati saluran humor aqueus)

F. PENGOBATAN
1. Glaukoma Sudut Terbuka
Obat tetes mata biasanya bisa mengendalikan Glaukoma sudut terbuka.
Obat tetes yang pertama diberikan adalah beta bloker (misalnya timonol, betaxolol, carteolol, levobunolol atau metipranolol), yang kemungkinan akan mengurangi pembentukan cairan didalam mata. Juga diberikan pilocarpine unuk memperkecil pupil dan meningkatkan pengaliran cairan dari bilik anterior. Obat lainnya yang juga diberikan adalah epinephrine, dipivephrine, atau carbacol (untuk memperbaiki pengaliran cairan atau mengurangi pembentukan cairan).
Jika glaukoma tidak dapat dikontrol dengan obat-obatan atau efek sampingnya tidak dapat ditorelir oleh penderita, maka dilakukan pembedahan untuk meningkatkan pengaliran cairan dari bilik anterior. Digunakan sinar laser untuk membuat lubang didalam didalam iris atau dilakukan pembedahan untuk memotong sebagian iris (iridotomi).
- Minum larutan gliserin dan air bisa mengurangi tekanan dan menghentikan serangan Glaukoma.
- Bisa juga diberikan inhibitor karbonik anhidrase (misalnya acetazolamide)
- Tetes mata pilocarpine menyebabkan pupil mengecil sehingga iris tertarik dan membuka saluran yang tersumbat.
- Untuk mengontrol tekanan intraokuler bisa diberikan tetes mata beta blocker.
- Setelah suatu serangan, pemberian pilocarpine dan beta blocker serta inhibitor karbonik anhidrase biasanya terus dilanjutkan.
- Pada kasus yang berat, untuk mengurangi tekanan biasanya diberikan manitol intravena (melalui pembuluh darah).
- Terapi laser untuk membuat lubang pada iris akan membantu mencegah serangan berikutnya dan seringkali bisa menyembuhkan penyakit secara permanen. Jika Glaukoma tidak dapat diatasi dengan menggunakan laser, dilakukan pembedahan untuk membuat lubang pada iris. Jika kedua mata memiliki saluran yang sempit, maka kedua mata diobati meskipun serangan hanya trejadi pada salah satu mata.
2. Glaukoma Sekunder
Pengobatan Glaukoma tergantung pada penyebabnya. Jika penyebabnya adalah peradangan, diberikan corticosteroid dan obat untuk melebarkan pupil. Kadang dilakukan pembedahan.
3. Glaukoma Kongenitalis
Untuk mengatasi Glaukoma konginetalis dilakukan pembedahan.
Pembedahan
a. gloukoma sudut terbuka
Pembedahaan diindikasikan bila cara konservatif gagal
Prosedur : laser trabecula plasty
Dimana suatu laser zat argon disaratkan langsung ke jaringan. Trabekular untuk merubah susunan jaringan dan membuka aliran dari humor aqeous.
b. gloukoma sudut tertutup
biasanya memerlukan pembedahan  iridatomy atau iridectomy perifer
prosedur penyaringan dilakukan bila prosedur lain gagal untuk menekan peningkatan IOP prosedur terpilih biasanya Trabeculectomy yaitu membuat pembukaan antara ruang anterior dan rongga dan rongga sub konjungtiva.
 Membantu kenyamanan
Nyeri biasanya berkurang bila IOP menurun. Analgetik dapat dianjurkan, kompres dingin dapat membantu untuk nyeri spasme pada mata.
 Penyuluhan dan konseling
Pasien yang baru didiagnosa perlu bantuan dalam mengerti ( memahami ) dan belajar hidup dengan penyakitnya. Perawat hendaknya menjelaskan kepada pasien bahwa penglihatannya yang hilang tidak dapat dipulihkan secara sempurna namun kehilangan yang berlanjut dapat dicegah dan orang tersebut tetap kehilangan yang berlanjut dapat dicegah dan orang tersebut tetap dapat beraktifitas bila pengobatannya terus menerus.
G. PENCEGAHAN
Tidak ada tindakan yang dapat mencegah terjadinya Glaukoma sudut terbuka. Jika penyakit ini ditemukan secara dini, maka hilangnya fungsi penglihatan dan kebutaan bisa dicegah dengan pengobatan.
Orang-orang yang memiliki resiko menderita Glaukoma sudut tertutup sebaiknya menjalani pemeriksaan mata yang rutin dan jika resikonya tinggi sebaiknya menjalani iridotomi untuk mencegah serangan akut.
H. PATHFISIOLOGI
Tekanan intraokuler dipertahankan oleh produksi dan pengaliran humor aqueus yang terus menerus di rongga anterior. Glaukoma terjadi bila ada hambatan dalam pengaliran humor aqueus yang menyebabkan peningkatan TIO. Bila tekanan terus meningkat dapat terjadi kerusakan mata saraf-saraf optik, gangguan penglihatan dan sel – sel saraf retina beregenerasi. Perubahan pertama sebelum sampai hilangnya penglihatan adalah perubahan penglihatan perifer, bila hal ini tidak segera ditangani bisa timbul kebutaan.













I. PATHWAYS
J. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Glaukoma
a. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan meliputi identifikasi beberapa perubahan dalam penglihatan dan mengkaji ketidaknyamanan :
1. Penglihatan
a. Ketajaman penglihatan, shelenchart bila tersedia, membaca jarak jauh, membaca jarak dekat.
b. Lapang pandang, test konfrontasi.
c. Adanya bayangan sekitar cahaya (hallo)
2. Ketidaknyamanan
a. Nyeri mata ; tumpul, berat
b. Sakit kepala ; derajat beratnya
c. Mual dan muntah
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada glaukoma adalah :
a. Gangguan sensori perceptual b.d gangguan penerimaan sensori, gangguan status organ indera.
b. Ansietas b.d perubahan status kesehatan : adanya nyeri
c. Kurang pengetahuan b.d ketidakmampuan mengingat dan salah interprestasi informasi.











NCP

Diagnosa Tujuan Interverensi Rasional
Gangguan sensori perseptual b.d Gangguan penerimaan sensori : gangguan status organ indera Mempertahankan lapang ketajaman penglihatan tanpa kehilangan penglihatan (kebutaan) lebih lanjut - pastikan derajat tipe kehilangan penglihatan.
- Dorong mengekspresikan perasaan tentang kehilangan/ kemungkinan kehilangan penglihatan.

- Tunjukkan pemberian tetes mata.
- Lakukan tindakan untuk membantu pasien menangani keterbatasan penglihatan. - Mempengaruhi harapan, masa depan pasien dan pilihan interverensi

- Sementara interverensi dini mencegah kebutaan. Pasien menghadapi kemungkinan mengalami pengalaman sebagian/total kehilangan penglihatan telah terjadi tak dapat diperbaiki, kehilangan lanjut dapat dicegah.
- Mengontrol TIO mencegah kehilangan penglihatan lanjut.
- Menurunkan bahaya keamanan sehubungan dengan perubahan lapang pandang/kehilangan penglihatan dan akomondasi pupil terhadap sinar lingkungan.
Ansietas b.d perubahan status kesehatan adanya nyeri - Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurunkan sampai tingkatan dapat diatasi.
- Menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah
- Menggunakan sumber secara efektif. - Kaji tingkat ansietas, derajat pengalaman nyeri timbulnya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi ini.
- Berikan informasi yang akurat jujur. Diskusikan kemungkinan bahwa pengawasan dan pengobatan dapat mencegah kehilangan penglihatan tambahan.
- Dengan pasien untuk mengkui masalah dan mengekspresikan perasaan.

- Identifikasi sumber/orang yang menolong. - Factor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap ancaman diri potensial siklus ansietas, dan dapat mempengaruhi upaya medik untuk mengontrol TIO.



- Menurunkan ansietas sehubungan dengan ketidaktahuan harapan yang akan datang dan memberikan fakta untuk membuat pilihan informasi tentang pengobatan.







- Memberikan kesempatan untuk pasien menerima situasi nyata mengklarifikasi salah konsepsi dan pemecahan masalah
- Memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri dalam menghadapi masalah.
Kurang pengetahuan b.d salah interprestasi informasi - menyatakan pemahaman kondisi, prognosis dan pengobatan.
- Menidentifikasi hubungan/tanda gejala dengan penyakit.
- Melakukan prosedur dengan benar dan menjelaskan alasan tindakan. - diskusikan pelayanan menggunakan identifikasi.


- Tunjukkan teknik yang benar pemberian tetes mata, ijinkan pasien mengulang tindakan.
- Kaji pentingnya memperhatikan jadwal obat.





- Identifikasi efek samping merugikan dari pengobatan. - Vital untuk memberikan informasi pada perawat pada kasus darurat untuk menurunkan resiko menerima obat yang dikontradiksikan.
- Meningkatkan keefektifan pengobatan, memberikan kesempatan untuk pasien menunjukan kompetensi dan menanyakan pertanyaan.


- Penyakit ini dapat dikontrol dan mempertahankan program konsentrasi program obat adalah kontrol vital beberapa obat menyebabkan dilatasi pupil, peningkatan TIO dan potensial kehilangan tambahan.
- Efek samping obat/merugikan, mempengaruhi rentang dari tak nyaman samapi ancaman kesehatan berat. Kurang lebih 50% akan mengalami sensitifitas/alergi terhadap parasimpatis/obat anti kolines.

D. EVALUASI
Evaluasi didasarkan pada criteria yang diharapkan. Pertanyaan yang diajukan biasanya seperti
1. Apakah pasien merasa nyaman ?
2. Apakah pasien tahu asal mula penyakitnya yang kronis dan penanganannya ?



BAB III
PENUTUP

Istilah glaukoma merujuk pada kelompok penyakit berbeda dalam hal patrofisiologi klinis dan penanganannya. Biasanya ditandai dengan berkurangnya lapang pandang akibat kerusakan saraf optikus. Kerusakan ini berhubungan dengan derajat tio, yang terlalu tinggi untuk berfungsinya saraf optikus secara normal. Semakin tinggi tekanannnya, semakin cepat kerusakan saraf optikus berlangsung. Peningkatan tio terjadi akibat perubahan patologis yang menghambat peredaran normal dan humor aqueus.
Dianjurkan bagi semua yang mempunyai faktor resiko penderita glaukoma, yang berusia diatas 35 tahun menjalani pemeriksaan berkala pada oftalmologis untuk mengkaji TIO, lapang pandang, dan kaput neuri optisi.
Meskipun tidak ada penanganan untuk glaukoma, namun dapat dikontrol dengan obat, kadang diperlukan laser atau konvensional (insisional). Tujuan penanganan adalah untuk menghentikan atau memperlambat perkembangan agar dapat mempertahankan penglihatan yang baik sepanjang hidup.

Askep anak dengan KKP

ASKEP ANAK DENGAN KKP
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN KKP

I KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN
Nama internasional KKP yaitu Calori Protien Malnutrition atau CPM adalah suatu penyakit difisiensi gizi dari keadaan ringan sampai berat, disebut juga Protien Energi Malnutrisi ( PEM )
Secara klinik dibedakan dalam bentuk yaitu Kwashiorkor dan marasmus. Diantara kedua bentuk tersebut terdapat bentuk antara atau “ Marasmus Kwasiorkor “
a. Marasmus yaitu keadaan kurang kalori
b. Kwashiorkor yaitu keadaan kekurangan protein yang parah dan pemasukan kalori yang kurang.
c. Marasmus kwashiorkor yaitu keadaan peralihan antara marasmus dan kwashiorkor.

B. ETIOLOGI
1. Marasmus
a) Masukkan kalori yang kurang akibat kesalahan pemberian
b) makanan.
c) Penyakit metabolik
d) Kelaian kongenital
e) Infeksi kronik atau kelainan organ tubuh lainnya.

2. Kwashiorkor
a) Diare yang kronik
b) Malabsorbsi protien
c) Sindrom nefrotik
d) Infeksi menahun
e) Luka bakar
f) Penyakit hati.



C. PATOFISIOLOGI
1. Marasmus
Untuk kelangsungan hidup jaringan diperlukan sejummlah energi yang dalam keadaan normal dapat dipenuhhi dari makanan yang diberikan. Kebutuhan ini tidak terpenhi pada masukan yang kurang, karena itu untuk pemenuhannya digunakan cadangan protein senagai sumber energi. Pengahancuran jaringan pada defesiensi kalori tidak saja membantu memenuhi kebutuhan energi, tetapi juga memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit esensial lainnya, seperti berbagai asam amino.

2. Kwashiorkor.
Pada defesiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat lebih, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya.kelianan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel yang meyebabkan edem dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam diet, akan terjadi kekurangan berbagai asam amino esensial dalam serum yang diperlukan untuk sentesis dan metabolisme. Makin kekurangan asam amnino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh hepar yang kemudian berakibat edem.perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan beta-lipoprotein, sehingga transport lemak dari hati kedepot terganggu, dengan akibat terjadinya penimbunan lemah dalam hati.


D. GEJALA KLINIS
1. Marasmus
a) Perubahan psikis , anak menjadi cengeng, cerewet walaupun mendapat minum.
b) Pertumbuhan berkurang atau tehenti.
c) Berat badan anak menurun, jaringan subkutan menghilang ( turgor jelek dan kulit keriput.
d) Vena superfisialis kepala lebih nyata, frontal sekung, tulang pipi dan dagu terlihat menonjol, mata lebih besar dan cekung.
e) Hipotoni akibat atrofi otot
f) Perut buncit
g) Kadang-kadang terdapat edem ringan pada tungkai
h) Ujung tangan dan kaki terasa dingin dan tampak sianosis.

2. Kwashiorkor
a) Secara umum anak tampak sembab, latergik, cengeng dan mudah terangsang, pada tahap lanjut anak menjadi apatus dan koma.
b) Pertumbuhan terlambat
c) Udema
d) Anoreksia dan diare.
e) Jaringan otot mengecil, tonus menurun, jaringan subcutis tipis dan lembek.
f) Rambut berwarna pirang , berstruktur kasar dan kaku serta mudah dicabut.
g) Kelainan kulit, tahap awal kulit kering, bersisik dengan garis-garis kulit yang dalam dan lebam, disertai defesiensi vitamin B kompleks, defesiensi eritropoitin dan kerusakan hati.
h) Anak mudah terjangkit infeksi
i) Terjadi defesiensi vitamin dan mineral

E. PEMERIKSAAN LABORATORIUM.
1. Pada kwashiorkor ;penurunan kadar albumin, kolesteron dan glukosa.
2. Kadar globulin dapat normal atau meningkat, sehingga perbandingan albumin dan globulin serum dapat terbalik
3. Kadar asam amino essensial dalam plasma relatif lebih rendah dari pada asam amino non essiensial.
4. Kadar imunoglobulin normal, bahkan dapat menigkat.
5. Kadar IgA serim normal, namun kadar IgA sekretori rendah.

F. PENGOBATAN
Prinsip pengobatan adalah pemberian makanan yang banyak mengandung protein bernilai biologik tinggi, tinggi kalori, cukup cairan, vitamin dan miniral. Makan tersebut dalam bentuk mudah cerna dan diserap, diberikan secara bertahap.
Dalam keadaan dehidrasi dan asidosis pedoman pemberian perenteral adalah sebagai berikut:
1) Jumlah cairan adalah ; 200 ml / kgBB/ hari untuk kwasiorkor atau marasmus kwashiorkor.
2) 250 ml/kgBB/ hari untuk marasmus.
3) Makanan tinggi kalori tinggi protien 3,0-5,0 g/kgBB
4) Kalori 150-200 kkal/ kgBB/hari
5) Vitamin dan mineral , asam folat peroral 3x 5 mg/hari pada anak besar
6) KCL oral 75-150mg /kgBB/hari.
7) Bila hipoksia berikan KCL intravena 3-4 mg/KgBB/hari.




II ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN ANAK DENGAN KKP

A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien:
Nama, alamat, umur, jemis kelamin, alamat dst.

2. Keluhan utama
 Kwashiorkor: ibu mengatakan anaknya mengalami bengkak pada kaki dan tangan, kondisi lemah dan tidak mau maka, BB menurun dll.
 Marasmus : ibu pasien mengatakan anaknya rewel, tidak mau makan, badan kelihatan kurus dll.

3. Riwayat kesehatan;
a. Riwayat penyakit sekarang
a) Kapan keluhan mulai dirasakan
b) Kejadian sudah berapa lama.
c) Apakah ada penurunan BB
d) Bagaimanan nafsu makan psien
e) Bagaimana pola makannya
f) Apakah pernah mendapat pengobatan, dimanan, oleh siapa, kapan, jenis obatnya.

b. Pola penyakit dahulu
a) Apakah dulu pasien dulu pernah menderita penyakit seperti sekarang

c. Riwayat penyakit keluarga
a) Apakah anggota keluarga pasien pernah menderita penyakit yang berhubungan dengan kekurangan gizi atau kurang protein.

d. Riwayat penyakit sosial
a) Anggapan salah satu jenis makanan tertentu.
b) Apakah kebutuhan pasien tepenuhi.
c) Bagaimanan lingkungan tempat tinggal pasien
d) Bagaimana keadaan sosial ekonomi keluarga.
e. Riwayat spiritual
a) Adanya kepercayaan yang melarang makanan tertentu.

B. PENGKAJIAN FISIK.
1. Inspeksi:
Meliputi observasi sistemik keadaan pasien sehubungan dengan status gizi pasien meliputi :
b) Pemampilan umum pasien menunjukkan status nutrisi atau gizi pasien
c) Pada kwashiorkor; apakah ada edema, rambut rontok, BB menurun, muka seperti bulan.
d) Pada marasmus : badan kurus, atrofi otot, rambut kemerahan dan kusam, tampak siannosis, perut membuncit.
2. Palpasi
Pada marasmus terdapat tugor kulit yang jelek.
Pada kwashiorkor terdapat pembesaran hati.

C. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Data laboratorium;
- feses, urine, darah lengkap
- pemeriksaan albumin.
- Hitung leukosit, trombosit
- Hitung glukosa darah.



III DIAGNOSA KEPERAWATAN.
A. Pada Kwashiorkor
1. Gangguan nutrisi s/d intake yang kurang ( protien ) ditandai dengan pasien tidak mau makan, anoreksia, makanan tidak bervariasi, BB menurun, tinggi badan tidak bertambah.

Tujuan :
Kebutuhan nutrisi pasein terpenuhi dengan kreteria timbul nafsu makan, BB bertambah ½ kg per 3 hari.

Intervensi :
a. Mengukur dan mencatat BB pasein
b. Menyajikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
c. Menyajikan makanan yang dapat menimbulkan selera makan
d. Memberikan makanan tinggi TKTP
e. Memberi motivasi kepada pasien agar mau makan.
f. Memberi makan lewat parenteral ( D 5% )

Rasional:
a. BB menggambarkan status gizi pasien
b. Sebagai masukan makanan sedikit-sedikit dan mencegah muntah
c. Sebagai alternatif meningkatkan nafsu makan pasien
d. Protein mempengaruhi tekanan osmotik pembuluh darah.
e. Alternatif lain meningkatkan motivasi pasein untuk makan.
f. Mengganti zat-zat makanan secara cepat melalui parenteral

Evaluasi :
Pasien mau makan makanan yang TKTP, BB bertambah ½ kg tiap 3 hari.






2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik.
Tujuan :
Aktivitas pasien dapat maksimal dengan kreteria pasien dapat melakukan aktivitas sehari-harinya tanpa dibantu orang lain.

Intervensi :
a. Kaji aktivitas pasien sehari-hari
b. Bantu pasien melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya.
c. Melatih dan membimbing dalam merubah posisi.
d. Membantu pasien melekukan aktivitas / gerakan-gerakan yang ringan.

Rasional :
a. Aktivitas mengambarkan kekuatan fisik pasien
b. Meningkatkan motivasi pasien untuk beraktivitas walau dalam keterbatasan / sesuai kemampuannya.
c. Salah satu alternatif untuk meningkatkan aktivitas.
d. Sebagai support mental bagi pasien.

Evaluasi :
Kebutuhan aktivirtas pasien dapat maksimal. Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-harinya tanpa bantuan orang lain.


3. Potensial terjadinya komplikasi b.d rendahnya daya tahan tubuh
Tujuan :
a. Mencegah komplikasi

Intervensi :
a. Memberikan makanan cukup gizi (TKTP)
b. Menjaga personal hygiene pasien
c. Memberikan penkes tentang pentingnya gizi untuk kesehatan.
d. Kolaborasi pemberian cairan parenteral.

Rasional :
a. Makanan yang cukup gizi mempengaruhi daya tahan tubuh.
b. Personal hygiene mempengaruhi status kesehatan pasien.
c. Pendidikan gizi menentukan status gizi dan status kesehatan pasien.
d. Mengganti/ memenuhi zat-zat makanan secara cepat melalui parenteral.

Evaluasi :
Komplkasi dapat tehindar atau tidak terjadi.


B. Pada marasmus.
1. gangguan pemenuhan nutrisi b.d intake yang kurang adekuat ditandai dengan pasien tidak mau makan, BB menurun, anoreksia, rambut merah dan kusam, fisik tampak lemah.
Tujuan :
Kebutuhan nutisi pasien terpenuhi dengan kreteria; BB bertambah ½ kg / 3 hari , rambut tidak kusam, penderita mau makan.

Intervensi :
a. Mengukur dan mencatat berat badan pasien.
b. Menyajikan makanan dalam porsi kecil tapi sering.
c. Menyajikan makanan yang dapat menimbulkan selera makan.
d. Memberi makanan TKTP
e. Memberi motivasi kepada penderita agar mau makan.
f. Memberikan makanan lewat parenteral ( D 5% )

Rasional :
a. BB menggambarkan status gizi pasien
b. Sebagai masukan makanan sedikit-sedikit dan mencegah muntah
c. Sebagai alternatif meningkatkan nafsu makan pasien
d. Kalori dan protien sangat berpengaruh terhadap gizi pasien.
e. Mengganti zat-zat makanan secara cepat melalui parenteral



Evaluasi :
Pasien mau makan makanan TKTP , BB bertambah ½ kg tiap 3 hari.

2. gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d intake yang kurang adekuat ditandai dengan turgor kulit yang jelek, bibir pecah-pecah. Pasien merasa haus ,nadi cepat 120 / menit.
Tujuan :
Keseimbangan cairan dan elektrolit terpenuhi dengan kreteria ; turgor kulit normal, bibir lembab, pasien tidak mengeluh haus, nadi normal.

Intervensi :
a. mengukur tanda vital pasien.
b. Menganjurkan agar minum yang banyak kepada pasien
c. Mengukur input dan output tiap 6 jam.
d. Memberikan cairan lewat parenteral

Rasional :
a. Tanda vital ( nadi dan tensi ) menggambarkan keseimbangan cairan dan elektrolit pasien.
b. Alternative penggantian cairan secara cepat.
c. Input dan output menggambarkan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh pasien.
d. Sebagai alternatif penggantian cairan cepat melalui parenteral.

Evaluasi :
Keseimbangan cairan dan elektrolit pasien terpenuhi ditandai dengan turgor kulit normal, mokusa bibir lembab, pasien tidak mengeluh haus , Td dan nadi normal.






3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik.
Tujuan :
Aktivitas pasien dapat maksimal dengan kriteria pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa dibantu orang lain.

Intervensi :
a. Kaji aktivitas pasien sehari-hari.
b. Membantu pasien melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya.
c. Melatih dan membimbing pasien dalam ,merubah posisi.
d. Membantu pasien melakukan gerakan-gerakan ringan.

Rasional :
a. Aktivitas menggambarkan kekuatan fisik pasien.
b. Meningkatkan motivasi pasien untuk beraktivitas sesuai dengan kemampuannya.
c. Salah satu alternatif untuk meningkatkan aktivitas pasien.
d. Sebagai support mental bagi pasien.

Evaluasi
Kebutuhan aktivitas pasien dapat maksimal. Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan orang lain.





DAFTAR PUSTAKA :

Klaus & Fanaroff. 1998. Penata Laksanaan Neonatus Resiko Tinggi. Edisi
4 EGC. Jakarta.

Nelson. 2000. Ilmu kesehatan Anak,volume 2 Edisi 15. EGC. Jakarta.

Wong. Donna. L. 1990. Wong & Whaley’s Clinical Manual of Pediatric Nursing,Fourth Edition,Mosby-Year Book Inc, St. Louis Missouri.
Diposkan oleh rapiadi di 10:57

Kamis, 25 Agustus 2011

INFO KESEHATAN

MAKANAN
Apakah Makanan Anda Cukup Aman?
Apakah Makanan Anda Cukup Aman?
Setiap hari, kita menikmati makanan yang disajikan, baik di rumah maupun di restoran. Setiap tahun, bisa jadi kita telah makan lebih dari 1000 kali. Makanan merupakan bagian penting bagi kehidupan semua orang. Namun, apakah makanan yang kita santap sudah benar-benar aman? Bisa jadi makanan yang kita santap mengandung bahan berbahaya. Bagaimana cara memastikan bahwa makanan yang kita santap sudah benar-benar aman?
» Selengkapnya: Apakah Makanan Anda Cukup Aman?
Info Makanan lainnya:

* Kenali Logam dalam Tubuh Anda
* Awali Hari dengan Sarapan
* Konsumsi Gula Secara Seimbang

GAYA HIDUP SEHAT
Melatih Otak untuk Pertajam Ingatan
Melatih Otak untuk Pertajam Ingatan
Apakah Anda sering lupa saat mencari suatu benda? Misalnya Anda sering lupa meletakkan di mana kunci Anda? Atau lupa hal penting yang harus dilakukan? Lupa password? Nilai ulangan anak Anda buruk karena kesulitan menghafal? Hal ini banyak dialami oleh kita. Akibatnya, semakin banyak waktu dan energi yang dibutuhkan untuk mencari barang, mendapat omelan dari orang lain, atau mendapat hasil yang buruk akibat sifat pelupa tersebut. Daya ingat otak memang akan semakin berkurang seiring bertambahnya usia. Semakin tua umur seseorang biasanya mereka akan semakin pelupa. Tetapi, ini dapat juga menimpa di usia muda. Masalah ini dapat dikurangi dengan cara melatih otak.
» Selengkapnya: Melatih Otak untuk Pertajam Ingatan
Info Gaya Hidup Sehat lainnya:

* Pijat Tepat, Badan Segar
* Fish Spa dengan Garra rufa
* Cuci Tangan Anda dengan Benar
* Sikap Optimis dapat Meningkatkan Kesehatan

PENYAKIT
Waspada Demam Berdarah atau DBD
Waspada Demam Berdarah atau DBD
Demam Berdarah Dengue atau DBD biasa menyerang saat musim penghujan. Terlebih negara kita termasuk negara beriklim tropis yang merupakan tempat hidup favorit bagi nyamuk. Demam ini bisa menjadi penyakit yang mematikan jika tidak segera ditangani. Khususnya, anak-anak seringkali menjadi sasaran dari gigitan nyamuk yang menyebabkan penyakit ini. Sebagai orangtua, sebaiknya berusaha mencegah agar anak dan seluruh anggota keluarga agar terhindar dari penyakit ini. Juga perlu bersikap sigap jika ada anggota keluarga yang menunjukkan gejala penyakit demam berdarah. Bekali diri Anda dengan informasi seputar penyakit ini agar dapat membantu akibat negatif dari penyakit demam berdarah dengue.
» Selengkapnya: Waspada Demam Berdarah atau DBD
Info Penyakit lainnya:

* Demam Berdarah atau Tifus?
* Melindungi Diri dari Flu
* Apa itu Angin Duduk atau Angina?
* Menghindari Migrain

TIDUR
Apa yang Terjadi Saat Kita Tidur?
Apa yang Terjadi Saat Kita Tidur?
Sebagai salah satu rutinitas dalam keseharian kita, tidur memang menjadi hal yang biasa kita lakukan. Pada malam hari, rasa kantuk yang dihasilkan hormon melatonin menjadi penanda bahwa tubuh butuh istirahat dengan tidur. Anda pergi ke tempat tidur, merebahkan diri dan tanpa sadar Anda telah tertidur. Keesokan harinya, pada saat terbangun Anda mungkin tidak ingat berapa lama persisnya Anda telah terlelap. Anda mungkin masih teringat dengan mimpi indah semalam. Pernahkah Anda bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi pada saat kita tidur?
» Selengkapnya: Apa yang Terjadi Saat Kita Tidur?
Info Tidur lainnya:

* Tidur Nyenyak di Malam Hari

BAYI
Bagaimana Proses Persalinan Bayi?
Bagaimana Proses Persalinan Bayi?
Setelah mengandung atau menjalani masa kehamilan selama 37 sampai 42 minggu, kini tibalah saat yang ditunggu dan mendebarkan. Seorang calon ibu harus menjalani proses persalinan untuk mendapatkan bayi yang didambakan. Proses ini juga dialami semua dari kita, tetapi tentu saja kita tidak ingat bagaimana peristiwa tersebut, peristiwa ketika Anda keluar dari rahim ibu. Mari cari tahu, apa yang terjadi pada peristiwa pertama kali dalam hidup Anda.
» Selengkapnya: Bagaimana Proses Persalinan Bayi?
OLAHRAGA
Ayo Kita Bersepeda!
Ayo Kita Bersepeda!
Jika Anda malas berolahraga, bersepeda bisa menjadi salah satu olahraga menarik untuk dicoba. Bersepeda akan terasa ringan karena tanpa terasa Anda telah menggerakkan tubuh sambil dapat menikmati pemandangan di sekitar. Apa saja yang Anda dapat dari bersepeda? Bagaimana memilih sepeda yang sesuai?
» Selengkapnya: Ayo Kita Bersepeda!
GAYA HIDUP
Siapkah jadi Vegetarian?
Siapkah jadi Vegetarian?
Karena alasan untuk kesehatan, kecantikan, cinta kepada binatang, dan mengurangi pemanasan global, membuat orang akhirnya mengurangi atau sama sekali tidak mengkonsumsi daging hewan dan produk olahannya. Orang seperti ini biasa disebut dengan vegetarian. Tetapi, tahukah Anda bahwa ada beberapa tipe vegetarian berdasarkan apa yang dikonsumsinya? Apa saja manfaat dan kesulitan yang ada untuk menjalani pola makan seperti ini?
» Selengkapnya: Siapkah jadi Vegetarian?
Info Gaya Hidup lainnya:

* Mengapa Berhenti Merokok?

PENYAKIT WANITA
Lupus, Pertarungan Seumur Hidup
Lupus, Pertarungan Seumur Hidup
Lupus yang dibahas kali ini bukanlah nama pemuda yang menjadi tokoh dalam buku-buku cerita remaja yang sempat populer beberapa tahun lalu. Lupus adalah jenis penyakit yang menakutkan. Belum diketahui secara pasti penyebabnya. Hampir seluruh penderita penyakit ini adalah wanita. Walau penderita penyakit ini tidak terlalu banyak, tidak ada salahnya untuk mengetahui penyakit Lupus lebih lanjut.
» Selengkapnya: Lupus, Pertarungan Seumur Hidup
Info Penyakit Wanita lainnya:

* Hadapi Kanker Payudara
* Kanker Serviks Pembunuh Banyak Wanita
* Waspadai TORCH Saat Kehamilan

GENETIK
Tes DNA, Apakah Akurat dan Dapat Dipercaya?
Tes DNA, Apakah Akurat dan Dapat Dipercaya?
Pernahkah Anda mendengar istilah tes DNA? Mungkin Anda pernah mendengarnya dari lingkungan sekitar Anda, dalam film, berita atau dari gosip selebriti di televisi. Tes DNA atau ADN sampai saat ini merupakan cara yang paling akurat untuk mengetahui jati diri dan identitas seseorang. Apa sebenarnya DNA itu? Apa saja yang diperiksa saat melakukan tes DNA? Bagaimana tes ini bisa mengidentifikasi seseorang?
» Selengkapnya: Tes DNA, Apakah Akurat dan Dapat Dipercaya?
MINUMAN
Minum Air Membuat Sehat
Minum Air Membuat Sehat
Semua orang pasti setuju bahwa air sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup. Air diperlukan oleh tumbuhan sehingga menjadi produsen bagi binatang atau manusia juga sebagai elemen dasar dalam mata rantai kehidupan. Bagi sebagian binatang, selain untuk minum, air juga menjadi tempat tinggal mereka. Tidak mengherankan bahwa bumi diciptakan dengan sebagian besar terdiri dari air. Begitu juga, dengan tubuh kita, 80% terdiri dari air.
» Selengkapnya: Minum Air Membuat Sehat
Info Minuman lainnya:

* Kopi, Secangkir Minuman yang Nikmat
* Mengenal Susu dan Manfaatnya
* Teh untuk Kesehatan Tubuh
* Yoghurt Untuk Kesehatan

TAMAN
Apotek Hidup, Tanaman Obat agar Sehat dan Cantik
Apotek Hidup, Tanaman Obat agar Sehat dan Cantik
Banyak tanaman bermanfaat untuk penyembuhan dan pengobatan. Kemampuan menyembuhkan dan efek positif dari beberapa tanaman sebagai obat telah lama diketahui jauh sebelum para ilmuwan menemukan berbagai obat-obatan dengan bahan kimia. Anda juga dapat menanam dan menggunakan tanaman obat di rumah Anda sebagai apotek hidup.
» Selengkapnya: Apotek Hidup, Tanaman Obat agar Sehat dan Cantik

Rabu, 10 Agustus 2011

campak






MAKALAH
PENYAKIT CAMPAK























KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul “Penyakit Campak“.
Makalah ini diajukan guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Konsep Dasare IPA. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, yaitu kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis.
2. Ibu Weni selaku dosen mata kuliah Pengembangan Konsep Dasar IPA.
3. Orang tua yang selalu mendukung setiap aktivitas penulis.
4. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.



Penulis







DAFTAR PUSTAKA

HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Penulisan 1
D. Manfaat Penulisan 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Penyakit Campak 2
B. Gejala Penyakit Campak 3
C. Penularan Penyakit Campak 5
D. Pencegahan Penyakit Campak 6
E. Perawatan Penderita Campak 10
F. Pemberantasan Penyakit Campak 11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 15
B. Saran 15
DAFTAR PUSTAKA 16





BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Penyakit campak merupakan salah satu penyakit infeksi yang banyak menyerang anak-anak. Penyakit ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan komplikasi serius bahkan kematian. Sangat diperlukan wawasan mengenai penyakit ini agar masyarakat dapat segera mengenalinya saaat terjadi penyakit ini. Oleh karena itu, kami menyusun makalah yang berjudul “Penyakit Campak” yang akan membahas berbagai masalah mengenai penyakit campak.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah penyakit campak itu?
2. Bagaimana gejala penyakit campak?
3. Bagaimana penularan penyakit campak?
4. Bagaimana pencegahan penyakit campak?
5. Bagaimana perawatan penderita campak?
6. Apa saja tahapan pemberantasan penyakit campak?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui tentang penyakit campak.
2. Mengetahui gejala-gejala pada penyakit campak.
3. Mengetahui cara penularan penyakit campak.
4. Mengetahui cara pencegahan penyakit campak.
5. Mengetahui cara perawatan penderita campak.
6. Mengetahui tahapan pemberantasan penyakit campak.

D. Manfaat Penulisan
1. Menambah wawasan, baik penulis maupun pembaca mengenai penyakit campak.
2. Menambah wawasan mengenai pencegahan penyakit campak.
3. Menambah wawasan mengenai penanganan kasus campak.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Penyakit Campak
“Tampek merupakan bahasa Jawa namun istilah Indonesianya adalah campak. Sedangkan orang dari Irian menyebutnya serampah. Dalam bahasa latin disebut sebagai morbili atau rubeolla. Sementara dalam bahasa Inggris, measles,” tutur spesialis anak dari RS MH Thamrin Internasional, Jakarta, dr. Asti Praborini, SpA.
Menurut Soegijanto (2008) penyakit campak adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus penyakit campak yang sangat menular pada anak-anak. Penyakit ini disebabkan karena infeksi virus campak golongan Paramyxovirus, genus morbili. Penyakit ini cukup berbahaya karena dapat menyebabkan komplikasi serius bahkan kematian. Kejadian mengenai penyakit ini sangat berkaitan dengan keberhasilan program imunisasi campak.
Campak merupakan penyakit serius yang mudah ditularkan melalui udara. Tingkat penularan infeksi campak sangat tinggi sehingga sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa). Penyakit ini dapat dicegah dengan pemberian imunisasi campak.
Penyakit ini biasanya akan sembuh dengan sendirinya dan diketahui bahwa seseorang hanya akan terkena penyakit ini sekali seumur hidup. Sesuai dengan sifat alami penyakit campak yang monotipik, yaitu hanya terdiri dari satu tipe saja, setelah pemberian imunisasi campak seharusnya seorang anak akan kebal seumur hidup. Namun ada beberapa kasus mengenai anak yang dinyatakan terkena penyakit campak oleh dokter, padahal orang tuanya telah melakukan imunisasi campak pada anak tersebut.
Dengan kemajuan teknologi mutakhir dibidang biologi molekuler, yaitu dengan ditemukannya alat untuk menentukan urutan DNA (DNA sequencing), ternyata walaupun virus campak bersifat monotipik, tapi ternyata terdiri dari beberapa genotip (yaitu keadaan genetik dari suatu individu sel atau organisme). Sampai saat ini, WHO telah mendapatkan 24 genotip campak diseluruh dunia, dan ada 3 genotip di Indonesia, yaitu genotip G2, G3 dan D9. Dengan pendekatan epidemiologi molekuler, dapat diketahui bagaimana penyebaran virus campak dari suatu tempat ke tempat lain atau dari suatu negara ke negara lain (mobilization of population).
Pada suatu penelitian yang telah dilakukan, ditemukan ada 2 genotip di pulau Jawa, yaitu genotip G3 dan D9. Dengan adanya 2 genotip ini, dapat menerangkan mengapa seorang anak yang telah terkena campak, dapat terkena campak lagi bila dia terinfeksi dengan virus campak dari genotip lainnya.

B. Gejala Penyakit Campak
Masa inkubasi penyakit campak berlangsung sekitar 10-12 hari, pada tahap ini anak yang sakit belum memperlihatkan gejala dan tanda sakit.
Penampilan klinis penyakit campak dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu :
1. Fase pertama ( fase prodormal ) timbul gejala yang mirip dengan penyakit flu, seperti tubuh terasa demam dan menggigil dengan suhu 38-40 derajat Celcius, lelah, batuk, hidung beringus, mata merah berair dan sakit, pada mulut muncul bintik putih (bercak Koplik) dan kadang disertai mencret. Bercak Koplik ini berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum, dikelilingi oleh eritema, dan berlokalisasi di mukosa mulut.Bercak ini biasanya muncul menjelang akhir stadium kataral (prodomal) dan 24 jam sebelum timbul enantem.
2. Fase kedua ( fase erupsi ), ditandai dengan munculnya bercak merah dan gatal seiring dengan demam tinggi yang terjadi. Ruam tersebut mulai dari belakang telinga, leher, dada, muka, tangan, kaki. Biasanya bercak menyebar hingga seluruh tubuh dalam waktu 4-7 hari. Bila bercak merah sudah keluar, demam akan turun dengan sendirinya.

3. Fase ketiga (fase konvalesens), bercak merah ini makin lama menjadi kehitaman dan bersisik (hiperpigmentasi), lalu rontok atau sembuh dengan sendirinya. Periode ini merupakan masa penyembuhan yang butuh waktu sampai 2 minggu.
Sampai sepertiga penderita campak mengalami komplikasi, yang termasuk infeksi telinga, diare dan pneumonia, dan mungkin memerlukan rawat inap. Kira-kira satu dari setiap 1000 penderita campak terkena ensefalitis (pembengkakan otak). Biasanya komplikasi terjadi pada anak-anak dibawah usia 5 tahun dan anak-anak dengan gizi buruk.
Komplikasi dapat terjadi karena virus campak menyebar melalui aliran darah ke jaringan tubuh lainnya. Yang paling sering menimbulkan kematian pada anak adalah kompilkasi radang paru-paru (broncho pneumonia) dan radang otak (ensefalitis). Komplikasi ini bisa terjadi cepat selama berlangsung penyakitnya.
Beberapa komplikasi yang mungkin timbul diantaranya :
1. Laringitis akut
Laringitis timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran nafas, yang bertambah parah pada saat demam mencapai puncaknya. Ditandai dengan distres pernafasan, sesak, sianosis, dan stridor. Ketika demam turun keadaan akan membaik dan gejala akan menghilang.
2. Bronkopneumonia
Dapat disebabkan oleh virus campak maupun infeksi bakteri. Ditandai dengan batuk, meningkatnya frekuensi nafas, dan adanya ronki basah halus. Pada saat suhu turun, apabila disebabkan oleh virus, gejala pneumonia akan menghilang, kecuali batuk yang masih dapat berlanjut sampai beberapa hari lagi. Apabila suhu tidak juga turun pada saat yang diharapkan dan gejala saluran nafas masih terus berlangsung, dapat diduga adanya pneumonia karena bakteri yang telah mengadakan invasi pada sel epitel yang telah dirusak oleh virus.
Gambaran infiltrat pada foto toraks dan adanya leukositosis dapat mempertegas diagnosis. Di negara sedang berkembang dimana malnutrisi masih menjadi masalah, penyulit pneumonia bakteri biasa terjadi dan dapat menjadi fatal bila tidak diberi antibiotik.


3. Kejang Demam
Kejang dapat timbul pada periode demam, umumnya pada puncak demam saat ruam keluar. Kejang dalam hal ini diklasifikasikan sebagai kejang demam.
4. Ensefalitis
Merupakan penyulit neurologik yang paling sering terjadi, biasanya terjadi pada hari ke 4-7 setelah timbulnya ruam. Kejadian ensefalitis sekitar 1 dalam 1000 kasus campak, dengan mortalitas antara 30-40%. Terjadinya ensefalitis dapat melalui mekanisme imunologik maupun melalui invasi langsung virus campak ke dalam otak.
Gejala ensefalitis dapat berupa kejang, letargi (keadaan lemah, tidak ada dorongan untuk melakukan kegiatan), koma dan iritabel. Keluhan nyeri kepala, frekuensi nafas meningkat, twitching, disorientasi juga dapat ditemukan. Pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan pleositosis ringan, dengan predominan sel mononuklear, peningkatan protein ringan, sedangkan kadar glukosa dalam batas normal.
5. Subacute Sclerosing Panencephalitis (SSPE)
SSPE merupakan kelainan degeneratif susunan saraf pusat yang jarang disebabkan oleh infeksi virus campak yang persisten. Kemungkinan untuk menderita SSPE pada anak yang sebelumnya pernah menderita campak adalah 0.6-2.2 per 100.000 infeksi campak. Risiko terjadi SSPE lebih besar pada usia yang lebih muda, dengan masa inkubasi rata-rata 7 tahun.
Gejala SSPE didahului dengan gangguan tingkah laku dan intelektual yang progresif, diikuti oleh inkoordinasi motorik, kejang umumnya bersifat mioklonik. Laboratorium menunjukkan peningkatan globulin dalam cairan serebrospinal, antibodi terhadap campak dalam serum (CF dan HAI) meningkat (1:1280). Tidak ada terapi untuk SSPE. Rata-rata jangka waktu timbulnya gejala sampai meninggal antara 6-9 bulan.
6. Enteritis
Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan mencret pada fase prodormal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel mukosa usus. Dapat pula timbul enteropati yang menyebabkan kehilangan protein (protein losing enteropathy).

C. Penularan Penyakit Campak
Penyebaran virus campak maksimal adalah melalui percikan ludah (droplet) dari mulut selama masa prodormal (stadium kataral). Penularan terhadap penderita rentan sering terjadi sebelum diagnosis kasus aslinya. Orang yang terinfeksi menjadi menular pada hari ke 9-10 sesudah pemajanan, pada beberapa keadaan dapat menularkan hari ke 7. Virus campak ini dapat hidup dan berkembang biak pada selaput lender tenggorokan, hidung, dan saluran pernafasan.
Campak merupakan salah satu infeksi manusia yang paling mudah ditularkan. Berada di dalam kamar yang sama saja dengan seorang penderita campak dapat mengakibatkan infeksi.
Penderita campak biasanya dapat menularkan penyakit dari saat sebelum gejala timbul sampai empat hari setelah ruam timbul. Waktu dari eksposur sampai jatuh sakit biasanya adalah 10 hari. Ruam biasanya timbul kirakira 14 hari setelah eksposur. Masa inkubasi adalah 10-14 hari sebelum gejala muncul.

D. Pencegahan Penyakit Campak
1. Menghindari kontak dengan penderita.
2. Menjaga kebersihan lingkungan.
3. Menjaga daya tahan tubuh.
Rajin berolahraga, makan makanan yang sehat, dan istirahat yang cukup.
4. Imunisasi campak.
Imunisasi campak adalah salah satu dari 5 imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah bagi balita. Vaksin campak dapat diberikan saat anak berusia 9 bulan atau lebih. Walaupun vaksinasi Campak tidak menghindarkan 100% si anak dari campak di kemudian hari, namun anak yang telah divaksinasi umumnya memiliki gejala dan komplikasi yang ringan jika terkena kedua penyakit tersebut kelak. Jadi vaksinasi masih merupakan pendekatan penting bagi penanganan primer dari penyakit campak, khususnya bagi anak.
Imunisasi diberikan untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit campak secara aktif. Vaksin campak yang beredar di Indonesia dapat diperoleh dalam bentuk kemasan kering tunggal atau dalam kemasan kering kombinasi dengan vaksin gondong dan rubella. Kemasan ini dikenal dengan nama vaksin MMR (Measles-Mumps-Rubella). Dalam bentuk MMR, dosis pertama diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis kedua diberikan pada usia 4-6 tahun.
Pada tahun 1963 telah dibuat dua macam vaksin campak, yaitu (1) vaksin yang berasal dari virus campak yang hidup dan dilemahkan (tipe Edmonstone B) dan (2) vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan (virus campak yang berada dalam larutan formalin yang dicampur dengan garam aluminiun). Sejak tahun 1967 vaksin yang berasal dari virus campak yang telah dimatikan tidak digunakan lagi oleh karena efek proteksinya hanya bersifat sementara dan dapat menimbulkan gejala atypical measles yang hebat.
Dosis baku minimal untuk pemberian vaksin campak yang dilemahkan adalah 1.100 TCID-50 atau sebanyak 0.5 ml. Tetapi dalam hal vaksin hidup, pemberian dengan 20 TCID-50 saja mungkin sudah dapat memberikan hasil yang baik. Cara pemberian yang dianjurkan adalah subkutan (penyuntikan di bawah kulit), walaupun dari data yang terbatas dilaporkan bahwa pemberian secara intramuscular (penyuntikan ke dalam otot rangka, sejauh mungkin dengan syaraf utama) tampaknya mempunyai efektivitas yang sama dengan subkutan.















Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif, dan kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir dari ibu yang telah kebal. Penelitian terbaru menunjukkan bayi rentan terhadap penyakit campak saat berusia 2-3 bulan hingga mendapatkan imunisasi pertamanya, karena kekebalan tubuh yang didapat dari ibunya sudah berkurang.
Penelitian ini berdasarkan catatan medis dari 207 perempuan sehat dan bayinya di lima rumah sakit Belgia pada tahun 2006. Hasil penelitian ini sudah diterbitkan secara online pada 18 Mei 2010 dalam British Medical Journal (BMJ). Berdasarkan penelitian ini diketahui perempuan yang telah tertular penyakit campak dalam kehidupannya menjadi lebih kebal dan bisa memberikan perlindungan lebih pada bayinya, dibandingkan dengan perempuan yang telah divaksinasi tapi belum pernah terkena penyakit ini.
Tapi perlindungan yang berasal dari ibu hanya berlangsung pada bulan pertama hingga ke empat untuk semua perempuan sehingga perlu untuk dilakukan imunisasi campak.
Program imunisasi campak di Indonesia dimulai tahun 1982, dan pada tahun 1991 Indonesia telah mencapai imunisasi dasar lengkap (Universal Child Immunization=UCI) secara nasional; meskipun demikian masih ada beberapa daerah yang cakupan imunisasi campaknya masih rendah sehingga sering terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) campak.
Tabel pemberian imunisasi pada bayi










Vaksin harus diupayakan agar tidak menimbulkan efek samping yang berat, dan jauh lebih ringan dari gejala klinis penyakit secara alami. Pada kenyataannya tidak ada vaksin yang benar-benar ideal, namun dengan kemajuan teknologi saat ini telah dapat dibuat vaksin yang efektif dan relative aman. Reaksi simpang dikenal sebagai kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) atau Adverse Events Following Immunization. KIPI ini adalah kejadian medic yang berhubungan dengan imunisasi, baik berupa efek vaksin ataupun efek samping, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis, koinsidensi, reaksi suntikan, atau hubungan kasual yang tidak dapat ditentukan. Dibawah ini merupakan table gejala klinis :
















Untuk efek samping atau KIPI dari vaksin MMR berupa :
a. Demam lebih dari 39,5 derajat Celcius yang terjadi pada 5% - 15% kasus, demam dijumpai pada hari ke-5 samapi ke-6 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2 hari.
b. Kejang demam.
c. Ruam timbul pada hari ke-7 sampai ke-10 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2-4 hari.
d. Memar karena berkurangnya trombosit.
e. Infeksi virus campak pada imunodefisiensi, seperti penderita HIV.
f. Reaksi KIPI berat dapat menyerang system syaraf, yang reaksinya diperkirakan muncul pada hari ke-30 sesudah imunsasi.
Gejala syok anafilaktik :
a. Terjadi mendadak
b. Gejala klasik : kemerahan merata, edem
c. Urtikaria, sembab pada kelopak mata, sesak, nafas berbunyi
d. Jantung berdebar kencang
e. Tekanan darah menurun
f. Anak pingsan / tidak sadar
g. Dapat pula terjadi langsung berupa tekanan darah menurun dan pingsan tanpa didahului oleh gejala lain.
Tindakan untuk syok anafilaktik :
a. Suntikan adrenalin 1:1000, dosis 0,1 – 0,3 ml, sk/im
b. Jika pasien membaik dan stabil dilanjutkan dengan suntikan deksametason (1 ampul) secara intravena/intramaskular.
c. Segera pasang infuse NaCl 0,9%
d. Rujuk ke Rumah Sakit terdekat.

E. Pengobatan dan Perawatan Penderita Penyakit Campak
Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan. Anak harus diberikan cukup cairan dan kalori, sedangkan pengobatan bersifat simtomatik, dengan pemberian antipiretik, antitusif, ekspektoran, dan antikonvulsan bila diperlukan. Sedangkan pada campak dengan penyulit, pasien perlu dirawat inap. Di rumah sakit pasien campak dirawat di bangsal isolasi sistem pernafasan, diperlukan perbaikan keadaan umum dengan memperbaiki kebutuhan cairan dan diet yang memadai. Vitamin A 100.000 IU per oral diberikan satu kali, apabila terdapat malnutrisi diberikan 1500 IU tiap hari.
Apabila terdapat penyulit, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi penyulit yang timbul, yaitu:
1. Bronkopneumonia
Diberikan antibiotik ampisillin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis intravena dikombinasikan dengan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari intravena dalam 4 dosis, sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat per oral. Antibiotik diberikan sampai tiga hari demam reda. Apabila dicurigai infeksi spesifik, maka uji tuberkulin dilakukan setelah anak sehat kembali (3-4 minggu kemudian) oleh karena uji tuberkulin biasanya negatif (anergi) pada saat anak menderita campak. Gangguan reaksi delayed hipersensitivity disebabkan oleh sel limfosit-T yang terganggu fungsinya.
2. Enteritis
Pada keadaan berat anak mudah jatuh dalam dehidrasi. Pemberian cairan intravena dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritis + dehidrasi.
3. Ensefalopati/Ensefalitis
Perlu reduksi jumlah pemberian cairan hingga ¾ kebutuhan untuk mengurangi edema otak, di samping pemberian kortikosteroid berupa deksametason 1 mg/kg/hari sebagai dosis awal dilanjutkan 0.5 mg/kg/hari dibagi dalam 3 dosis sampai kesadaran membaik (bila pemberian lebih dari 5 hari dilakukan tappering off). Perlu dilakukan koreksi elektrolit dan gangguan gas darah.
Selain itu ada beberapa hal yang perlu dilakukan dalam perawatan penderita campak, yaitu :
1. Penderita infeksi campak biasanya dinasihati untuk beristirahat, minum banyak cairan dan minum parasetamol untuk merawat demam.
2. Vitamin A dengan dosis tertentu sesuai usia anak juga dapat diberikan untuk meringankan perjalanan penyakit campak agar tidak menjadi parah.
3. Tempatkan penderita campak dalam kamar yang terpisah selama masa penularan.
4. Jaga kebersihan tubuh anak dengan tetap memandikannya. Namun selama suhu badan masih panas, anak yang menderita campak tidak perlu dimandikan. Cukup bersihkan dengan handuk yang dibasahi air hangat.
5. Beri penderita asupan makanan bergizi seimbang dan cukup untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya. Makanannya harus mudah dicerna, karena anak campak rentan terjangkit infeksi lain, seperti radang tenggorokan, flu, atau lainnya. Masa rentan ini masih berlangsung sebulan setelah sembuh karena daya tahan tubuh penderita yang masih lemah.
6. Lakukan pengobatan yang tepat dengan berkonsultasi pada dokter.

F. Tahapan Pemberantasan Penyakit Campak
Pemberantasan campak meliputi beberapa tahapan, dengan criteria pada tiap tahap yang berbeda-beda.
1. Tahap Reduksi
Tahap reduksi penyakit campak dibagi dalam 2 tahap, yaitu :
a. Tahap Pengendalian Campak
Pada tahap ini terjadi penurunan kasus dan kematian, cakupan imunisasi sebesar 80%, dan interval terjadinya KLB berkisar antara 4-8 tahun.
b. Tahap Pencegahan KLB
Pada tahap ini cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi dan merata, terjadi penurunan tajam kasus dan kematian, dan interval terjadinya KLB relative panjang.
Reduksi campak bertujuan menurunkan angka insidens campak sebesar 90% dan angka kematian campak sebesar 95% dari angka sebelum program imunisasi campak dilaksanakan. Di Indonesia, tahap reduksi campak diperkirakan dengan insiden menjadi 50/10.000 balita, dan kematian 2/10.000 (berdasarkan SKRT tahun 1982).
Pada TCG Meeting di Dakka tahun 1999, Indonesia sedang berada pada tahap reduksi dengan pengendalian dan pencegahan KLB. Reduksi campak mempunyai strategi yaitu:
a. Imunisasi Rutin 2 kali, pada bayi 9-11 bulan dan anak Sekolah Dasar Kelas I (belum dilaksanakan secara nasional) dan Imunisasi Tambahan atau Suplemen.
b. Surveilans Campak.
Surveilans kesehatan masyarakat adalah pengumpulan, analisis, dan analisis data secara terus-menerus dan sistematis yang kemudian didiseminasikan (disebarluaskan) kepada pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam pencegahan penyakit dan masalah kesehatan lainnya (DCP2, 2008). Surveilans memantau terus-menerus kejadian dan kecenderungan penyakit, mendeteksi dan memprediksi outbreak pada populasi, mengamati faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit, seperti perubahan-perubahan biologis pada agen, vektor, dan reservoir. Selanjutnya surveilans menghubungkan informasi tersebut kepada pembuat keputusan agar dapat dilakukan langkah-langkah pencegahan dan pengendalian penyakit (Last, 2001).
Surveilans penyakit campak dilakukan untuk menilai perkembangan program pemberantasan campak dan menentukan strategi pemberantasannya terutama di daerah.
Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia masih belum sebaik surveilans eradikasi polio. Kendala utama yang dihadapi adalah, kelengkapan data/laporan rutin Rumah Sakit dan Puskesmas yang masih rendah, beberapa KLB campak yang tidak terlaporkan, pemantauan dini (SKD – KLB) campak pada desa-desa berpotensi KLB pada umumnya belum dilakukan dengan baik terutama di Puskesmas, belum semua unit pelayanan kesehatan baik Pemerintah maupun Swasta ikut berkontribusi melaporkan bila menemukan campak. Dukungan dana yang belum memadai, terutama untuk melaksanakan aktif surveilans ke Rumah Sakit dan pengembangan surveilans campak pada umumnya. Surveilans campak sangat penting untuk menilai perkembangan pemberantasan campak dan untuk menentukan strategi pemberantasannya di setiap daerah.













Tujuan khusus surveilans:
1) Memonitor kecenderungan (trends) penyakit
2) Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk mendeteksi dini
3) Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit disease burden) pada populasi
4) Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan, implementasi, monitoring, dan evaluasi program kesehatan
5) Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan
6) Mengidentifikasi kebutuhan riset (Last, 2001; Giesecke, 2002; JHU, 2002).

c. Penyelidikan dan Penanggulangan KLB Manajemen Kasus
d. Pemeriksaan Laboratorium

Dalam upaya reduksi campak di Indonesia, secara epidemiologis ada 2 jenis wilayah rawan yang perlu penanganan khusus:
a. Reservoar : desa dengan kasus campak yang terjadi terus-menerus sepanjang tahun.
b. Kantong : kelompok sasaran yang masih rentan karena cakupan imunisasi campak rendah ( <80%) dalam 3 tahun terakhir. 2. Tahap Eliminasi Pada tahap eliminasi, cakupan imunisasi sudah sangat tinggi ( > 90%), dan daerah-daerah dengan cakupan imunisasi rendah sudah sangat kecil jumlahnya. Kasus campak sudah jarang dan KLB hampir tidak pernah terjadi. Anak-anak yang dicurigai tidak terlindung (suspectible) harus diselidiki dan mendapat imunisasi tambahan.
3. Tahap Eradikasi
Pada tahap ini, cakupan imunisasi sudah tinggi dan merata, kasus campak sudah tidak ditemukan. Transmisi virus sudah dapat diputus. Amerika Serikat merupakan salah satu Negara yang telah mencapai tahap eliminasi.







BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit campak merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Paramysovirus. Penyakit ini sangat mudah menular melalui udara. Penyakit ini berbahaya karena dapat menimbulkan komplikasi yang berakibat pada kematian. Pencegahan penyakit ini sangat efektif dilakukan dengan vaksinasi campak sehingga orang yang telah disuntik memiliki kekebalan terhadap penyakit ini.

B. Saran
1. Masyarakat harus melakukan vaksinasi campak pada bayinya yang berusia 9 bulan agar terhindar dari penyakit campak.
2. Masyarakat perlu menjaga daya tahan tubuh dan membentuk pola hidup sehat agar terhindar dari berbagai penyakit.











DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, Suharjo B., dkk. 2010. Vaksinasi, Cara Ampuh Cegah Penyakit Infeksi. Yogyakarta: Kanisius.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Pedoman Pemantauan dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi. Jakarta: Depkes RI.
Kerjasama Direktorat Jenderal PPM & PL Depkes RI dan PATH. 2005. Modul Pelatihan Safe Injection.
Mansjoer, Arif M,, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius.
Muchlastriningsih, Enny. 2005. Kecenderungan Kasus Campak Selama Empat Tahun (1997-2000) di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran. No. 148: 35-36.
Panitia Pekan Imunisasi Nasional Tingkat Pusat. 1997. Petunjuk Teknis Imunisasi Campak.
Priyono, Yunisa. 2010. Merawat Bayi Tanpa Baby Sitter. Yogyakarta: Medpress.
Setianingrum, Findra. 2010. Campak;Manifestasi Klinis-Tatalaksana. Artikel Imiah Kedokteran. (Online), (http://www.exomedindonesia.com/referensi-kedokteran/artikel-ilmiah-kedokteran/kulit/2010/11/27/campak-manifestasi-klinis-tatalaksana/ , diakses 13 Maret 2011).
Setiati, Eni. 2009. Mengenal Penyakit Balita. Yogyakarta: Medika.
Supartini, Yupi. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.
Wijayakusuma, M. Hembing. 2008. Ramuan Lengkap Herbal Taklukkan Penyakit. Jakarta: Pustaka Bunda.

ARTIKEL KESEHATAN


SYOK
Syok yang terjadi pada pasien bedah biasanya berupa syok hipovolemik, syok nerogenik jarang terjadi. Tanda-tanda syok secara klasik adalah sebagai berikut :
1.      Pucat
2.      Kulit dingin, basah
3.      Pernafasan cepat
4.      Sianosis pasa bibi, gusi, lidah
5.      Nadi ccepat, lemah dan bergetar
6.      Penurunan tekanan darah
7.      Urine pekat.
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah kolaborasi dengan dokter terkait dengan pengobatan yang dilakukan seperti terapi obat, penggantian cairan per IV dan juga terapi pernafasan. Terapi obat yang diberikan meliputi obat-obatan kardiotonik (natrium sitroprusid), diuretik, vasodilator dan steroid. Cairan yang digunakan adalah cairan kristaloid sperti ringer laktat dan koloid seperti terapi komponen darah, albumin, plasma. Terapi pernafasan dilakukan dengan memantau gas darah arteri, fungsi pulmonal dan juga pemberian oksigen melalui intubasi atau nasal kanul.
Intervensi mandiri keperawatan meliputi :
1.    Dukungan psikologis.
2.    Pembatasan  penggunaan energi.
3.    Pemantauan reaksi pasien terhadap pengobatan.
4.    Peningkatan periode istirahat.
5.    Pencegahan hipotermi dengan menjaga tubuh pasien agar tetap hangat karena hipotermi mengurangi oksigenasi jaringan.
6.    Melakukan perubahan posisi pasien tiap 2 jam dan mendorong pasien untuk melakukan nafas dalam untuk meningkatkan fungsi optimal paru.
7.    Pencegahan komplikasi dengan memonitor pasien secara ketat selama 24 jam. Seperti edema perifer dan edema pulmonal.
NYERI
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:
1) Fase antisipasi (terjadi sebelum nyeri diterima)
Fase ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena fase ini bisa mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan informasi pada klien.
2) Fase sensasi (terjadi saat nyeri terasa)
Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat subyektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleraransi terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. orang yang mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah sudah mencari upaya mencegah nyeri, sebelum nyeri datang.
Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar endorfin berbeda tiap individu, individu dengan endorfin tinggi sedikit merasakan nyeri dan individu dengan sedikit endorfin merasakan nyeri lebih besar.
Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi wajah, vokalisasi dan gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang digunakan perawat untuk mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat harus melakukan pengkajian secara teliti apabila klien sedikit mengekspresikan nyerinya, karena belum tentu orang yang tidak mengekspresikan nyeri itu tidak mengalami nyeri. Kasus-kasus seperti itu tentunya membutuhkan bantuan perawat untuk membantu klien mengkomunikasikan nyeri secara efektif.
3) Fase akibat (terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti)
Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami episode nyeri berulang, maka respon akibat (aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.
Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi hapir semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan membahayakan bagi pasien. Maka tak heran jika seringkali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang agak berlebihan dengan kecemasan yang mereka alami. Kecemasan yang mereka alami biasanya terkait dengan segala macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat segala macam prosedur pembedahan dan tindakan pembiusan. Perawat mempunyai peranan yang sangat penting dalam setiap tindakan pembedahan baik pada masa sebelum, selama maupun setelah operasi. Intervensi keperawatan yang tepat diperlukan untuk mempersiapkan klien baik secara fisik maupun psikis. Tingkat keberhasilan pembedahan sangat tergantung pada setiap tahapan yang dialami dan saling ketergantungan antara tim kesehatan yang terkait (dokter bedah, dokter anstesi dan perawat) di samping peranan pasien yang kooperatif selama proses perioperatif.
Ada 3 faktor penting yang terkait dalam pembedahan, yaitu penyakit pasien, jenis pembedahan yang dilakukan dan pasien sendiri. Dari ketiga faktor tersebut faktor pasien merupakan hal yang paling penting, karena bagi penyakit tersebut tidakan pembedahan adalahhal yang baik/benar. Tetapi bagi pasien sendiri pembedahan mungkin merupakan hal yang paling mengerikan yang pernah mereka alami. Mengingat hal terebut diatas, maka sangatlah penting untuk melibatkan pasien dalam setiap langkah-langkah perioperatif.
PRA OPERATIF
Fase pra operatif dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi bedah dan diakhiri ketika pasien dikirim ke meja operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara pra operatif dan menyiapkan pasien untuk anstesi yang diberikan dan pembedahan.
Keperawatan pre operatif merupakan tahapan awal dari keperawatan perioperatif. Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung pada fase ini. Hal ini disebabkan fase ini merupakan awalan yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya. Kesalahan yang dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap berikutnya. Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi.

INTRA OPERATIF
Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah ke instalasi bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup ?pemasangan IV cath, pemberian medikasi intaravena, melakukan pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Contoh : memberikan dukungan psikologis selama induksi anstesi, bertindak sebagai perawat scrub, atau membantu mengatur posisi pasien d atas meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar kesimetrisan tubuh.
Keperawatan intra operatif merupakan bagian dari tahapan keperawatan perioperatif. Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivitas yang dilakukan oleh perawat di ruang operasi. Aktivitas di ruang operasi oleh perawat difokuskan pada pasien yang menjalani prosedur pembedahan untuk perbaikan, koreksi atau menghilangkan masalah-masalah fisik yang mengganggu pasien. Tentunya pada saat dilakukan pembedahan akan muncul permasalahan baik fisiologis maupun psikologis pada diri pasien. Untuk itu keperawatan intra operatif tidak hanya berfokus pada masalah fisiologis yang dihadapi oleh pasien selama operasi, namun juga harus berfokus pada masalah psikologis yang dihadapi oleh pasien. Sehingga pada akhirnya akan menghasilkan outcome berupa asuhan keperawatan yang terintegrasi.
Untuk menghasilkan hasil terbaik bagi diri pasien, tentunya diperlukan tenaga kesehatan yang kompeten dan kerja sama yang sinergis antara masing-masing anggota tim. Secara umum anggota tim dalam prosedur pembedahan ada tiga kelompok besar, meliputi pertama, ahli anastesi dan perawat anastesi yang bertugas memberikan agen analgetik dan membaringkan pasien dalam posisi yang tepat di meja operasi, kedua ahli bedah dan asisten yang melakukan scrub dan pembedahan dan yang ketiga adalah perawat intra operatif.
Perawat intra operatif bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesejahteraan (well being) pasien. Untuk itu perawat intra operatif perlu mengadakan koordinasi petugas ruang operasi dan pelaksanaan perawat scrub dan pengaturan aktivitas selama pembedahan. Peran lain perawat di ruang operasi adalah sebagai RNFA (Registered Nurse First Assitant). Peran sebagai RNFA ini sudah berlangsung dengan baik di negara-negara amerika utara dan eropa. Namun demikian praktiknya di indonesia masih belum sepenuhnya tepat. Peran perawat sebagai RNFA diantaranya meliputi penanganan jaringan, memberikan pemajanan pada daerah operasi, penggunaan instrumen, jahitan bedah
dan pemberian hemostatis.
Untuk menjamin perawatan pasien yang optimal selama pembedahan, informasi mengenai pasien harus dijelaskan pada ahli anastesi dan perawat anastesi, serta perawat bedah dan dokter bedahnya.
PASCA OPERATIF
Fase pasca operatif dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan (recovery room) dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah. Lingkup aktivitas keperawaan mecakup renatang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase ini fokus pengkajian meliputi efek agen anstesi dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keprawatan kemudian berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta pemulangan.
Keperawatan post operatif adalah periode akhir dari keperawatan perioperatif. Selama periode ini proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan kondisi pasien pada keadaan equlibrium fisiologis pasien, menghilangkan nyeri dan pencegahan komplikasi. Pengkajian yang cermat dan intervensi segera membantu pasien kembali pada fungsi optimalnya dengan cepat, aman dan nyaman.
Upaya yang dapat dilakukan diarahkan untuk mengantisipasi dan mencegah masalah yang kemungkinan mucul pada tahap ini. Pengkajian dan penanganan yang cepat dan akurat sangat dibutuhkan untuk mencegah komplikasi yang memperlama perawatan di rumah sakit atau membayakan diri pasien. Memperhatikan hal ini, asuhan keperawatan post operatif sama pentingnya dengan prosedur pembedahan itu sendiri.
SIKAP

1.    Pengertian
Perilaku manusia juga dilatar belakangi oleh sikap. Sikap sendiri memeiliki pengertian sebagai “organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi relatif yang relatif ajeg yang disertai adanya perasaan tertentu dan memberikan dasar kepada organisme untuk membuat respon atau perilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya”. Atau dalam bahasa sederhana sikap adalah kesediaan beraksi terhadap suatu hal. Sikap memiliki beberapa pengertian dan definisi sebagai berikut :

• Sikap adalah predisposisi mental untuk melakukan suatu tindakan (Kimmball Young (1945)

• Sikap adalah keajegan dan kekhasan perilaku seseorang dalam hubungan dengan stimulus manusia atau kejadian-kejadian tertentu (Sherif & sherif 1956)

• Sikap adalah predidposisi yang dipelajari untuk merespon secara konsisten dalam tatacara tertentu dan berkenaan dengan objek tertentu (Fishbein & Ajzen 1975)

• Kesimpulannya pengertain sikap adalah kecenderungan untuk bertindak dan bereaksi terhadap stimulus atau rangsangan.

2.    Komponen sikap.
Sikap merupakan hubungan dari berbagai komponen yang terdiri atas :
Komponen kognitif : yaitu komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan dan informasi yang dimilki seseorang tentang objek sikapnya atau komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan atau bagaimana mempersepsi objek.
Komponen afektif : komponen yang bersifat evaluatif yang berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang.
Komponen konatif : kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang berhubungan dengan objek sikapnya atau komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek.

3.    Ciri-ciri sikap
Sikap memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
·      Sikap tidak dibawa sejak lahir
Berarti manusia dilahirkan tidak membawa sikap tertentu pada suatu objek. Oleh karenanya maka sikap terbentuk selama perkembangan individu yang bersangkutan. Karena terbentuk selama perkembangan maka sikap dapat berubah, dapat dibentuk dan dipelajari. Namun kecenderungannya sikap bersifat tetap.
·      Sikap selalu berhubungan dengan objek
Sikap terbentuk karena hubungan dengan objek-objek tertentu, melalui persepsi terhadap objek tersebut.
·      Sikap dapat tertuju pada satu objek dan sekumpulan objek
Bila seseorang memiliki sikap negatif pada satu orang maaka ia akan menunjukkan sikap yang negatif pada kelompok orang tersebut.
·      Sikap itu dapat berlangsung lama atau sebentar
Jika sikap sudah menjadi nilai dalam kehidupan seseorang maka akan berlangsung lama bertahan, tetapi jika sikap belum mendalam dalam diri seseorang maka sikap relaatif dapat berubah.
·      Sikap mengandung perasaan atau motivasi
Sikap terhaadap sesuaatu akan diikuti oleh perasaan tertentu baik positif maupun negatif. Sikap juga mengandung motivasi atau daya dorong untuk berperilaku.
PERDARAHAN
Penatalaksanaan perdarahan seperti halnya pada pasien syok. Pasien diberikan posisi terlentang dengan posisi tungkai kaki membentuk sudut 20 derajat dari tempat tidur sementara lutut harus dijag tetap lurus.
            Penyebab perdarahan harus dikaji dan diatasi. Luka bedah harus selalu diinspeksi terhadap perdarahan. Jika perdarahan terjadi, kassa steril dan balutan yang kuat dipasangkan dan tempat perdarahan ditinggikan pada posisi ketinggian jantung. Pergantian cairan koloid disesuaikan dengan kondisi pasien.
INFORMED CONSENT
Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup untuk dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed consent juga berarti mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telah menerima semua informasi yang ia perlukan sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat. Kekecualian dapat dibuat apabila informasi yang diberikan dapat menyebabkan guncangan psikis pada pasien.
Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki dasar moral dan etik yang kuat. Menurut American College of Physicians’ Ethics Manual, pasien harus mendapat informasi dan mengerti tentang kondisinya sebelum mengambil keputusan. Berbeda dengan teori terdahulu yang memandang tidak adanya informed consent menurut hukum penganiayaan, kini hal ini dianggap sebagai kelalaian. Informasi yang diberikan harus lengkap, tidak hanya berupa jawaban atas pertanyaan pasien.
KOMUNIKASI
Komunikasi merupakan komponen dasar dari hubungan antar manusia dan meliputi; pertukaran informasi, perasaan, pikiran dan perilaku antara dua orang atau lebih. Komunikasi mempunyai dua tujuan, yaitu untuk pertukaran informasi dan mempengaruhi orang lain.
Interaksi perawat dan pasien akan menghasilkan informasi untuk perawat tentang keadaan pasien dan pada waktu yang bersamaan perawat dapat memberikan informasi tentang cara-cara menyelesaikan masalah dengan strategi tertentu sehingga pasien terpengaruh dan mau melakukannya untuk penyelesaian masalah pasien. Jika pasien menerima dan melakukan informasi yang diberikan oleh perawat maka perilaku pasien berubah ke arah adaptif yang merupakan hasil utama tindakan keperawatan.
Sikap dalam berkomunikasi dapat ditampilkan melalui perilaku-perilaku berikut:
1.    Gerakan tubuh, seperti sikap tubuh, ekspresi wajah dan sikap-sikap lain. Misalnya: tersenyum, kontak mata, sedikit membungkuk pada saat bicara, tidak melipat tangan, tidak menyilangkan kaki, tidak memasukkan tangan ke kantong.
2.    Jarak saat berinteraksi, ruang intim sampai 50 cm, ruang pribadi 50-120 cm, dan ruang konsultasi sosial 275-365 cm. Komunikasi terapeutik pada umumnya terjadi di ruang pribadi, tetapi antara pasien dengan perawat tidak dibatasi meja.
3.    Sentuhan, dapat digunakan dalam komunikasi terapeutik, tetapi harus dilakukan secara tenang sambil menganalisis kondisi pasien dan respons yang mungkin akan diberikan oleh pasien. Sentuhan tidak tepat untuk beberapa situasi, misalnya: terhadap pasien yang penuh curiga dan tidak percaya kepada orang lain, pasien yang merupakan korban penganiayaan, pasien yang budayanya melarang atau membatasi sentuhan. Beberapa contoh sentuhan: bersalaman, menepuk bahu/mengangkat jempol/tepuk tangan untuk memberikan pujian, memegang tangan pasien pada saat pasien sedih dan menangis.
4.    Diam, dapat berguna untuk memfasilitasi pasien dalam mengekspresikan pikiran dan perasaannya. Misalnya: pada pasien menarik diri, setelah perawat mengajukan pertanyaan maka perawat diam untuk memberi kesempatan pada pasien berpikir tentang jawaban pertanyaan.
5.    Volume dan nada suara, mempengaruhi penyampaian pesan. Pada pasien lansia volume suara tinggi dengan nada rendah, pada pasien perilaku kekerasan, volume dan nada suara rendah tetapi tetap tegas.
CEMAS
Kecemasan, stress, takut, dan perasaan tegang (tension) meski merupakan istilah dengan pengertian yang berbeda satu dengan yang lainnya, tetapi semuanya itu menggambarkan kondisi kejiwaan manusia di jaman seperti sekarang ini, yang penuh dengan berbagai ketidak-pastian. Di antara sekian bentuk persoalan kejiwaan yang terjadi, para pakar kejiwaan sependapat bahwa Kecemasan merupakan salah satu problematika manusia terbesar pada jaman ini.
Kecemasan (anxiety) dapat diartikan sebagai perasaan kuatir, cemas, gelisah, dan takut yang muncul secara bersamaan, yang biasanya diikuti dengan naiknya rangsangan pada tubuh, seperti: jantung berdebar-debar, keringat dingin. Kecemasan dapat timbul sebagai reaksi terhadap "bahaya" baik yang sungguh-sungguh ada maupun yang tidak (hasil dari imajinasi saja) yang seringkali disebut dengan "free-floating anxiety" (kecemasan yang terus mengambang tanpa diketahui penyebabnya).
Menurut penyebab, dan lama berlangsungnya, kecemasan dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk, yakni:
1)   Phobic Anxiety, yaitu kecemasan yang timbul dikarenakan oleh phobia (ketakutan) tertentu, misalnya: Cemas karena takut berada di dalam kamar tertutup; Cemas ketika tidur di ruang yang gelap; Cemas lantaran berada di tempat tinggi.
2)   Acute Anxiety, ialah kecemasan yang muncul mendadak dengan intensitas yang tinggi, tapi tidak terlalu lama akan lenyap, misalnya: Ketika melihat orang yang mirip dengan pembunuh keluarganya, ia segera ketakutan dan beberapa saat setelah orang tadi pergi ia tenang kembali; Akibat mendengar hiruk pikuk yang mengingatkannya pada peristiwa Medio Mei, seorang ibu muda langsung histeris ketakutan, namun sesaat sesudah ia sadar bahwa itu bukan peristiwa sesungguhnya, ia menjadi tenang kembali.
3)   Chronic Anxiety, yakni kecemasan yang berlangsung lama dan terus menerus (dapat terjadi seumur hidup), meski dalam intensitas yang rendah, dan tanpa sebab yang jelas, misalnya: Orang "kagetan"; Hendak bepergian, selalu ingin kencing.
4)   Normal Anxiety, yaitu kecemasan yang beralasan, misalnya: Menjelang ujian, perasaan cemas muncul begitu besar; Cemas menunggu hasil operasi tumor dari salah satu anggota keluarga.
5)   Neurotic Anxiety, ialah kecemasan tanpa alasan yang jelas sebagai akibat konflik alam bawah sadar, misalnya: Sering punya perasaan bersalah akibat seringnya dipersalahkan pada masa kecil, dan kini muncul menjadi kecemasan yang berlarut-larut serta secara periodik muncul.